Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

NasDem Kritisi KPU yang Perbolehkan Anggota DPR tidak Mundur jika Maju Pilkada

Yakub Pryatama Wijayaatmaja
13/5/2024 17:15
NasDem Kritisi KPU yang Perbolehkan Anggota DPR tidak Mundur jika Maju Pilkada
Ilustrasi: sejumlah personel kepolisian melakukan pengamanan di depan Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU)(ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

KETUA DPP Partai NasDem Bidang Hubungan Legislatif Atang Irawan beri catatan kritis soal kebijakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang perbolehkan anggota DPR RI tak mundur jika maju Pilkada Serentak 2024.

Diketahui, Ketua KPU Hasyim Asyari menyatakan caleg terpilih DPR tak perlu mundur jika maju di Pilkada 2024. Yang wajib mundur adalah Anggota DPR terpilih menjadi kepala daerah.

Hasyim mendasari pernyataannya lewat pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 12/PUU-XXII/2024. KPU diminta mempersyaratkan caleg terpilih yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah untuk membuat surat pernyataan bahwa ia bersedia mundur jika telah dilantik secara resmi menjadi anggota dewan.

Baca juga : Caleg Terpilih Bisa Dilantik Susulan Jika Ikut Pilkada, Pakar: Inkonstitusional

“Jika berkaca pada Pertimbangan Putusan MK No 12/PUU-XXII/2024 tidak ada kewajiban mundur karena status calon anggota DPR, anggota DPD dan anggota DPRD yang terpilih sesungguhnya belum melekat hak dan kewajiban konstitusional yang berpotensi dapat disalahgunakan oleh calon anggota DPR, anggota DPD dan anggota DPRD yang bersangkutan,” ujar Atang, Senin (13/5/24)

“Apalagi jika melihat selisih waktu antara pelantikan Anggota DPR/DPD/DPRD dengan pelaksanaan pemilihan kepala daerah sehingga belum relevan untuk memberlakukan syarat pengunduran diri,” tambah Atang.

Atang menilai ada dua hal yang substantif bagi KPU untuk mengatur. Yang pertama, KPU harus mensyaratkan surat pernyataan bersedia mengundurkan diri jika telah dilantik sebagai kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah bagi calon anggota DPR, DPD, dan DPRD terpilih. Hal itu lantaran secara substantif tidak diperbolehkan oleh peraturan perundang-undangan memiliki jabatan rangkap.

Baca juga : KPU dan NasDem Bantah Dalil PAN Soal Perpindahan Suara di Jateng

Kedua, calon anggota DPR, DPD, dan DPRD terpilih tidak boleh mengundurkan diri sebagai kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah, bahkan perlu juga diatur apabila mengundurkan diri maka dianggap jabatan organiknya yaitu anggota DPR, DPD, dan DPRD harus dianggap diskualifikasi.

“Meskipun dalam konteks penentuan jabatan yang dilakukan melalui official elected sangat bergantung pada kebebasan pemilih untuk menentukan pilihannya, tetapi perlu ada pembatasan agar tidak terjadi penyelundupan hukum yang berakibat pada disorientasi terhadap demokratisasi, maka itulah pentingnya saksi diskualifikasi tersebut,” papar Atang.

Lebih lanjut, Atang memaklumi kondisi irisan norma terkait dengan mundur atau tidaknya calon anggota DPR/DPD/DPRD dalam kontestasi pilkada dikarenakan perumus UU pada saat menormalkan Pasal 7 ayat (2) huruf s UU 10/2016 belum mempertimbangkan pelaksanaan pemilu legislatif dan pilkada yang dilaksanakan secara serentak pada tahun 2024.

Baca juga : Ini Beberapa Hal yang Perlu Dibenahi dari Sistem Pemilu Berdasarkan Dissenting Opinion Hakim Konstitusi

Menurut Atang, agar tidak terjadi irisan norma yang tidak bersesuaian satu sama lain dalam UU Pilkada, sebaiknya KPU memberikan usulan kepada lembaga yang berwenang melantik Anggota DPR/DPD/DPRD, untuk memundurkan waktu pelantikannya setelah pelaksanaan sengketa PHPU di Mahkamah Konstitusi:

“Karena terkait dengan pelantikan Anggota DPR/DPD/DPRD tidak diwajibkan harus dilaksanakan secara bersamaan,” tutur Atang.

Sebab, Atang berpendapat, irisan norma dalam UU PIlkada terkait dengan hanya mengatur kewajiban mundur bagi anggota legislatif aktif.

Baca juga : Jelang Keputusan PHPU, NasDem Harap MK Tunjukkan Kelasnya

Sedangkan penetapan sebagai pasangan calon kepala daerah sudah ditetapkan terlebih dahulu sebelum adanya pelantikan sebagai anggota legislatif, perlu menjadi pertimbangan dalam evalusai dan penyempurnaan peraturan perundang-undangan terkait dengan Pemilihan Umum.

Atang menerangkan meski tidak ada kewajiban mundur bagi Calon Anggota DPR/DPD/DPRD dalam pendaftaran sebagai calon kepala daerah atau wakil kepala daerah, namun partai yang mengusung calon kepala daerah atau wakil kepala daerah dapat memberlakukan kebijakan atau peraturan internal partainya.

“Agar mundur dari calon anggota DPR atau DPRD terpilih,” tandasnya. (Ykb/Z-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya