Headline

BANGSA ini punya pengalaman sejarah sangat pahit dan traumatis perihal kekerasan massal, kerusuhan sipil, dan pelanggaran hak asasi manusia

Jalur Istimewa Silfester

12/8/2025 05:00

BUKAN masuk penjara, malah jadi komisaris di BUMN. Begitulah nasib Silfester Matutina, seorang terpidana 1 tahun 6 bulan penjara yang sudah divonis sejak 2019 silam. Nasib baik bagi Silfester, tetapi teramat buruk buat negeri ini.

Sejak divonis bersalah oleh majelis kasasi Mahkamah Agung (MA) enam tahun silam, Silfester tak pernah sedetik pun mendekam di dalam penjara. Ia bebas berkeliaran dengan status terpidana. Entah kesaktian apa yang dimilikinya, Silfester terbukti kebal hukum. Pedang hukum ternyata belum dapat menyentuhnya sampai saat ini.

Hingga kini, Kejaksaan Agung belum menjalankan putusan MA berstatus inkrah tersebut. Ketua Umum Solidaritas Merah Putih itu kini malah diangkat menjadi pejabat publik di BUMN.

Publik menilai jabatan barunya itu menjadi ucapan terima kasih atas jerih payahnya mendukung kekuasaan. Namun, bagi masyarakat, perlakuan itu dirasa bukan saja tidak pantas, melainkan sudah melanggar rasa keadilan dan substansi dari keadilan itu sendiri.

Alih-alih dieksekusi, Silfester malah diganjar kursi komisaris. Inilah luka bagi keadilan. Inilah pertunjukan telanjang, bagaimana wajah keadilan tak cuma ditampar, tapi juga dicoreng-moreng.

Sebagai negara yang sebentar lagi akan merayakan ulang tahun ke-80 kemerdekaan, Indonesia masih berkutat pada persoalan hukum yang bisa diatur. Padahal, mimpi Indonesia sebagai negara modern dan maju pada 2045 nanti bukan mimpi sembarangan. Negara modern jelas meletakkan supremasi hukum sebagai fondasinya.

Jika hukum tak sanggup tegak, mustahil semua mimpi itu bisa terwujud. Maka, perlakuan negara terhadap Silfester mesti segera diakhiri. Ingat, Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan 'Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya'.

Kita bersama-sama perlu mengingatkan agar penegak hukum tidak terjerembap di kubangan pelanggaran konstitusi. Negara dengan hukum yang dijalankan semaunya akan memicu hadirnya pengadilan jalanan. Rakyat akan membuat hukumnya sendiri karena sudah tak percaya lagi kepada hukum yang dibuat negaranya. Tentu saja hal itu amat mengerikan karena semua orang akan menegakkan hukum sesuai maunya masing-masing.

Dalam perspektif ekonomi, kepastian hukum kerap disebut sebagai mata uang kepercayaan pasar. Pedagang dan pembeli akan bertransaksi dengan aman dan nyaman karena adanya kepercayaan terhadap kepastian hukum. Jika sudah tak percaya, mereka akan pindah ke pasar lain sampai mendapatkan pasar yang lebih memberi kepastian hukum.

Maka, segera eksekusi Silfester. Jangan beri angin bagi masuknya pelanggaran hukum dan keadilan. Tunjukkan bahwa hukum tegak untuk siapa pun, di mana pun, di level apa pun.

Jangan sampai masalah yang berawal dari perkara sederhana dan mendasar, yakni kemauan politik negara menegakkan hukum, berubah menjadi malapetaka hukum yang berakibat pada preseden buruk wajah hukum kita.

 



Berita Lainnya