Headline

Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.

Indonesia Harus Bangun Sistem Hukum Adaptif Hadapi Potensi Sengketa Proyek Konstruksi Berskala Besar

Rahmatul Fajri
16/8/2025 13:33
Indonesia Harus Bangun Sistem Hukum Adaptif Hadapi Potensi Sengketa Proyek Konstruksi Berskala Besar
Konferensi Internasional LawAsia bertema Belt and Road Initiative & Employment Law Conference 2025.(Dok. Lawasia)

INDONESIA saat ini tengah menggeber berbagai proyek pembangunan berskala besar. Salah satunya Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCIC Whoosh) sedang dipertimbangkan pemerintah untuk diperpanjang jalurnya hingga Surabaya, dengan target meningkatkan konektivitas antarwilayah, mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, dan memperkuat jaringan logistik nasional.

MANAGING Partner Rima Baskoro & Partners, Rima Baskoro, mengatakan kereta cepat merupakan salah satu contoh proyek konstruksi berskala besar di Indonesia. Proyek tersebut merupakan salah satu wujud kerja sama strategis dengan Belt and Road Initiative (BRI) dari Tiongkok.

Rima mengatakan, proyek pembangunan berskala besar tentu membawa peluang ekonomi signifikan. Namun, di sisi lain, kompleksitas proyek lintas negara ini juga membuka potensi terjadinya sengketa.

Tiongkok sendiri telah mempersiapkan sistem penyelesaian sengketa yang terintegrasi untuk proyek-proyek BRI melalui mekanisme one-stop dispute resolution. Sistem ini menawarkan jalur arbitrase, mediasi, dan negosiasi yang dirancang untuk menangani sengketa secara cepat, efisien, dan berorientasi bisnis sehingga keberlangsungan proyek tetap terjaga.

Melihat kesiapan Tiongkok dalam mengantisipasi potensi perselisihan, Rima Baskoro menekankan pentingnya Indonesia membangun sistem hukum yang adaptif. Dalam sesi Konferensi Internasional LawAsia bertema Belt and Road Initiative & Employment Law Conference 2025 di Grand Hyatt Jakarta, Rima menyampaikan bahwa penyelesaian sengketa untuk proyek konstruksi harus mempertimbangkan efektivitas dan efisiensi bisnis.

“Mediasi atau arbitrase dapat menjadi pilihan strategis untuk menyelesaikan sengketa dengan cepat, efisien, dan tetap menjaga hubungan bisnis para pihak, sekaligus memastikan kelancaran proyek konstruksi,” ujar Rima melalui keterangannya, Sabtu (16/8).

Rima yang juga merupakan Wakil Ketua Umum Young Lawyers Committee Peradi itu menambahkan, tidak seperti proses litigasi di pengadilan, mediasi dan arbitrase memberikan ruang lebih besar bagi para pihak untuk mencari titik temu.

“Dalam mediasi, kita tidak perlu menghadapi kerumitan menentukan hukum yang berlaku (governing law), karena fokusnya adalah solusi efektif yang disepakati bersama dengan bantuan mediator profesional. Kemudian dalam arbitrase, para pihak dapat menunjuk arbiter yang memahami secara mendalam seluk-beluk proyek konstruksi dan konteks sengketanya. Hal ini memastikan keputusan tidak hanya mempertimbangkan aspek hukum, tetapi juga faktor bisnis yang penting bagi semua pihak,” jelasnya.

"Efektivitas arbitrase dan mediasi, jika didukung kerangka hukum yang tepat, diyakini dapat menjadi kunci menjaga kelancaran investasi strategis dan kemitraan internasional di masa depan," pungkasnya. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya