Headline

DPR setujui surpres pemberian amnesti dan abolisi.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Pakar Kegempaan ITB Soroti Potensi Tsunami dan Sistem Peringatan Dini pada Gempa Rusia

Naviandri
31/7/2025 19:20
Pakar Kegempaan ITB Soroti Potensi Tsunami dan Sistem Peringatan Dini pada Gempa Rusia
Tangkapan layar titik gempa di pantai timur Rusia, Rabu (30/7/2025).(Dok USGS)

WILAYAH Kamchatka, Rusia, diguncang gempa besar pada Rabu (30/7). Gempa tersebut berada di zona seismic gap, wilayah yang pernah mengalami gempa besar secara historis, namun dalam kurun waktu lama tidak menunjukkan aktivitas signifikan.

Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan ITB dan pakar kegempaan dari ITB, Prof. Irwan Meilano kemarin menjelaskan bahwa di wilayah bagian utara Kamchatka tersebut pernah mengalami gempa dengan magnitudo 9 pada 1950-an, dan bagian selatan magnitudo 8,1 pada 1960–1970-an. Namun demikian, Kamchatka dalam 80–100 tahun terakhir belum pernah mengalami gempa di atas magnitudo 8.

"Saya pernah melakukan studi langsung ke wilayah tersebut, bahwa Kamchatka dari segi tektonik mirip dengan kawasan pantai barat Sumatra, pantai selatan Jawa, dan utara Halmahera di Indonesia. Artinya, potensi terjadinya gempa besar sangat mungkin terjadi," ungkap Irwan.

Menurut Irwan, gempa utama yang terjadi tersebut diawali oleh gempa awal (foreshock) dengan magnitudo 7 yang terjadi lebih dari seminggu sebelumnya. Status foreshock baru dapat dipastikan jika kemudian diikuti oleh gempa utama.

"Setelah gempa utama, kita umumnya akan menghadapi gempa-gempa susulan (aftershock). Dalam beberapa kasus, gempa susulan justru bisa lebih besar, seperti yang terjadi di Lombok tahun 2018," jelasnya.

Namun kata Irwan, jika mengikuti pola umum gempa susulan di Kamchatka diperkirakan akan memiliki magnitudo yang lebih kecil. Adapun Kamchatka merupakan wilayah dengan kepadatan penduduk yang rendah sehingga diharapkan dampak kerusakan tidak signifikan. Meski demikian, potensi tsunami tetap menjadi perhatian.

Potensi Dampak ke Indonesia dan Asia Timur

"Dengan magnitudo mencapai 8,7, gempa ini berpotensi memicu guncangan kuat, khususnya di kawasan sekitar. Saya memperkirakan bahwa di bagian utara Hokkaido, Jepang, intensitas guncangan bisa mencapai skala 8 hingga 9 dalam skala intensitas gempa," paparnya.

Irwan menambahkan, hal yang lebih dikhawatirkan adalah ancaman tsunami yang bisa menjalar jauh dari pusat gempa. Ia kini terus memantau informasi dan menjalin komunikasi dengan kolega di Jepang. 

Di pantai utara Tohoku, ketinggian tsunami sudah mencapai 60 cm, sementara di bagian selatan sekitar 40-50 cm. Berdasarkan kecepatan rambat gelombang tsunami, Irwan memperkirakan bahwa jika tsunami menjalar hingga ke wilayah Indonesia, gelombang tersebut bisa tiba dalam waktu 8-10 jam setelah gempa terjadi.

Jepang Jadi Contoh Mitigasi dan Sistem Peringatan Dini

Menanggapi respons Jepang terhadap peristiwa ini, Irwan menekankan pentingnya sistem peringatan dini yang telah dikembangkan negara tersebut. Jepang memberikan contoh baik dalam pengembangan sistem peringatan dini gempa bumi dan tsunami, yang tidak hanya berbasis pada model perhitungan, tetapi juga pada pengamatan langsung.

"Jepang memiliki sensor berdasarkan pressure yang bisa mendeteksi tsunami sebelum sampai ke garis pantai. Di pantai pun mereka memiliki sensor tambahan, misalnya berbasiskan pada pengamatan pasut, dan itu memberikan warning jauh lebih akurat bagi masyarakat di sekitar pesisir," paparnya.

Irwan berharap sistem peringatan dini gempa dan tsunami di Jepang dapat menjadi model bagi Indonesia dalam memperkuat mitigasi bencana, khususnya di kawasan rawan gempa dan tsunami. (AN/E-4)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri yuliani
Berita Lainnya

Bisnis

Wisata
Kuliner