Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Gelaran Kolosal Angklung Warnai Peringatan Hardiknas di Kuningan

Nurul Hidayah
02/5/2025 19:06
Gelaran Kolosal Angklung Warnai Peringatan Hardiknas di Kuningan
Peringatan Hari Pendidikan Nasional di Kabupaten Kuningan dimeriahkan dengan pagelaran angklung.(MI/NURUL HIDAYAH)

GELARAN kolosal angklung warnai peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) di Kabupaten Kuningan.

Usai upacara peringatan Hardiknas, Jumat (2/6), di Stadion Mashud Wisnusaputra,  bupati Kuningan Dian Rachmat Yanuar, Wakil Bupati Tuti Andriani, dan forum komunikasi pimpinan daerah (forkopimda)  bersama-sama dengan peserta upacara melakukan gelaran kolosal angklung dengan lagu Terpujilah Guruku dan You Raise Me Up.

Penampilan kolosal ini dipandu oleh Fendi, seorang guru sekaligus warga asal Kelurahan Citangtu. Ia dikenal sebagai salah satu pelopor angklung diatonis, jenis angklung yang dapat memainkan tangga nada lengkap seperti alat musik modern.

Penampilan ini sekaligus menjadi momen  yang menguatkan identitas Kuningan sebagai Kabupaten Angklung.

Bupati Kuningan, Dian Rachmat Yanuar, memberikan apresiasi tinggi atas penampilan para guru dan pelajar di momen Hardiknas tahun ini.

“Harmoni angklung ini menggambarkan semangat kolaborasi dalam dunia pendidikan yang menyatukan dengan  kearifan lokal yang kita jaga bersama,” tuturnya.  

Menurut dia, apa yang dilakukan hari ini bukan sekedar pertunjukkan, namun juga bentuk apresiasi budaya dan pendidikan karakter melalui seni. Angklung menjadi medium kebersamaan yang mampu menyatukan lintas generasi.

“Sekaligus  menjaga dan merawat sebagai khazanah kearifan lokal,  juga kekayaan bangsa,” tutur Dian.

Sebelumnya  angklung tidak bisa dimainkan bersamaan dengan musik kontemporer seperti musik Pop, Jazz ataupun rock seperti saat ini. Angklung hanya bisa mengikuti jenis nada pentatonik seperti gamelan, gambang kromo dan lain sebagainya.

Namun pada 1938, Daeng Soetigna, seorang guru SMP 1 Kuningan, berguru kepada Kuwu Citangtu, Muhammad Sotari atau yang biasa dikenal dengan nama Pak Kucit, menciptakan angklung dengan tangga nada diatonis.

Daeng Sutigna, belajar membuat angklung, mulai dari memilih bambu yang tepat, sampai menyesuaikan nadanya hingga pas kepada Pak Kucit, pada masa itu.

Angklung inovasi tersebut berbeda dengan angklung pada umumnya yang berdasarkan tangga nada tradisional pelog atau salendro. Tangga nada diatonis adalah tangga nada yang mempunyai dua jarak tangga nada, yakni satu dan setengah.

Jenis tangga nada diatonis ini sering ditemukan pada musik-musik modern atau kontemporer. Karya angklung diatonis inilah yang berhasil mendobrak tradisi, membuat alat musik tradisional Indonesia mampu memainkan musik-musik Internasional.

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Sugeng
Berita Lainnya

Bisnis

Wisata
Kuliner