Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

RSUD Dr Soekardjo Berutang Rp20 Miliar, Distributor Berhenti Memasok Obat

Kristiadi
05/1/2025 17:34
RSUD Dr Soekardjo Berutang Rp20 Miliar, Distributor Berhenti Memasok Obat
Direktur Utama RSUD Dr Soekardjo, Kota Tasikmalaya, Budi Tirmadi, masih akan menunggu tunggakan piutang yang belum dibayar oleh pemerintah daerah yang berdampak pada berhentinya pengiriman obat kebutuhan pasien rumah sakit.(MI/Kristiadi)

RUMAH Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Soekardjo, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, memiliki beban berat sebagai rumah sakit rujukan di wilayah Priangan Timur. Beban berat tersebut, karena para distributor obat sudah lama tidak lagi memasok kebutuhan RS dan banyak pasien terpaksa harus membeli obat dari luar rumah sakit.

Direktur Utama RSUD Dr Soekardjo, Kota Tasikmalaya, Budi Tirmadi, mengatakan pengiriman obat yang dilakukan oleh para distributor sudah terhenti selama 6 bulan sehingga mereka terpaksa membeli dari luar rumah sakit. Kejadian ini disebabkan RSUD tersebut memiliki tunggakan pembayaran ke 85% distributor obat sebesar Rp20 miliar.


"RSUD Dr Soekardjo memiliki beban berat dan persoalan ini membuat banyak pasien rawat inap termasuk berobat jalan terpaksa harus membeli obat dari luar rumah sakit. Karena, distributor obat yang menjadi mitra rumah sakit tidak lagi memasok kebutuhan sebelum tunggakan piutang itu dibayarkan," katanya, Minggu (5/1).

Ia mengatakan, tunggakan pembayaran Rp20 miliar ke distributor itu tercatat untuk pembelian obat hingga akhir tahun 2024.

Stok obat di RSUD Dr Soekardjo pum semakin menipis. Sementara itu, jumlah pasien semakin menurun.

"Pemerintah Kota Tasikmalaya memiliki piutang ke RSUD Dr Soekardjo sebesar Rp5 miliar, Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya Rp12,5 miliar, utang pemerintah pusat Rp600 juta, dan utang pasien perorangan yang akumulasi sejak 2006 hingga 2024 sebesar Rp4 miliar lebih. Akibat banyaknya piutang itu, manajemen terpaksa harus menghentikan 65 orang pegawai untuk mengurangi beban keuangan," ujarnya.

Menurutnya, kebutuhan dalam pelayanan rumah sakit khususnya para pasien yang menjalani perawatan dan pengobatan bisa ditutupi oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Namun, masih ada beban pegawai non-ASN yang harus dibayar sebesar Rp2,5 juta per bulan untuk kebutuhan beberapa iuran seperti BPJS kesehatan dan Ketenagakerjaan. "Untuk pasokan obat-obatan di dalam RS bekerja sama dengan pihak ketiga, tetapi saat ini pasokannya sudah menipis dan ada beberapa obat untuk menjalani operasi pembedahan, operasi dan lainnya saat ini tidak ada pengiriman hingga stok obat bius kondisinya menipis dan tentu sekarang menunggu dana tersebut," paparnya. (AD/J-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri yuliani
Berita Lainnya

Bisnis

Wisata
Kuliner