Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
PENELITI Indonesia Corruption Watch (ICW) Seira Tamara mengungkapkan, dari 103 pasangan calon (paslon) pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024, rata-rata menerima dana sumbangan untuk kampanye sebesar Rp3,8 miliar.
“Pada pelaporan dana kampanye, rata-rata penerimaan sumbangan pasangan calon yang tercatat dan dipublikasikan dalam portal KPU hanya sebesar Rp3,8 miliar. Sedangkan rata-rata pengeluaran selama kegiatan kampanye dari 103 pasangan calon adalah sebesar Rp1,4 miliar,” ujarnya dalam keterangan resmi pada Jumat (13/12).
Seira mencatat bahwa sejumlah dana tersebut berasal dari empat sumber yakni partai politik, paslon itu sendiri, individual perseorangan, dan badan swasta. Disebutkan bahwa ICW telah menghimpun data berdasarkan situs KPU yang mengunggah laporan akhir dana kampanye (LADK) tiap paslon.
Menurut Seira, nilai tersebut sangat jauh dari kisaran besaran biaya untuk pencalonan diri sebagai kepala daerah khususnya pada 2020. Selain itu, kata Seira, KPK sudah pernah mengeluarkan taksiran biaya lebih dari Rp20 miliar.
“Sebanyak 67 dari 103 pasangan calon juga terpantau masih mengandalkan sumbangan dari dirinya sendiri,” ungkapnya.
Lebih lanjut, menjelaskan bahwa jenis-jenis sumber sumbangan pasangan calon menjadi salah satu kritik ICW karena portal milik KPU tidak aksesibel dan tidak cukup transparan dalam memberikan gambaran kepada publik, khususnya terkait penerimaan dan penggunaan dana kampanye oleh masing-masing pasangan calon.
“Dari 103, ada 33 pasangan calon mencatatkan pengeluarannya sebesar Rp 0. Data ini diambil dari penelusuran ICW selama 18–21 November 2024 yang mana hanya kurang enam hari menuju pemilihan,” jelas Seira.
Seira menilai dari total 75 hari masa kampanye berjalan dan adanya 6 hari tersisa, tidak mungkin apabila pasangan calon sama sekali belum melakukan kegiatan kampanye. Hal ini kata dia, mengindikasikan bagaimana pelaporan dana kampanye dilakukan.
“Informasi yang disajikan KPU jika tidak membantu pemantauan dan pengawasan dari masyarakat sipil. Kami menduga pelaporan yang dilakukan pasangan calon tidak dilakukan secara jujur, tidak mencerminkan biaya dan ongkos politik yang sebenarnya, baik yang mereka keluarkan untuk kampanye maupun yang mereka terima,” tegasnya.
Selain itu, Seira menuturkan bahwa ketidakcakapan KPU dalam menyediakan informasi pelaporan dana kampanye melalui portalnya sudah memberikan celah yang besar terhadap masuknya sumbangan gelap ke dalam proses pendanaan kampanye Pilkada Serentak 2024.
“Kami menemukan adanya dugaan penyalahgunaan sumber daya negara dalam kampanye salah satu pasangan calon di Jakarta Timur di mana memobilisasi warga yang terdaftar sebagai penerima Program Indonesia Pintar (PIP). Dalam kegiatan tersebut, disampaikan bahwa warga yang tidak menghadiri kegiatan ini berpotensi dicoret namanya dari daftar penerima PIP. ” katanya.
Dari pantauan tersebut, ada banyak cara dan upaya yang dilakukan pasangan calon untuk mengakali regulasi berkaitan dengan politik uang. Menurut Seira, pasangan calon mengakali regulasi tersebut dengan cara memberikan sesuatu tidak secara cuma-cuma namun melalui mekanisme tebus murah.
“Warga diminta membayar sekitar Rp5.000 agar mendapatkan voucher yang dapat ditukarkan dengan bahan pokok, seperti minyak goreng dan beras. Selain uang tebusan tersebut, kami juga menemukan warga diminta untuk memberikan fotocopy KTP,” katanya.
“Pasangan calon punya upaya untuk menyamarkan seolah-olah sembako tersebut tidak diberikan secara cuma-cuma, melainkan diberikan kepada warga sebagai bagian dari transaksi jual beli dengan harga yang dijual sangat murah,” lanjut Seira.
Selain tebus murah, ditemukan juga pemberian barang mahal, seperti ibadah umroh dan sepeda motor listrik dalam pelaksanaan kegiatan kampanye di Pilkada Jakarta Jakarta. Ada juga pemberian layanan kesehatan yang dapat diikuti warga.
“Selain upaya mengakali politik uang, ada juga pemberian uang tunai secara langsung dengan dalih sebagai penggantian transportasi. Di mana kita ketahui bahwa regulasi secara jelas telah mengatur penggantian transportasi atau konsumsi tidak dapat diberikan melalui uang tunai,” ungkap Seira.
Sehingga kata Seira, distribusi uang tunai dalam bentuk apapun selama masa kampanye, patut diduga sebagai politik uang dan hal ini masih kita temukan pada saat pemantauan di kegiatan kampanye tiga pasangan calon kepala daerah Jakarta.
Dari banyaknya catatan dan temuan berkaitan dengan informasi dana kampanye dan kegiatan kampanye itu dilakukan, ICW menilai Pilkada 2024 tidak dilaksanakan dengan spirit untuk memperbaiki tingginya angka korupsi di kepala daerah.
“Maraknya praktik politik uang selama kegiatan kampanye di pilkada dan bagaimana tertutupnya akses publik terhadap informasi dana kampanye akan menjadi sebuah kombinasi yang sangat paten yang dapat memperparah terjadinya korupsi politik,” tutur Seira.
ICW mendorong para penyelenggara pemilu dan pengambil kebijakan di bidang kepemiluan untuk melaksanakan, menyusun, menyiapkan, dan mengimplementasikan rangkaian-rangkaian tahapan pilkada sebagai suatu proses demokratis yang dapat mengunci atau mengurangi celah-celah korupsi. (Dev/M-3)
Batasan dana kampanye diperketat agar tidak ada dominasi kandidat dengan modal besar,
Anggota Bawaslu Bali, I Wayan Wirka mengingatkan kepada para pasangan calon yang berkontestasi di Pilkada bahwa pelanggaran dana kampanye memiliki konsekuensi hukum.
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) Kota Tegal, Jawa Tengah, mengingatkan agar tiap pasangan calon (paslon) kepala daerah di Pilkada 2024 mematuhi aturan kampanye maupun aturan tentang dana kampanye.
Dana kampanye Pilkada 2024 pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur tertinggi di tingkat Provinsi Sulawesi Tenggara mencapai Rp1 miliar.
Kedua pasangan calon tersebut telah menyampaikan laporan awal dana kampanye (LADK) ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Tengah.
ICW menanggapi sejumlah pernyataan Mantan Mendikbud-Ristek, Nadiem Makarim terkait dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook.
Nadiem Makarim menanggapi temuan ICW terkait penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik dalam pengadaan laptop Chromebook
ICW juga menemukan bahwa rencana pengadaan laptop tidak tersedia dalam aplikasi Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP).
Pelaporan LHKPN adalah wujud transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan negara
ICW menilai sewa jet pribadi oleh Komisi Pemilihan Umum atau KPU tidak menunjukkan kualitas yang baik dari penyelenggaraan pemilihan umum.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved