Headline
KPK akan telusuri pemerasan di Kemenaker sejak 2019.
HARI Tani Nasional baru saja diperingati pada 24 September 2024 lalu. Namun, jika kita bicara jujur, apa yang sesungguhnya kita peringati dari Hari Tani Nasional itu? Apa pentingnya?
Jika merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), hasil Sensus Pertanian 2023 menunjukkan tingkat pendapatan petani yang rendah dalam sepuluh tahun terakhir. Begitu pula dengan luas lahan garapan petani yang terus turun tiap tahun.
Berdasarkan catatan BPS, pendapatan rumah tangga petani dalam setahun sekitar Rp26,5 juta, yang artinya sekitar Rp2,2 juta per bulan, jauh di bawah rata-rata upah minimum regional (UMR) di banyak tempat.
Baca juga : Perlu Regulasi Larang Mudik
Fakta itu setali tiga uang dengan luas lahan pertanian yang menyusut tiap tahun akibat alih fungsi lahan. BPS mencatat, kian ke sini jumlah petani guram kian membengkak. Petani guram adalah petani dengan rata-rata lahan hanya 0,25 hektare.
Hasil Sensus Pertanian 2023 menyebutkan bahwa penguasaan lahan kurang dari 0,25 hektare atau disebut sangat guram bahkan sebanyak 40%. Adapun petani guram dengan penguasaan lahan kurang dari 0,5 hektare mencapai 62,14%. Alhasil, jumlah rumah tangga usaha pertanian (RTUP) guram menjadi 16,89 juta, naik 18,49% dari RTUP guram pada 2013 yang sebanyak 14,25 juta.
Maka, dengan hasil usaha yang teramat minim seperti itu, wajar bila banyak yang bertanya-tanya, untuk apa petani punya lahan berhektare-hektare? Mending dijual ke pengusaha properti, uangnya bisa digunakan untuk menyekolahkan anak setinggi mungkin agar nasib bisa berubah.
Baca juga : Mencegah LP dari Covid-19
Deretan fakta itu membuat kontribusi sektor agraris terhadap produk domestik bruto (PDB) terus menyusut, tinggal 12,5% di 2023. Pertumbuhan sektor pertanian dalam sepuluh tahun terakhir juga menunjukkan tanda-tanda kematian, dari 3,69% di 2019 tinggal tumbuh 1,3% di 2023.
Hal itu membuat kemampuan penyerapan tenaga kerja sektor agraris terus menciut menjadi 29,4%. Jangan terlalu berharap generasi milenial dan gen Z masih banyak yang mau bekerja di sektor pertanian.
Timpangnya kesejahteraan masyarakat petani itu tentu menjadi alarm bagi ketahanan pangan nasional. Korelasinya sangat kuat. Jika tak ada lagi masyarakat yang mau jadi petani, dari mana sumber pangan kita dapat?
Baca juga : Paket Insentif Pengganti Mudik
Bagi yang tak mau ambil pusing, tentu jawabannya ialah impor. Apalagi, Undang-Undang No 11/2020 tentang Cipta Kerja yang berkaitan dengan pangan menyebut impor adalah bagian dari upaya menjaga ketahanan pangan. Dengan dalih menjaga ketahanan pangan, keran impor pun dibuka lebar-lebar.
Padahal di aturan sebelumnya, yakni Undang-Undang No 18/2012 tentang Pangan, penyediaan pangan nasional mesti diprioritaskan dari produksi dalam negeri dan cadangan nasional. Impor pangan dapat dilakukan jika kondisi produksi dan cadangan pangan nasional tidak mampu memenuhi kebutuhan.
Perbandingan dua undang-undang itu menunjukkan negeri ini semakin jauh dari kedaulatan pangan. Sungguh tragis, negeri yang sejak zaman Majapahit terkenal sebagai negeri agraris, kini tak lagi mampu menghasilkan sendiri kebutuhan pangan untuk rakyatnya. Nyaris, semuanya bergantung pada impor, dan tentu harganya bergantung pada kemurahan hati negara eksportir.
Peringatan Hari Tani Nasional yang baru saja berlalu dapat menjadi perenungan ke mana negeri ini mau melangkah. Masalah pangan akan terus menjadi isu nasional, termasuk bagi pemerintahan mendatang, selagi negeri ini masih belum bisa lepas dari ketergantungan pada impor.
Pembukaan lahan-lahan baru bisa menjadi langkah awal dimulainya kembali upaya negeri ini balik ke rel semula, yakni sebagai negara penghasil pangan. Pembentukan ekosistem industri pertanian yang menjanjikan juga akan menjadi gula-gula bagi gen Z untuk mau terjun ke pertanian. Tanpa semua itu, tentu ketahanan apalagi kedaulatan pangan hanyalah mimpi yang tak bertepi.
DUA kasus besar yang terjadi di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) saat ini tidak bisa dianggap remeh.
PEMERINTAH mengalokasikan Rp757,8 triliun untuk anggaran pendidikan pada 2026, atau mengambil porsi 20% lebih APBN tahun depan.
SUDAH tiga kali rezim di Republik ini berganti, tetapi pengelolaan ibadah haji tidak pernah luput dari prahara korupsi.
KONSTITUSI telah menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara hukum. Salah satu prinsip yang tak bisa ditawar ialah soal kepastian hukum.
UNGKAPAN tidak ada manusia yang sempurna menyiratkan bahwa tidak ada seorang pun yang luput dari kesalahan.
BERANI mengungkap kesalahan ialah anak tangga pertama menuju perbaikan.
DELAPAN dekade sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia telah menapaki perjalanan panjang yang penuh dinamika.
BERCANDA itu tidak dilarang. Bahkan, bercanda punya banyak manfaat untuk kesehatan fisik dan mental serta mengurangi stres.
MULAI 2026, penyelenggaraan ibadah haji di Tanah Air memasuki era baru. K
BUKAN masuk penjara, malah jadi komisaris di BUMN. Begitulah nasib Silfester Matutina, seorang terpidana 1 tahun 6 bulan penjara yang sudah divonis sejak 2019 silam.
PERSOALAN sengketa wilayah Blok Ambalat antara Indonesia dan Malaysia kembali mencuat di tengah kian mesranya hubungan kedua negara.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia.
PEMERIKSAAN dua menteri dari era Presiden Joko Widodo oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi menjadi sorotan publik.
SAMA seperti perang terhadap korupsi, perang melawan narkoba di negeri ini sering dipecundangi dari dalam.
EKONOMI Indonesia melambung di tengah pesimisme yang masih menyelimuti kondisi perekonomian global maupun domestik.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved