Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Bangun Kompetensi di Dunia Ligthing, Pecahin Buka Kelas di ISBI Bandung

Naviandri
13/1/2025 19:12
Bangun Kompetensi di Dunia Ligthing, Pecahin Buka Kelas di ISBI Bandung
Pecahin kembali menghadirkan kelas Pecahin edisi 2 di ISBI.(MI/NAVIANDRI)

PROFESI penata cahaya atau lighting di dunia pertunjukan diprediksi bakal menjadi industri raksasa. Pasalnya, belum banyak sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni di bidang ini.

Karena itu, Komunitas Penata Cahaya Indonesia (Pecahin) kembali menghadirkan Kelas Pecahin Edisi 2 di Gedung Kesenian Sunan Ambu Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Kota Bandung, Jawa Barat.

Workshop berlangsung selama empat hari, mulai 13 hingga 16 Januari 2025, menghadirkan dua narasumber utama, Iwan Hutapea, seorang penata cahaya senior dengan pengalaman lebih dari dua dekade, serta Johan Didik, profesional di bidang tata cahaya dan seni pertunjukan.

Pecahin adalah sebuah komunitas para pelaku seni yang bergerak di bidang tata Cahaya. Lembaga ini berdiri sejak 14 Juni 2017.

Berawal dari kegelisahan Donie DeBirkud dan Iwan Huapea, yang ingin
mengumpulkan para pekerja penata Cahaya khususnya yang sering bergerak di dunia hiburan dalam suatu wadah yang bisa berbagi ilmu, pengalaman dan networking.

Pecahin diharapkan mampu lebih memberdayakan sesama penata cahaya, terutama di  kancah internasional dan memberikan edukasi dalam suatu pertunjukan. Pecahin memperkenalkan berbagai ilmu mengenai dunia tata cahaya sambil praktek langsung kepada para peminat seni dan tata cahaya.

“Karena media yang dimiliki miliki sangat terbatas, makanya kita menggaet ISBI. Selama ini kita sering mengadakan workshop sendiri. Di sini ada peluang kerja sama dengan dunia pendidikan. ISBI memiliki mata kuliah Mata Cahaya, sehingga kolaborasi ini sangat positif yang bisa kita tularkan kepada pelaku tata cahaya, baik mahasiswa dan masyarakat umum,” tutur Iwan, Senin (13/1).

Menuru dia, ada ketidakcocokan antara suplay dan demand. Beberapa tahun lalu, dunia even sangat berkembang, banyak acara ditambah budaya yang beragam. Setiap pertunjukan tentu membutuhkan tata cahaya, namun suplai tenaga kerjanya sangat terbatas. Fasilitas pendidikan menuju ke sana hampir tidak ada, sehingga tenaga kerja sangat kurang.

“Pada era 70-an, institut seni menjadi acuan. Banyak penata cahaya dari mancanegara belajar ke Indonesia. Salah satunya di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta. Setelah itu, di kita antara stag tidak berkembang, malah makin berkurang,” ungkap Iwan.

Hal sama juga dikatakan Johan Didik, bahwa 10-20 tahun lalu, Indonesia sangat tertinggal, karena berbagai hal. Salah satunya terkait barang masuk. Lalu pada 5-10 tahun terakhir cukup signifikan, saat barang dan akses teknologi sangat mudah ke Indonesia.

Wakil Rektor II ISBI Neneng Yanti menyatakan, ISBI sangat beruntung
mendapat kerja sama ini. “Dengan workshop ini bisa mendorong universitas di Bandung khususnya, bisa mendorong ekosistem,” ujarnya.

Worskhop diikuti 90 peserta dari Bandung dan kota lain di Indonesia.

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Sugeng
Berita Lainnya

Bisnis

Wisata
Kuliner