Headline

KPK akan telusuri pemerasan di Kemenaker sejak 2019.

Amnesti bukan untuk Koruptor

25/8/2025 05:00

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Immanuele 'Noel' Ebenezer Gerungan dan 10 orang lainnya sebagai tersangka. Mereka terjerat dalam perkara dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) berupa pemerasan kepada sejumlah perusahaan dalam pengurusan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Noel pun sudah diberhentikan dari posisi Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) setelah selama 10 bulan menjabat.

Entah karena dia merasa punya kedekatan dengan Presiden Prabowo Subianto, entah lantaran dia menilai dirinya terlampau tinggi, atau karena alasan lain, seusai ditetapkan dan 'dipamerkan' sebagai tersangka, Noel sempat melempar harapan agar dirinya diberikan amnesti oleh Presiden. "Semoga Pak Prabowo memberi saya amnesti," kata Noel saat digelandang menuju mobil tahanan di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat (22/8).

Permintaan Noel itu tentu langsung mendapat cibiran. Ia yang dahulu pernah dengan lantang mendukung hukuman mati bagi koruptor, kini setelah menjadi tersangka korupsi malah meminta amnesti. Ia yang gagal menjaga amanah dan kepercayaan dari Presiden Prabowo, justru tanpa malu mengiba-iba minta pengampunan kepada atasan yang telah dikhianatinya itu.

Noel salah kaprah karena seolah menganggap pemberian amnesti sebagai dagangan politik. Padahal, kejahatan yang dilakukannya (bila nanti terbukti) termasuk dalam kategori kejahatan luar biasa. Amnesti yang diberikan kepada pelaku korupsi tidak saja akan mencoreng wajah penegakan hukum di negeri ini, tapi juga menyakiti rasa keadilan jutaan rakyat yang selama ini selalu menjadi korban dari rasuah yang dilakukan pejabat publik.

Amnesti bukanlah olok-olok yang bisa diobral untuk kepentingan pribadi. Amnesti adalah instrumen hukum yang melekat pada hak prerogatif Presiden yang semestinya hanya diberikan demi tujuan yang lebih besar, yakni kepentingan bangsa. Pencuri uang rakyat sama sekali tidak layak mendapat ampunan. Justru hukuman maksimal plus pemiskinan yang seharusnya mereka terima.

Maka, kita patut mengapresiasi respons Presiden Prabowo yang menegaskan tidak akan memberikan ampunan kepada anak buahnya yang korupsi. Prabowo juga menyatakan tidak akan membela jajarannya yang terlibat korupsi sekaligus menyerahkan penanganan kasus dugaan pemerasan di Kemenaker itu sepenuhnya kepada KPK.

Komitmen Presiden tersebut setidaknya sudah dibuktikan dengan langsung memecat Noel dari Kabinet Merah Putih setelah ditetapkan sebagai tersangka. Namun, itu saja kiranya belum cukup. Presiden sepatutnya mengimplementasikan lagi komitmen itu dengan terus mendukung langkah penindakan hukum KPK, termasuk dengan tidak mengintervensi kerja-kerja pemberantasan korupsi yang kini sedang kembali gencar dilakukan lembaga antikorupsi tersebut.

Pengusutan kasus dugaan korupsi di Kemenaker yang terus berulang dan sikap Noel yang meminta amnesti sepatutnya menjadi momentum bagi semua, terutama Presiden, untuk mengembalikan lagi esensi penegakan hukum yang memberikan efek jera bagi para pelaku sekaligus rasa keadilan bagi masyarakat. Penegakan hukum yang serius akan menjadi cermin komitmen negara dalam pemberantasan korupsi.

Korupsi telah lama menjadi salah satu persoalan utama yang menghambat kemajuan bangsa ini. Rasuah bahkan dapat menghancurkan masa depan negara jika pemberantasannya tidak dijalankan secara serius dan tuntas.

Kita meyakini Presiden paham betul soal itu. Ia pasti tahu untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan negara yang berkeadilan, hukum harus ditegakkan setegak-tegaknya. Negara mesti memastikan bahwa upaya pemberantasan korupsi tak boleh dirusak oleh siapa pun dan agenda apa pun, apalagi hanya oleh permintaan ngawur soal amnesti dari seorang Noel.

 



Berita Lainnya