Headline

Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.

Dianggap Cacat Hukum, Warga Tolak Konstatering di Kawasan Punclut Lembang

Depi Gunawan
26/8/2025 17:26
Dianggap Cacat Hukum, Warga Tolak Konstatering di Kawasan Punclut Lembang
Sejumlah warga berkumpul untuk menolak Konstatering lahan di kawasan Punclut Lembang(MI/DEPI GUNAWAN)

KONSTATERING atau pencocokan data sebelum eksekusi di kawasan Punclut Desa Pagerwangi, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, berlangsung alot, Selasa (26/8).

Pencocokan lahan yang dilakukan juru sita dari Pengadilan Negeri (PN) Bale Bandung itu mendapat penolakan warga atau pihak termohon karena dianggap dilakukan secara mendadak dan tanpa didampingi kuasa hukum.

Akhinya Konstatering batal dilaksanakan karena adanya keberatan dari warga. Setelah kedua belah pihak berdiskusi, termohon membuat surat permohonan untuk menunda eksekusi yang ditandatangani 20 warga yang dilayangkan kepada pihak pengadilan.

"Hari ini PN akan melakukan penelitian terkait objek eksekusi yang sesuai putusan yang diklaim pihak pemohon PT DAM Utama Sakti. Kami keberatan karena dari pihak pengadilan tidak ada surat pemberitahuan kepada kami sebagai termohon," kata Ketua Pembina Masyarakat Penggarap, Dedi Herliadi.

Dia mempertanyakan legitimasi PT Dam Utama Sakti Prima yang mengklaim sebagai pemilik sah lahan tersebut. Pasalnya, berdasarkan dokumen yang diketahuinya, pengembang real estate itu hanya bisa menunjukkan surat over garap tertanggal 2002.

"Tidak ada sertifikat hak guna bangunan atau hak guna usaha, hanya surat over garap saja, ini sangat lemah. Apalagi objek yang disengketakan adalah tanah negara yang menurut pedoman Mahkamah Agung tidak bisa dieksekusi alias non-eksekutabel," ucapnya.

Meski demikian, Dedu mengakui, proses hukum sengketa tanah yang telah berlangsung puluhan tahun itu telah inkrah hingga ke tingkat peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung.

"Kami objektif saja. Dalam putusan masyarakat kalah. Tetapi yang kami persoalkan, ini tanah negara. Kalau tanah negara, tidak bisa dieksekusi. Itu prinsip hukumnya," tuturnya.


Puluhan tahun


Engkus Kusnadi, 65, salah seorang warga mengaku sudah menempati lahan sejak 1979. Awalnya ia memanfaatkan lahan dengan menanam berbagai jenis hasil pertanian.

"Dulu bertani palawija, seperti tomat, cabai, kol. Sekarang sebagian lahan dipakai orang juga, tapi ada 1.200 meter yang masih saya garap," ungkapnya.

Seiring waktu, dia lalu membangun warung kecil untuk menopang ekonomi keluarga. Dari hasil bertani dan warung, ia mampu menyekolahkan anak-anaknya hingga ke perguruan tinggi.

"Alhamdulillah, dari tanah ini anak-anak bisa disekolahkan hingga kuliah," ujar Engkus.

Sementara itu, demi mempertahankan lahannya, warga mengaku pernah mendapat teror berupa intimidasi beberapa tahun lalu. Mereka dipaksa menandatangani surat agar mengosongkan lahannya karena diklaim milik PT DAM Utama Sakti Prima.

"Waktu dulu bilangnya bukan PT DAM, semua pengurus di sana bilangnya pandam, bukan PT DAM, kepeleset. Kita cenderung ketakutan kebetulan lahan sering digunakan latihan militer Secapa AD," tandasnya.

Objek tanah yang disengketakan berada di wilayah RW 07 Kampung Pagermaneuh dan RW 12 Kampung Sukasari Desa Pagerwangi.

Saat ini di atas tanah tersebut telah berdiri warung makan, rumah hunian dan dijadikan lahan pertanian yang dikuasai warga sejak puluhan tahun lalu.

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Sugeng
Berita Lainnya

Bisnis

Wisata
Kuliner