Headline
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
KOMISI Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkapkan sejumlah temuan terkait kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan eks Kapolres Ngada AKB Fajar Lukman Widyadharma Sumaatmaja.
Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM Uli Parulian Sihombing, menjelaskan pihaknya menaruh perhatian pada dugaan tindak pidana kekerasan seksual dan eksploitasi anak yang dilakukan oleh Fajar terhadap 3 anak di kota Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Setelah melakukan pendalaman, Uli mengatakan pihaknya mengetahui Fajar pertama kali memesan jasa layanan kencan dari F, seorang perempuan berusia 20 tahun sekitar Februari 2024.
Pemesanan kencan tersebut dilakukan melalui perantara seorang perempuan berinisial IK yang diduga telah beberapa kali menyediakan jasa layanan kencan terhadap Fajar di Kota Kupang.
"Setelah layanan kencan yang pertama di bulan Februari 2024, Fajar kembali memesan layanan kencan terhadap F, sebenarnya tiga kali selama 2024," kata Uli, melalui keterangannya, Kamis (27/3).
Uli mengatakan pada awal Juni 2024, Fajar meminta kepada F agar dibawakan seorang anak perempuan yang berusia balita. Fajar beralasan menyukai dan menyayangi anak kecil dan ingin merasakan bermain serta mengasuh anak perempuan karena yang bersangkutan tidak memiliki anak perempuan. Permintaan ini kemudian disanggupi oleh F dan keduanya bertemu di sebuah hotel di kota Kupang.
Wakil Ketua Bidang Internal Komnas HAM Pramono Ubaid Tanthowi melanjutkan bahwa pada 11 Juni 2024 Fajar memesan dua kamar di hotel tersebut, masing-masing untuk Fajar dan F. Adapun kamar Fajar merupakan tipe kamar terbaik dengan harga sewa Rp1,5 juta per malam.
Lalu, pada 11 Juni 2024, F mengajak korban anak berusia 5 tahun untuk jalan-jalan sore, makan di sebuah restoran cepat saji dan bermain di tempat bermain berbayar di salah satu pusat perbelanjaan di kota Kupang. Setelah makan dan bermain, F membawa korban ke hotel yang telah dipesan oleh Fajar.
"Ketika Saudari F bertemu dengan Fajar di kamar hotel tersebut, F menyampaikan kepada Fajar agar tidak melakukan tindakan berlebihan kepada anak berusia 6 tahun karena masih terlalu kecil," kata Pramono.
Pramono mengatakan peristiwa tindak pidana kekerasan seksual dan eksploitasi terhadap korban anak berusia 6 tahun diduga kuat terjadi pada saat F pergi keluar kamar dan meninggalkan korban anak berusia 6 tahun hanya berdua dengan Fajar di dalam kamar hotel.
Sedangkan, terkait peristiwa tindak pidana kekerasan seksual terhadap korban anak berusia 16 tahun, Fajar berkenalan dengan korban melalui aplikasi kencan. Korban merupakan anak putus sekolah dan berasal dari keluarga kurang mampu dengan kondisi latar belakang keluarga yang tidak harmonis. Korban juga tidak mendapatkan pengasuhan yang baik dan kasih sayang emadai baik dari kedua orang tua maupun keluarga.
Setelah mendapatkan jasa layanan kencan dari korban di sebuah hotel di kota Kupang, Fajar meminta kepada korban agar diperkenalkan dengan anak remaja perempuan lainnya. Korban lalu memperkenalkan Fajar dengan korban berusia 13 tahun yang merupakan saudari sepupunya.
"Senasib dengan korban anak berusia 16 tahun, korban anak berusia 13 tahun juga berasal dari keluarga dengan latar belakang ekonomi kurang dan kondisi keluarga yang tidak harmonis. Korban berusia 13 tahun melarikan diri dari tempat tinggalnya karena sering mengalami kekerasan dari ayahnya dan tidak pernah mendapatkan pengasuhan yang baik sejak kecil," katanya.
Pramono mengatakan tindak pidana kekerasan seksual terhadap korban anak berusia 16 tahun dan 13 tahun dilakukan di hotel yang berbeda di kota Kupang.
"Secara umum, ketiga korban berada dalam keadaan sehat meski secara psikologis mengalami tekanan dan trauma akibat peristiwa yang menimpa mereka," katanya.
Komnas HAM meminta Polri agar melaksanakan proses hukum secara profesional, transparan, akuntabel, yang berkeadilan bagi korban terhadap tiga korban tindak pidana kekerasan seksual dan eksploitasi anak oleh Fajar dan F, di antaranya dengan mengungkap peran penting IK selaku perantara jasa layanan kencan dan perantara lainnya yang belum terungkap. (Faj/P-2)
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mendorong dilakukan pencegahan terhadap terjadinya tindak kekerasan kepada anak secara berulang atau reviktimasi.
Komnas Perempuan menyoroti praktik penyiksaan seksual yang melibatkan aparat penegak hukum. Laporan tahunan lembaga tersebut mencatat setidaknya ada 13 kasus penyiksaan seksual di 2024
Langkah itu, kata dia, juga bentuk keseriusan Polri dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan yang yang cenderung meningkat secara sistematis.
Masyarakat saat ini telah diberikan sarana jika memang merasa mengalami kerugian dari setiap perkara yang sedang ditangani.
Menteri PPPA Arifah Fauzimengecam kekerasan seksual yang dialami seorang perempuan (MML) oleh oknum anggota Polisi (Aipda PS) di Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT.
PEMBENAHAN mutlak diperlukan di sejumlah sektor untuk mendorong efektivitas penerapan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Pelanggaran terhadap hak asasi manusia serta buruknya pelayanan kepolisian kepada masyarakat merupakan fakta yang dirasakan publik.
Komnas HAM mencatat bahwa institusi Polri menjadi institusi yang paling banyak diadukan dalam dugaan praktik penyiksaan sepanjang periode 2020 hingga 2024.
Hasil rekomendasi Komnas HAM sudah diterima oleh Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej pada Jumat (20/6).
Komnas HAMĀ juga melakukan kajian yang mengungkap bahwa PRT masih hidup tanpa kepastian kerja, perlindungan hukum, dan jaminan kerja yang manusiawi.
Komnas HAM mendesak DPR RI dan pemerintah selaku pembentuk undang-undang segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT)
KOMISI Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menegaskan pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon soal pemerkosaan massal Mei 1998 tidak tepat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved