Headline
KPK akan telusuri pemerasan di Kemenaker sejak 2019.
UPAYA pemberantasan korupsi telah menjadi ironi di negeri ini. Pejabat di Indonesia sudah tidak takut lagi untuk melakukan korupsi. Sekalipun ancaman hukuman terbentang di depan mata, mereka tetap nekat menggarong uang rakyat.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata membeberkan alasan para pejabat tidak takut lagi berbuat culas. Keuntungan yang mereka peroleh dari hasil mencuri uang negara lebih besar ketimbang risiko yang dihadapi ketika tertangkap akibat korupsi.
Itulah realitas pahit yang dihadapi dalam upaya pemberantasan korupsi di negeri ini, yang diakui secara jujur oleh institusi pemberantasan korupsi. Para pejabat sadar akan risiko bakal tertangkap, tetapi tetap berani berbuat jahat karena melihat peluang dalam meraup keuntungan sebesar-besarnya.
Baca juga : Perlu Regulasi Larang Mudik
Jika terjaring oleh operasi tangkap tangan, mereka tinggal menganggap itu sebagai nasib buruk semata, sedang tidak beruntung, atau tengah mendapat 'ujian' dari Tuhan. Toh, ujung-ujungnya mereka akan bebas dalam waktu yang lekas dan masih menyimpan uang sisa hasil korupsi.
Persepsi yang tertanam di benak pejabat itu tentu sangat berbahaya. Mereka akan semakin beringas merampok duit negara, melupakan kewajiban dalam menghadirkan keadilan dan kemakmuran bagi seluruh tumpah darah di Republik ini.
Dengan tegas kita katakan bahwa praktik menyimpang itu harus segera dihentikan. Perjudian yang mereka lakukan taruhannya sangatlah besar. Merusak masa depan bangsa, memperlambat pembangunan, memperburuk kemiskinan, dan merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah ialah kenyataan pahit yang mesti ditanggung oleh rakyat.
Baca juga : Mencegah LP dari Covid-19
Karena itu, penguatan KPK selaku lembaga antirasuah juga penguatan institusi aparat penegak hukum lainnya, seperti kepolisian dan kejaksaan, sudah mutlak dilakukan. Namun, itu saja tidak cukup. Harus ada terobosan guna menghadapi korupsi yang merupakan extraordinary crime, kejahatan luar biasa.
Mesti ada perbaikan sistem birokrasi, pengawasan publik yang lebih kuat, pengoptimalan non-conviction based asset forfeiture (perampasan aset tanpa pemidanaan), juga penyempurnaan UU Tindak Pidana Korupsi dengan memasukkan pasal yang mengakomodasi delik illicit enrichment (kekayaan tidak sah).
Laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang merupakan salah satu upaya mencegah terjadinya korupsi juga harus diperketat. Aparatur sipil negara atau pejabat negara yang abai dalam melaporkan harta kekayaan harus mendapatkan sanksi. Tidak hanya sanksi administrasi, tetapi juga harus dihukum secara pidana.
Baca juga : Paket Insentif Pengganti Mudik
Namun, semua upaya yang telah disodorkan tersebut akan sia-sia manakala tidak ada panglima perang dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Alexander Marwata, Wakil Ketua KPK itu, terang-terangan mengatakan belum ada satu pun kepala negara yang berani mendeklarasikan zero tolerance terhadap korupsi.
Sekuat apa pun lembaga penegak hukum dan mekanisme hukum yang ada, upaya pemberantasan korupsi akan sulit berhasil tanpa panglima perang yang berdiri di garis depan, dengan keberanian dan ketegasan, menyikat habis pejabat yang mencuri uang rakyat.
Tidak hanya itu, panglima perang itu akan mati-matian berjuang di DPR guna menyempurnakan UU Tipikor, mengesahkan RUU Perampasan Aset, serta mengembalikan nyali KPK. Dengan begitu, nafsu pejabat untuk menggarong duit negara bisa ditekan atau bahkan dihilangkan. Mereka tidak akan lagi berani berbuat korupsi.
Pemberantasan korupsi jangan menjadi slogan semata di tengah praktik rasuah terus merajalela. Harapan besar masyarakat bertumpu pada pemimpin masa depan yang benar-benar memiliki komitmen kuat dalam memerangi korupsi. Berani jujur itu hebat, berani korupsi sama saja mencari mati.
DUA kasus besar yang terjadi di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) saat ini tidak bisa dianggap remeh.
PEMERINTAH mengalokasikan Rp757,8 triliun untuk anggaran pendidikan pada 2026, atau mengambil porsi 20% lebih APBN tahun depan.
SUDAH tiga kali rezim di Republik ini berganti, tetapi pengelolaan ibadah haji tidak pernah luput dari prahara korupsi.
KONSTITUSI telah menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara hukum. Salah satu prinsip yang tak bisa ditawar ialah soal kepastian hukum.
UNGKAPAN tidak ada manusia yang sempurna menyiratkan bahwa tidak ada seorang pun yang luput dari kesalahan.
BERANI mengungkap kesalahan ialah anak tangga pertama menuju perbaikan.
DELAPAN dekade sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia telah menapaki perjalanan panjang yang penuh dinamika.
BERCANDA itu tidak dilarang. Bahkan, bercanda punya banyak manfaat untuk kesehatan fisik dan mental serta mengurangi stres.
MULAI 2026, penyelenggaraan ibadah haji di Tanah Air memasuki era baru. K
BUKAN masuk penjara, malah jadi komisaris di BUMN. Begitulah nasib Silfester Matutina, seorang terpidana 1 tahun 6 bulan penjara yang sudah divonis sejak 2019 silam.
PERSOALAN sengketa wilayah Blok Ambalat antara Indonesia dan Malaysia kembali mencuat di tengah kian mesranya hubungan kedua negara.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia.
PEMERIKSAAN dua menteri dari era Presiden Joko Widodo oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi menjadi sorotan publik.
SAMA seperti perang terhadap korupsi, perang melawan narkoba di negeri ini sering dipecundangi dari dalam.
EKONOMI Indonesia melambung di tengah pesimisme yang masih menyelimuti kondisi perekonomian global maupun domestik.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved