Headline
Penyelenggara negara tak takut lagi penegakan hukum.
TRAGEDI memilukan datang dari Sukabumi, Jawa Barat. Seorang balita berusia 4 tahun meninggal setelah menderita penyakit langka dengan tubuh dipenuhi cacing. Ia mengalami infeksi cacing gelang, juga TBC, karena pola pengasuhan dan sistem kesehatan di lingkungan rumahnya yang sangat jauh dari ideal.
Raya, nama balita tersebut, berasal dari keluarga tidak mampu alias miskin. Kedua orangtuanya diketahui juga dalam kondisi sakit. Ibunya mengalami gangguan kejiwaan, sedangkan sang ayah sudah lama menderita TBC. Karena itu, Raya lebih sering dirawat neneknya. Kebiasaan Raya bermain di kolong rumah dan mengorek-orek tanah diduga menjadi pemicu sakit cacingannya.
Tragedi yang menimpa Raya dan keluarganya tentu tak cukup direspons dan disikapi sebagai peristiwa kematian biasa. Tragedi itu sejatinya mewakili sebagian potret buram perihal masih minimalnya kehadiran negara, terutama dalam hal pemerataan akses layanan kesehatan dan perlindungan sosial. Pun, menjadi bukti konkret semakin luruhnya kepedulian masyarakat di lingkungan sekitar yang dahulu sejatinya merupakan salah satu kekuatan sosial bangsa ini.
Kematian Raya adalah pengingat bagi nurani dan akal sehat kita bahwa pemenuhan hak anak, baik dalam pengasuhan, kesehatan, maupun lingkungan hidup yang layak, sesungguhnya adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya orangtua anak. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, dan masyarakat seharusnya menjadi garda terdepan dalam upaya tersebut. Ketika salah satu pihak, atau bahkan semua pihak absen, terjadilah tragedi kelam seperti yang menimpa Raya.
Negara, dalam hal ini diwakili pemerintah, hendaknya serius menyikapi kejadian itu. Fakta bahwa peristiwa mengenaskan tersebut terjadi di Sukabumi yang notabene tidak berjarak terlalu jauh dari Jakarta, ibu kota negara sekaligus pusat pemerintahan, mengonfirmasi bahwa selama ini pemerintah kurang serius mengurusi perlindungan sosial bagi seluruh warga.
Pemerintah sebetulnya punya jejaring kementerian yang luas. Ada Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), bahkan ada yang ‘menaunginya’ yakni Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK). Juga ada pemerintah daerah yang setiap hari bersentuhan langsung dengan isu-isu tersebut.
Artinya, pemerintah punya tangan yang kuat dan panjang yang semestinya bisa menjangkau semua masyarakat, termasuk yang tinggal di pelosok wilayah terpencil, terdepan, dan terluar (3T) sekalipun. Jadi, sesungguhnya, alangkah muskil bila tragedi sememilukan itu masih terjadi. Kalau yang di Sukabumi saja luput dari pantauan, pengawasan, serta layanan yang memadai, tak terbayangkan jika hal itu terjadi di wilayah yang jauh dari pusat kekuasaan.
Karena itu, sekali lagi, peristiwa ini harus jadi alarm keras yang menuntut langkah cepat dan terukur pemerintah dalam mengatasi akar persoalan. Saat ini, harus diakui, masih ada keluarga miskin ekstrem yang tidak terdata sehingga luput dari intervensi pemerintah serta jangkauan perlindungan sosial dan layanan kesehatan yang seharusnya menjadi hak mereka.
Keluarga Raya hanyalah satu contoh. Sangat mungkin masih banyak keluarga di Indonesia yang memiliki profil dan beban persoalan yang sama dengan keluarga Raya. Mereka itulah yang mesti menjadi target pemerintah untuk dilindungi, diayomi, dan diberi akses layanan kesehatan yang mumpuni.
Ini memerlukan kerja cepat, tidak sekadar kerja keras. Ini juga membutuhkan kolaborasi dan gerak bersama dari semua pihak, dengan pemerintah sebagai konduktornya. Semua itu demi memastikan tragedi yang menimpa Raya adalah yang terakhir.
DUA kasus besar yang terjadi di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) saat ini tidak bisa dianggap remeh.
PEMERINTAH mengalokasikan Rp757,8 triliun untuk anggaran pendidikan pada 2026, atau mengambil porsi 20% lebih APBN tahun depan.
SUDAH tiga kali rezim di Republik ini berganti, tetapi pengelolaan ibadah haji tidak pernah luput dari prahara korupsi.
KONSTITUSI telah menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara hukum. Salah satu prinsip yang tak bisa ditawar ialah soal kepastian hukum.
UNGKAPAN tidak ada manusia yang sempurna menyiratkan bahwa tidak ada seorang pun yang luput dari kesalahan.
BERANI mengungkap kesalahan ialah anak tangga pertama menuju perbaikan.
DELAPAN dekade sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia telah menapaki perjalanan panjang yang penuh dinamika.
BERCANDA itu tidak dilarang. Bahkan, bercanda punya banyak manfaat untuk kesehatan fisik dan mental serta mengurangi stres.
MULAI 2026, penyelenggaraan ibadah haji di Tanah Air memasuki era baru. K
BUKAN masuk penjara, malah jadi komisaris di BUMN. Begitulah nasib Silfester Matutina, seorang terpidana 1 tahun 6 bulan penjara yang sudah divonis sejak 2019 silam.
PERSOALAN sengketa wilayah Blok Ambalat antara Indonesia dan Malaysia kembali mencuat di tengah kian mesranya hubungan kedua negara.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia.
PEMERIKSAAN dua menteri dari era Presiden Joko Widodo oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi menjadi sorotan publik.
SAMA seperti perang terhadap korupsi, perang melawan narkoba di negeri ini sering dipecundangi dari dalam.
EKONOMI Indonesia melambung di tengah pesimisme yang masih menyelimuti kondisi perekonomian global maupun domestik.
BERAGAM cara dapat dipakai rakyat untuk mengekspresikan ketidakpuasan, mulai dari sekadar keluh kesah, pengaduan, hingga kritik sosial kepada penguasa.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved