Headline
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.
KIRANYA benar adanya bila dikatakan bahwa biaya politik di Indonesia sangat tinggi. Setiap kandidat kontestasi elektoral di negeri ini, baik itu dalam pemilu eksekutif maupun legislatif, butuh dana besar untuk mengikuti proses tersebut. Jangankan untuk sampai menang atau terpilih, baru berani mencalonkan diri saja mereka harus punya modal yang jumlahnya tidak sedikit.
Dana besar tersebut lazimnya digunakan untuk biaya operasional seperti pengadaan alat peraga kampanye, konsolidasi tim relawan, dan penguatan jaringan. Sebagian lagi mungkin dialokasikan untuk mahar ke partai politik serta uang amplop kepada calon pemilih atau yang bisa kita sebut sebagai politik uang.
Bahkan, untuk bisa memenangi pemilu legislatif tingkat kabupaten/kota, uang yang harus mereka keluarkan bisa mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah. Sudah pasti untuk bisa mendapatkan kursi di legislatif level provinsi atau nasional (DPR RI), biayanya akan jauh lebih besar lagi.
Baca juga : Perlu Regulasi Larang Mudik
Fakta itulah yang harus diakui membuat wajah demokrasi kita kusam. Demokrasi yang kusam pada ujungnya menciptakan produk kandidasi dan kontestasi politik yang juga kusam. Tidak sedikit anggota DPR, DPRD, pun kepala daerah yang pada akhirnya punya orientasi kerja yang melenceng. Kerja politik mereka bukan lagi demi kepentingan rakyat banyak, melainkan mencari uang untuk mengganti dana besar yang mereka keluarkan saat pemilu.
Efek paling buruknya ialah mereka melakukan korupsi, menerima suap, minimal menerima gratifikasi. Contoh itu sudah sangat banyak karena perilaku seperti itu terus berulang. Tertangkap satu, tumbuh seribu. Banyak operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pun bahkan tak membuat teman-teman mereka jera, takut, apalagi malu untuk melakukan kejahatan yang sama.
Selain suburnya korupsi, efek buruk dari politik biaya tinggi tecermin pula pada fenomena yang belakangan terjadi di sejumlah daerah, yaitu ketika banyak wakil rakyat ramai-ramai menggadaikan SK pengangkatan sebagai anggota DPRD ke bank untuk mendapatkan pinjaman. Celakanya, itu sangat masif terjadi.
Baca juga : Mencegah LP dari Covid-19
Beberapa daerah dengan para anggota DPRD mereka langsung gerak cepat (gercep) menggadaikan SK antara lain Serang, Banten; Subang, Jawa Barat; Sragen, Jawa Tengah; Pasuruan, Malang, dan Bangkalan, Jawa Timur. Mungkin masih banyak lagi daerah yang terpapar fenomena itu, tapi belum terpantau oleh pemberitaan di media.
Amat patut diduga dana pinjaman itu akan dipakai untuk mengganti biaya politik yang telah mereka keluarkan. Cukup miris kita membayangkan, mereka baru saja dilantik, belum sempat bekerja untuk rakyat, dan belum sekali pun mengerjakan, apalagi menuntaskan janji-janji politik mereka saat kampanye. Akan tetapi, yang pertama ada di kepala mereka justru bagaimana cara mendapatkan uang untuk kepentingan mereka sendiri.
Belum lagi nanti ketika pinjaman itu disetujui bank, misalnya, amat mungkin para wakil rakyat itu bakal lebih sibuk memikirkan cicilan utang ketimbang memikirkan nasib rakyat. Bahkan, ada risiko yang lebih sadis, yaitu potensi penyalahgunaan wewenang dengan tujuan menutupi kebutuhan pembayaran cicilan dan biaya politik lainnya.
Baca juga : Paket Insentif Pengganti Mudik
Banyak diduga itu juga sebetulnya fenomena yang lazim dilakukan anggota DPRD dari periode ke periode. Namun, bukankah kelaziman itu malah semakin menunjukkan bahwa sistem politik dan demokrasi belum beranjak menuju kedewasaan? Persoalannya masih itu-itu saja, fenomenanya juga masih sama saja. Kalau dibiarkan terus berulang, alih-alih menjadi dewasa, demokrasi justru akan memburuk.
Segala kelaziman yang terkait dengan hal tidak baik semestinya diakhiri. Dalam konteks ini, mungkin secara fisik yang digadaikan para wakil rakyat itu hanya SK pengangkatan mereka, tetapi sesungguhnya yang tergadai ialah kepentingan masyarakat. Kiranya model kelaziman seperti itu tak layak dipertahankan.
Terlalu besar risikonya jika dibiarkan karena perilaku tersebut dapat memicu praktik politik korup atau setidaknya akan mendorong politisi untuk terus mencari uang tambahan. Karena itu, negara mesti turun tangan. Pertimbangkan serius solusi untuk mengatasi persoalan biaya politik yang terlampau tinggi di Indonesia. Sampai kapan rakyat kita kenyang makan janji, tapi lapar solusi?
GENAP lima bulan Paulus Tannos ditangkap lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
PEREBUTAN empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara belakangan menyesaki ruang informasi publik.
KEADILAN di negeri ini sudah menjadi komoditas yang kerap diperjualbelikan. Hukum dengan mudah dibengkokkan.
ADA petuah bijak bahwa angka tidak pernah berbohong. Dalam bahasa Inggris, petuah itu berbunyi numbers never lie.
PERILAKU koruptif lebih didorong hasrat ketamakan dalam diri pelakunya (corruption by greed) ketimbang karena kebutuhan.
SUDAH semestinya negara selalu tunduk dan taat kepada konstitusi, utamanya menjaga keselamatan rakyat dan wilayah, serta memastikan hak dasar masyarakat dipenuhi.
UPAYA memberantas korupsi di negeri ini seperti tidak ada ujungnya. Tiap rezim pemerintahan mencetuskan tekad memberantas korupsi.
PERILAKU korupsi di negeri ini sudah seperti kanker ganas. Tidak mengherankan bila publik kerap dibuat geleng-geleng kepala oleh tindakan culas sejumlah pejabat.
DI tengah kondisi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja, soliditas di antara para punggawa pemerintah sangat dibutuhkan.
DALAM semua kondisi ancaman bahaya, kepanikan dan kelengahan sama buruknya. Keduanya sama-sama membuahkan petaka karena membuat kita tak mampu mengambil langkah tepat.
PANCASILA telah menjadi titik temu semua kekuatan politik di negeri ini.
JATUHNYA korban jiwa akibat longsor tambang galian C Gunung Kuda di Cirebon, Jawa Barat, menjadi bukti nyata masih amburadulnya tata kelola tambang di negeri ini.
PANCASILA lahir mendahului proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Tujuannya untuk memberi landasan langkah bangsa dari mulai hari pertama merdeka.
CITRA lembaga penegak hukum dan pemberantasan korupsi di negeri ini masih belum beranjak dari kategori biasa-biasa saja.
PERNYATAAN Presiden Prabowo Subianto soal kemungkinan membuka hubungan diplomatik dengan Israel jika negara itu mengakui negara Palestina merdeka sangat menarik.
SEMBILAN hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) lagi-lagi membuat geger. Kali ini, mereka menyasar sistem pendidikan yang berlangsung selama ini di Tanah Air.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved