Headline
KPK akan telusuri pemerasan di Kemenaker sejak 2019.
USULAN Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI pada Rabu (4/9) agar anggaran wajib (mandatory spending) untuk pendidikan sebesar 20% didasarkan pada pendapatan negara ibarat mengamputasi anggaran pendidikan.
Jika acuan anggaran pendidikan diubah menjadi berlandaskan pendapatan negara, potensi nilai anggaran pendidikan yang bakal terpangkas diperkirakan bisa mencapai sekitar Rp120 triliun. Sungguh sebuah kemerosotan anggaran yang luar biasa besarnya.
Padahal, dengan anggaran sekarang saja yang sebesar Rp665 triliun, masalah di sektor pendidikan masih menumpuk. Di tingkat pendidikan dasar dan menengah, misalnya, saat ini masih ada 60,6% bangunan SD dengan kondisi rusak. Lalu, rata-rata lama sekolah (RLS) relatif rendah yakni 8,77 tahun alias hanya setara SMP. Begitu pun gaji guru honorer masih rendah.
Baca juga : Perlu Regulasi Larang Mudik
Di tingkat pendidikan tinggi, minimnya anggaran untuk perguruan tinggi membuat uang kuliah tunggal (UKT) masih sulit terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Banyak calon mahasiswa yang mundur lantaran tidak sanggup membayar uang kuliah.
Anggaran yang ada saat ini bahkan masih belum cukup untuk mengakomodasi kebutuhan peningkatan kualitas serta pemerataan akses pendidikan di Tanah Air, terutama di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Meskipun undang-undang mengamatkan anggaran pendidikan 20% dari APBN dan APBD, pada praktiknya sejauh ini amanat tersebut belum sepenuhnya terealisasi. Rasio anggaran pendidikan terhadap APBN hingga 2023 tak mencapai 20%. Pada 2020 anggaran pendidikan baru mencapai 18,25%, di 2021 sebesar 17,21%, lalu 2022 sebesar 15,51%, dan pada 2023 naik menjadi 16,45%. Baru pada 2024 anggaran pendidikan sudah sesuai porsi 20% dari APBN.
Baca juga : Mencegah LP dari Covid-19
Tak cuma soal rasio, realisasi anggaran juga tak menunjukkan angka yang tinggi, bahkan sempat merosot. Dari alokasi Rp624,25 triliun pada APBN 2023, realisasinya hanya Rp513,39 triliun atau 82,24%. Dua tahun sebelumnya, realisasi juga kurang dari 90%, yaitu 87,20% di 2021 dan 77,30% pada 2022. Adapun untuk 2024, realisasi diperkirakan hanya di kisaran 80%.
Jika dirunut lagi lebih jauh, anggaran pendidikan yang sudah berkurang masih terus berkurang lagi lantaran dipangkas untuk dana transfer daerah dengan penggunaan sepenuhnya oleh daerah. Ini jumlahnya lebih dari separuh. Belum lagi, kementerian/lembaga lain juga mendapat alokasi untuk sekolah kedinasan dan lainnya, padahal itu tak seharusnya mengambil bagian dari anggaran pendidikan.
Karena itu, sejatinya pemanfaatan alokasi anggaran pendidikan 20% dari APBN itu yang mestinya dioptimalkan, bukan malah mengutak-atik perhitungan basis penganggarannya. Banyak temuan soal ketidaktepatan dan ketimpangan penggunaan anggaran fungsi pendidikan pada belanja pemerintah pusat maupun transfer, itu yang seharusnya diperbaiki. Termasuk memastikan lagi komitmen yang masih rendah, terutama dari pemerintah daerah, untuk memenuhi anggaran pendidikan.
Baca juga : Paket Insentif Pengganti Mudik
Maka, kita mendesak DPR agar konsiten menolak usulan Menteri Keuangan tersebut. Jangan sampai amanat UUD 1945 yang dulu mati-matian diperjuangkan itu dengan gampangnya diubah karena alasan situasi perekonomian. Pemerintah mesti mempertimbangkan masak-masak dampak besar yang bakal diterima bangsa ini apabila anggaran pendidikan dipangkas dengan semena-mena.
Seiring perkembangan teknologi dan persoalan lingkungan yang kian kompleks, ke depan Indonesia membutuhkan sumber daya manusia yang mumpuni. Untuk bisa bersaing di tataran global dan menyongsong Indonesia Emas pada 2045, pendidikan dan pembangunan sumber daya manusia Indonesia adalah hal mutlak.
Hal itu hanya bisa dicapai dengan meningkatkan kualitas pendidikan dan menciptakan sistem pendidikan yang terjangkau oleh semua kalangan. Semua tujuan itu akan terealisasi jika penggunaan 20% APBN untuk anggaran pendidikan betul-betul tepat sasaran dan difokuskan demi menuntaskan persoalan-persoalan di sektor pendidikan. Bukan dengan mengamputasi anggaran pendidikan.
DUA kasus besar yang terjadi di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) saat ini tidak bisa dianggap remeh.
PEMERINTAH mengalokasikan Rp757,8 triliun untuk anggaran pendidikan pada 2026, atau mengambil porsi 20% lebih APBN tahun depan.
SUDAH tiga kali rezim di Republik ini berganti, tetapi pengelolaan ibadah haji tidak pernah luput dari prahara korupsi.
KONSTITUSI telah menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara hukum. Salah satu prinsip yang tak bisa ditawar ialah soal kepastian hukum.
UNGKAPAN tidak ada manusia yang sempurna menyiratkan bahwa tidak ada seorang pun yang luput dari kesalahan.
BERANI mengungkap kesalahan ialah anak tangga pertama menuju perbaikan.
DELAPAN dekade sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia telah menapaki perjalanan panjang yang penuh dinamika.
BERCANDA itu tidak dilarang. Bahkan, bercanda punya banyak manfaat untuk kesehatan fisik dan mental serta mengurangi stres.
MULAI 2026, penyelenggaraan ibadah haji di Tanah Air memasuki era baru. K
BUKAN masuk penjara, malah jadi komisaris di BUMN. Begitulah nasib Silfester Matutina, seorang terpidana 1 tahun 6 bulan penjara yang sudah divonis sejak 2019 silam.
PERSOALAN sengketa wilayah Blok Ambalat antara Indonesia dan Malaysia kembali mencuat di tengah kian mesranya hubungan kedua negara.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia.
PEMERIKSAAN dua menteri dari era Presiden Joko Widodo oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi menjadi sorotan publik.
SAMA seperti perang terhadap korupsi, perang melawan narkoba di negeri ini sering dipecundangi dari dalam.
EKONOMI Indonesia melambung di tengah pesimisme yang masih menyelimuti kondisi perekonomian global maupun domestik.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved