Headline

Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Perludem Kantongi Peta Konflik Kepentingan PHP Pilkada

Devi Harahap
26/12/2024 13:05
Perludem Kantongi Peta Konflik Kepentingan PHP Pilkada
Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta.(Antara)

MAHKAMAH Konstitusi (MK) telah menerima setidaknya 312 permohonan sengketa hasil pemilihan kepala daerah atau pilkada (PHP-kada). Dari 312 gugatan sengketa pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK), 17 di antaranya diajukan oleh masyarakat dan delapan lainnya oleh pemantau pemilu. 

Peneliti Perludem Haykal mengatakan terkait dengan bentuk pelanggaran yang digugat ke MK, Perludem belum bisa memaparkan karena saat ini dokumen permohonan belum diunggah di situs resmi MK. 

Namun, Perludem menduga kecurangan dan pelanggaran pilkada menjadi pertimbangan sejumlah pihak untuk mengajukan gugatan sengketa hasil pemilihan ke MK, sama dengan saat Pilpres 2024.

“Ada kemungkinan besar bahwa dalil-dalil yang dipermasalahkan dan diajukan kepada Mahkamah di PHPU Pilpres kemarin juga masih menghiasi dalil-dalil di masing-masing permohonan yang diajukan di PHPU Pilkada ini,” kata Haykal kepada Media Indonesia pada Kamis (26/12). 

Belum terunggahnya dokumen tersebut juga menyebabkan Perludem belum bisa melakukan pemetaan terkait potensi konflik kepentingan pada sidang PHP-kada ke depan.  

“Sampai saat ini MK belum upload atau mau nggak dokumen permohonan dari masing-masing perkara. Jadi kami belum bisa melihat secara lebih detail dalil-dalil yang disampaikan oleh pemohon,” ujarnya. 

Pada jadual yang telah ditetapkan, MK akan mulai menyelenggarakam persidangan terkait permohonan sengketa hasil pilkada pada awal Januari sampai dengan pertengahan Maret 2025. 

Saat ini, MK sedang mengecek permohonan-permohonan dari kelengkapan administrasinya. MK diberi waktu selama 1,5 bulan atau 45 hari untuk menyelesaikan seluruh sengketa hasil pilkada.

“Tentu ini menjadi perhatian karena tidak ada aturan yang baku atau berapa lama jarak antar proses pendaftaran sampai dengan sidang pertama, yang ada hanyalah jarak antara permohonan dicatatkan di dalam BRPK kemudian penyelesaiannya harus dilakukan oleh konteks MK,” ujarnya. 

Menurut Haykal, 45 hari itu bukanlah waktu panjang bagi mahkamah untuk melakukan pemeriksaan dan juga menangani perkara yang jumlahnya mungkin masih akan bertambah.

“Oleh karena itu, waktu persidangan akan menjadi salah satu titik krusial. Jangan sampai waktu yang singkat dengan jumlah perkara yang sangat banyak ini, menyebabkan MK tidak bisa memaksimalkan untuk memeriksa dan juga menggali bukti-bukti serta keterangan-keterangan yang dibutuhkan untuk memutuskan setiap perkara,” tandasnya. (Dev/I-2) 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Cahya Mulyana
Berita Lainnya