Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Kasus Kekerasan dan Pelecehan Seksual pada Anak di Bandung Barat Meningkat

Depi Gunawan
31/1/2024 18:14
Kasus Kekerasan dan Pelecehan Seksual pada Anak di Bandung Barat Meningkat
Anak-anak menunjukkan karya seni yang mereka hasilkan(ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)

KASUS kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak dan perempuan di
Kabupaten Bandung Barat cukup memprihatinkan. Angkanya cenderung
meningkat dari tahun ke tahun.

Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Bersama (DP3P2KB) Bandung Barat mencatat, sepanjang 2023
terjadi 58 kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak dan
perempuan.

Angka tersebut naik dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 53 kasus serta lebih tinggi dari 2021 dengan laporan 51 kasus. Fenomena ini perlahan mulai terungkap seiring keberanian korban untuk melaporkan.

Baca juga : Kardinal Kanada, Penasihat Terdekat Paus, Bantah Tuduhan Pelecehan Seksual

"Pada 2023 kita mencatat ada 58 kasus, sedangkan 2022 ada 53 kasus
dan 2021 sebanyak 51 kasus. Jadi trennya memang terus naik," terang Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, DP2KBP3A Bandung Barat, Rini Haryani, Rabu (31/1).

Pada tahun lalu, ia menjelaskan, kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak merupakan kasus paling menonjol di banding kasus lainnya seperti penelantaran atau trafficking. "Jadi dari 58 laporan kasus ini, paling banyak adalah kekerasan dan pelecehan terhadap anak dengan jumlah 30 kasus," tuturnya.

Rini menyebut, rasio prevalensi kasus kekerasan dan pelecehan terhadap
perempuan dan anak di Bandung Barat dialami hampir oleh 4 orang dari
100.000 orang perempuan dan 5 orang dari 100.000 orang anak.

Baca juga : Biaya Pengobatan Korban Kecelakaan di Saguling Ditanggung Pemkab Bandung Barat

Meski begitu, dibanding rasio di tingkat nasional, kasus yang terjadi diBandung Barat bisa dibilang masih cukup rendah. Diketahui, prevalensi kasus kekerasan perempuan dan anak secara nasional dialami oleh 13 orang dari 100.000 orang perempuan, dan 18 orang dari 100.000 orang anak.

"Rasio prevalensi kasus di kita jauh lebih rendah dari pada rasio data
kekerasan di tingkat nasional," katanya.

Rini menerangkan, meningkatnya kasus kekerasan dan pelecehan seksual
tersebut tak terlepas dari keberanian korban untuk melapor sehingga tak
menjadi fenomena gunung es.

Baca juga : Kardinal Kanada Bantah Tuduhan Pelecehan Seksual dan Menangguhkan Tugasnya

Menurut dia, adanya program Gerakan Perlindungan Perempuan dan Anak
(Geprak) dari pemerintah membuat para korban atau saksi berani melapor, sehingga aparat berwajib mengusut tuntas dan memberian pendampingan hukum untuk korban.

"Kami akan memastikan bahwa para korban mendapat layanan kesehatan serta pemulihan trauma. Itu yang paling penting agar masa depannya tak
terganggu," jelasnya.

 

Baca juga : Donald Trump Harus Membayar US$83 Juta untuk Pencemaran Nama dan Pelecehan Seksual



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Sugeng
Berita Lainnya

Bisnis

Wisata
Kuliner