Headline
Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.
JELANG pelaksanaan pemilu legislatif dan pemilihan presiden-wakil presiden pada 14 Februari 2024, Ketua Umum Forum Ummat Bersatu (Fourbes) Ahmad Muhajir Sodruddin menyerukan Presiden Jokowi dan jajaran pemerintah, serta KPU dan Bawaslu selaku penyelenggara pemilu untuk secara tegas mengambil posisi netral.
"Hal yang paling utama adalah Presiden dan para menteri yang terlibat sebagai tim sukses agar menjaga dan memelihara etika sekalipun mereka punya hak untuk.mendukung pasangan calon (paslon) tertentu yang didukung," kata Muhajir dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (8/2/2024).
Ia berharap suara kegalauan yang disampaikan forum guru besar dan sivitas akademisi dari sejumlah perguruan tinggi di Tanah Air terkait proses demokrasi yang tengah berlangsung hendaknya dijadikan sebagai alarm.
Baca juga : Sivitas Akademika Unsoed Desak Jokowi Utamakan Kepentingan Negara
"Alarm untuk mengembalikan pelaksanaan penyelenggaraan pemilu secara demokratis dengan mengedepankan etika sebagai penyelenggara negara," ucap Muhajir.
Aktivis PP Muhammadyah itu mengingatkan, bahwa pesan yang disampaikan berbagai pihak termasuk tokoh masyarakat adalah bentuk kecintaan terhadap Indonesia dalam rangka menyelamatkan demokrasi dan memperkuat demokrasi sekarang dan ke depan.
"Yang kita hadapi hari ini bukan saja siapa yang akan terpilih tetapi bagaimana proses pemilihan Presiden dan Wapres itu bisa berlangsung dengan adil dan kredibel karena trust dari publik itu penting," tutur Muhajir.
Baca juga : Forum Dosen Unri Keluarkan Maklumat Menjaga Marwah Demokrasi Indonesia
Proses juga penting
Lebih lanjut Ketua Umum Fourbes Muhajir Sodruddin meminta agar pemerintah, khususnya agar menjaga kesejukan dan iklim demokrasi yang kondusif.
Presiden jangan mewariskan luka yang mendalam kepada publik, dengan perlakuan khusus, ada yang diberi kesempatan, ada yang aksesnya dihalangi.
Baca juga : Guru Besar dan Dosen Unhas Minta Presiden Jokowi Berada di Koridor Demokrasi yang Benar
"Ini bentuk ketidakadilan yang sungguh menyakitkan hati bagi masyarakat pemilih," tegas Muhajir seraya mengingatkan, bahwa demokrasi itu bukan saja hasil akhir tetapi juga bagaimana proses itu dihargai.
Ia menunjuk contoh di negara-negara maju memang ada perdebatan antar gagasan, program dan sebagainya. Tetapi penghargaan terhadap proses demokrasi itu sangat tinggi.
"Inilah yang kita hadapi hari-hari yang akan datang. Jangan mengulangi lagi kejadian Pemilu 2019 yang penuh dengan intrik dsb," kata Muhajir.
Baca juga : Pembuktian Netralitas Jokowi Jangan Sekadar Omongan, Harus Ada Aturan Tegas
Mantan anggota DPR RI menyindir tertentu paslon yang pernah merasakan kekalahan yang menyakitkan semestinya ikut merasakan bagaimana kepedihan paslon-paslon yang tidak mendapatkan dukungan dari pemerintah.
Karena itu, Muhajir berharap rasa keadilan itu dikedepankan.
"Sebagai penyelenggara negara harus menegakkan etika, karena etika itu adalah bagian dari pengejawantahan rasa keadilan, dan rasa ketidakberpihakan kepada salah satu paslon," tutur Muhajir.
Baca juga : Bawaslu, Jangan Jegal Hak Rakyat untuk Kenal Gagasan Kandidat
Menurut Muhajir, publik hari ini menjadi terkotak-kotak bukan karena ada persaingan gagasan tetapi karena adanya bentuk rasa ketidakadilan yang ditunjukkan oleh penyelenggara negara dan juga penyelenggara pemilu. (S-4)
Baca juga : Presiden Diminta Tinjau Ulang Kepres Pembentukan Tim Seleksi KPU dan Bawaslu
KETUA DPR RI Puan Maharani menyinggung soal munculnya fenomena Negara Konoha, Indonesia Gelap, hingga bendera One Piece dalam kehidupan berdemokrasi saat sidang tahunan MPR
GEJALA kemunduran demokrasi di Indonesia dinilai semakin nyata dan mengkhawatirkan. Tanda menguatnya pola kekuasaan ala Orde Baru berpotensi menyeret ke otoritarianisme
Kritik masyarakat, termasuk melalui pengibaran bendera One Piece, sepatutnya dianggap sebagai bentuk kontrol publik terhadap pemerintah
SEKJEN Partai Gerindra Sugiono merespons usulan gubernur dipilih oleh pemerintah pusat.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXI/2023 tentang pemisahan pemilu nasional dan lokal seperti kotak pandora.
Ketika masyarakat adat ditinggalkan dan tidak diakui, demokrasi akan menurun
Pemerintah daerah agar memastikan pembentukan Satgas Ormas di seluruh kabupaten/kota dan rutin mengevaluasi kinerjanya.
Tim Unit Ranmor dan Tim Opsnal Unit Reskrim Polsek Bantar Gebang menangkap kedua pelaku pada 19 Juli 2025
Rakornas ini sebagai bagian dari rangkaian menuju Musyawarah Besar (Mubes) Ormas MKGR 2025 yang akan diselenggarakan di Jakarta, pada 29–31 Agustus mendatang.
Kemendagri membenarkan adanya aturan yang melarang organisasi masyarakat (ormas) untuk mengenakan seragam yang menyerupai TNI atau Polri.
Para pelaku dijerat dengan Pasal 368 KUHP terkait pemerasan, dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara.
SOSIOLOG Universitas Nasional (Unas) Nia Elvina mengatakan pemerintah perlu mengevaluasi kembali keberadaan organisasi masyarakat (ormas) yang ada saat ini.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved