Headline
AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.
Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.
ADA-ADA saja dalih yang diciptakan oleh Amerika Serikat (AS) untuk menyerbu negara lain. Kali ini, negara dengan julukan ‘Paman Sam’ di bawah kepemimpinan Donald Trump itu secara terang-terangan dan terbuka menyerbu negara merdeka lainnya, Iran.
Amerika masih merasa sebagai polisi, jaksa, dan hakim dunia sehingga berhak untuk menghakimi hingga mengeksekusi negara lain. Kali ini, mereka mengerahkan pesawat pengebom dan kapal selam yang meluncurkan puluhan peluru kendali (rudal) dan bom ke Iran.
Semua itu dilakukan karena Iran dianggap menolak melucuti senjata nuklir yang mereka miliki. Pascapenyerbuan, Trump pun mengunggah klaim keberhasilan kekuatan militer Amerika menghancurkan tiga lokasi fasilitas nuklir Iran itu.
Trump juga menyebut serangan ini sebagai keberhasilan spektakuler. Padahal, sejumlah senator di AS menganggap aksi militer itu sebagai pelanggaran konstitusi karena tidak ada persetujuan dari Kongres untuk melakukannya.
Apalagi, Organisasi Energi Atom Internasional (IAEA) sebenarnya pernah melarang serbuan ke fasilitas nuklir di Iran. Hal itu karena serangan ke fasilitas nuklir dapat membahayakan manusia dan lingkungan. Melalui serangan tersebut, AS sebagai kekuatan super power dunia sama sekali tak menghargai semua kesepakatan dan aturan-aturan itu.
Yang dilakukan Trump lebih pada hasrat untuk ikut cawe-cawe bersama sekutunya, Israel, untuk menyerbu Iran. Keterlibatan AS jelas akan menjauhkan harapan terjadinya perdamaian dunia. Kutukan, seruan, dan pernyataan sikap seakan dianggap angin lalu. Jangankan kecaman, surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC) saja seakan menjadi macan ompong. Nyaring ketika dibacakan, tapi tidak berdampak apa pun.
Indonesia telah mengecam segala bentuk agresi dan mendorong agar konflik diselesaikan melalui jalur diplomatik dan hukum internasional. Di sisi praksis, pemerintah juga mulai mengevakuasi warga negara Indonesia (WNI) dari Iran.
Selain langkah jangka pendek, pemerintah juga mesti bersiap dengan langkah-langkah mitigasi mengatasi perang berkepanjangan. Perang kali ini diyakini bakal mengguncang perekonomian dunia, termasuk Indonesia.
Sektor yang perlu diwaspadai berpengaruh ke Indonesia ialah di bidang energi dan keuangan. Harga minyak, gas alam dunia, dan nilai tukar dolar AS berpeluang menggila. Apalagi, Indonesia adalah negara importir minyak. Kejayaan kita selaku negara eksportir minyak dan gas bumi (migas) tinggal sejarah. Maka, wajar bila kita mesti sangat serius mengatasi dampak buruk dari kebrutalan agresi Israel yang dipimpin Netanyahu dan Amerika di bawah komando Trump.
Ketergantungan jelas membuat Indonesia tidak bisa berkutik terhadap dinamika perekonomian global. Bila harga migas dunia melonjak, harga bahan bakar minyak di Tanah Air otomatis akan terkerek naik. Maka, konsumen BBM mesti membayar lebih mahal akibat kenaikan itu. Pula, subsidi energi juga akan membengkak. Alhasil, anggaran negara bisa jebol bila terus-terusan menghadapi situasi global yang makin liar lantaran sepak terjang dua kepala negara yang amat brutal itu.
Sudah saatnya dan seharusnya keinginan Presiden Prabowo Subianto untuk melahirkan kemandirian energi di Tanah Air tidak sekadar rencana di atas kertas. Segera praktikkan cetak biru kemandirian energi itu mulai sekarang agar di jangka menengah dan jangka panjang, negeri ini tidak selalu diombang-ambingkan situasi.
Pada saat bersamaan, akhiri praktik korupsi dan permainan mafia di sektor energi. Bila ada yang tidak sepaham dengan tekad ini dan masih ingin main-main, silakan minggir atau dipinggirkan. Selama benalu itu tetap bercokol, jangan bermimpi kemandirian energi akan tercapai.
Tatanan dunia sudah diporak-porandakan oleh orang-orang yang tidak peduli dengan konsensus dan ketenangan dunia. Mereka tetap menjual retorika menjaga perdamaian, tetapi dengan menghabisi sesama. Karena itu, negeri ini mesti memitigasi semuanya. Kita harus bersiap menghadapi tatanan dunia yang kian menggila.
PENGESAHAN Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) adalah sebuah keniscayaan.
VONIS yang baru saja dijatuhkan kepada para pelaku mafia hukum dalam perkara Ronald Tannur kian menunjukkan dewi keadilan masih jauh dari negeri ini
ESKALASI konflik antara Iran dan Israel tidak menunjukkan tanda-tanda surut.
KITA sebenarnya sudah kenyang dengan beragam upaya manipulasi oleh negara. Namun, kali ini, rasanya lebih menyesakkan.
GENAP lima bulan Paulus Tannos ditangkap lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
PEREBUTAN empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara belakangan menyesaki ruang informasi publik.
KEADILAN di negeri ini sudah menjadi komoditas yang kerap diperjualbelikan. Hukum dengan mudah dibengkokkan.
ADA petuah bijak bahwa angka tidak pernah berbohong. Dalam bahasa Inggris, petuah itu berbunyi numbers never lie.
PERILAKU koruptif lebih didorong hasrat ketamakan dalam diri pelakunya (corruption by greed) ketimbang karena kebutuhan.
SUDAH semestinya negara selalu tunduk dan taat kepada konstitusi, utamanya menjaga keselamatan rakyat dan wilayah, serta memastikan hak dasar masyarakat dipenuhi.
UPAYA memberantas korupsi di negeri ini seperti tidak ada ujungnya. Tiap rezim pemerintahan mencetuskan tekad memberantas korupsi.
PERILAKU korupsi di negeri ini sudah seperti kanker ganas. Tidak mengherankan bila publik kerap dibuat geleng-geleng kepala oleh tindakan culas sejumlah pejabat.
DI tengah kondisi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja, soliditas di antara para punggawa pemerintah sangat dibutuhkan.
DALAM semua kondisi ancaman bahaya, kepanikan dan kelengahan sama buruknya. Keduanya sama-sama membuahkan petaka karena membuat kita tak mampu mengambil langkah tepat.
PANCASILA telah menjadi titik temu semua kekuatan politik di negeri ini.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved