Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Hormati Putusan Mahkamah Konstitusi

21/8/2024 05:00

PUTUSAN Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah diyakini bisa mendatangkan keadilan bagi demokrasi kita. Putusan itu menggerakkan kembali pendulum demokrasi yang setahun ini dicengkeram konflik kepentingan.

Dengan keputusan yang dibuat pada Selasa (20/8) itu, pendulum akan lebih bergerak sesuai aspirasi. Demokrasi sejati adalah praktik demokrasi yang memungkinkan rakyat memperoleh banyak pilihan. Sebaliknya, demokrasi yang mempersempit pilihan, bahkan menyediakan pilihan yang berbeda dengan aspirasi publik, adalah demokrasi seolah-olah.

Putusan MK, yang intinya melonggarkan ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah dari partai politik, jelas membuka pintu bagi lebih banyak peserta pilkada. Putusan itu, dengan demikian, bisa dimaknai sebagai pengembalian demokrasi pada jalurnya yang benar.

Baca juga : Perlu Regulasi Larang Mudik

Kita patut menyambut gembira dengan Pilkada 2024 yang lebih ‘ramai’ ini karena begitulah sejatinya demokrasi. Sebab, prinsip dasar demokrasi ialah sebanyak mungkin menggaet partisipasi rakyat.

Dalam pembacaan putusan atas gugatan yang dimohonkan Partai Buruh dan Partai Gelora, kemarin, MK memutuskan bahwa ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25% perolehan suara partai politik/gabungan partai politik hasil pileg DPRD sebelumnya, atau 20% kursi DPRD. MK memutuskan ambang batas pencalonan kepala daerah dari partai politik/gabungan parpol disamakan dengan ambang batas pencalonan kepala daerah jalur independen/perseorangan/nonpartai sebagaimana diatur pada Pasal 41 dan 42 Undang-Undang Pilkada.

Dengan putusan itu, maka parpol yang tadinya tidak bisa mengusung siapa pun sebagai calon kepala daerah karena tidak punya rekan partai untuk memenuhi ambang batas 20%, sekarang bisa mengajukan calon, bahkan bisa mengusung calon sendiri.

Baca juga : Mencegah LP dari Covid-19

Selain soal ambang batas, MK juga menolak mengubah syarat usia calon kepala daerah dari dihitung saat penetapan menjadi saat pelantikan. Itu artinya, MK menutup celah polemik usia yang sempat diubah oleh Mahkamah Agung. Hal itu MK lakukan lewat Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang menolak gugatan pengubahan penentuan syarat usia minimum dalam UU Pilkada.

MK menyatakan aturan dalam Pasal 7 ayat 2 huruf e UU Pilkada tidak memerlukan penambahan makna apa pun. Pasal itu berbunyi: ‘Berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon gubernur dan calon wakil gubernur, serta berusia 25 (dua puluh lima) tahun untuk calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota’.

MK menilai pasal itu sudah jelas dan terang benderang. MK menyatakan harus ada penegasan kapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menentukan usia kandidat memenuhi syarat atau tidak, dan hal itu mesti ditentukan pada saat penetapan.

Baca juga : Paket Insentif Pengganti Mudik

Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) memerintahkan KPU untuk mengubah aturan penentuan usia peserta pilkada. MA menyatakan usia calon kepala daerah ditentukan pada saat pelantikan dan bukan pada saat penetapan pasangan calon.

Dua putusan MK itu bersifat final dan mengikat, serta berlaku sejak dibacakan putusan. Final berarti tidak ada upaya banding lagi, sedangkan mengikat berarti putusan itu wajib dipatuhi dan dieksekusi oleh para pihak yang berkaitan dengan Pilkada 2024.

Karena itu, suka atau tidak suka, setuju atau kontra terhadap putusan tersebut, semua pihak mesti menerima secara legawa. Demi menjaga prinsip-prinsip dan keadaban berbangsa dan bernegara, semua pihak harus rela menjalankan putusan itu, apalagi KPU selaku penyelenggara Pilkada 2024. KPU mesti segera menyelaraskan putusan itu, mumpung masih ada waktu sembilan hari menuju pendaftaran calon kepala daerah.

Baca juga : Kolaborasi Atasi Dampak Ekonomi

Tidak ada celah bagi siapa pun, terutama KPU untuk membangkang menolak putusan MK tersebut. Pembangkangan atas putusan hukum hanya akan membawa implikasi berkelanjutan, baik berupa delegitimasi pilkada maupun tidak sahnya perhelatan yang memakan biaya triliunan rupiah itu.

KPU, juga seluruh partai politik dan seluruh rakyat, harus sama-sama menghormati dan menjunjung putusan MK itu. Penghalangan dalam bentuk apa pun terhadap pelaksanaan putusan tersebut adalah pengkhianatan pada konstitusi, juga terhadap demokrasi.

Jika demokrasi tegak, pilkada berlangsung adil dan bermartabat, maka siapa pun yang memenangi pilkada pada hakikatnya adalah kemenangan sejati, bukan kemenangan semu buah dari prakondisi. Itulah demokrasi yang bermartabat dan penuh keadaban.

 

 



Berita Lainnya
  • Jangan Memanipulasi Sejarah

    18/6/2025 05:00

    KITA sebenarnya sudah kenyang dengan beragam upaya manipulasi oleh negara. Namun, kali ini, rasanya lebih menyesakkan.

  • Jangan Gembos Hadapi Tannos

    17/6/2025 05:00

    GENAP lima bulan Paulus Tannos ditangkap lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).

  • Berebut Empat Pulau

    16/6/2025 05:00

    PEREBUTAN empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara belakangan menyesaki ruang informasi publik.

  • Bertransaksi dengan Keadilan

    14/6/2025 05:00

    KEADILAN di negeri ini sudah menjadi komoditas yang kerap diperjualbelikan. Hukum dengan mudah dibengkokkan.

  • Tidak Usah Malu Miskin

    13/6/2025 05:00

    ADA petuah bijak bahwa angka tidak pernah berbohong. Dalam bahasa Inggris, petuah itu berbunyi numbers never lie.

  • Gaji Tinggi bukan Jaminan tidak Korupsi

    12/6/2025 05:00

    PERILAKU koruptif lebih didorong hasrat ketamakan dalam diri pelakunya (corruption by greed) ketimbang karena kebutuhan.

  • Upaya Kuat Jaga Raja Ampat

    11/6/2025 05:00

    SUDAH semestinya negara selalu tunduk dan taat kepada konstitusi, utamanya menjaga keselamatan rakyat dan wilayah, serta memastikan hak dasar masyarakat dipenuhi.

  • Vonis Ringan Koruptor Dana Pandemi

    10/6/2025 05:00

    UPAYA memberantas korupsi di negeri ini seperti tidak ada ujungnya. Tiap rezim pemerintahan mencetuskan tekad memberantas korupsi.

  • Membagi Uang Korupsi

    09/6/2025 05:00

    PERILAKU korupsi di negeri ini sudah seperti kanker ganas. Tidak mengherankan bila publik kerap dibuat geleng-geleng kepala oleh tindakan culas sejumlah pejabat.

  • Jangan Biarkan Kabinet Bersimpang Jalan

    07/6/2025 05:00

    DI tengah kondisi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja, soliditas di antara para punggawa pemerintah sangat dibutuhkan.

  • Jangan Lengah Hadapi Covid-19

    05/6/2025 05:00

    DALAM semua kondisi ancaman bahaya, kepanikan dan kelengahan sama buruknya. Keduanya sama-sama membuahkan petaka karena membuat kita tak mampu mengambil langkah tepat.

  • Merawat Politik Kebangsaan

    04/6/2025 05:00

    PANCASILA telah menjadi titik temu semua kekuatan politik di negeri ini.

  • Obral Nyawa di Tambang Rakyat

    03/6/2025 05:00

    JATUHNYA korban jiwa akibat longsor tambang galian C Gunung Kuda di Cirebon, Jawa Barat, menjadi bukti nyata masih amburadulnya tata kelola tambang di negeri ini.

  • Melantangkan Pancasila

    02/6/2025 05:00

    PANCASILA lahir mendahului proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Tujuannya untuk memberi landasan langkah bangsa dari mulai hari pertama merdeka.

  • Penegak Hukum Tonggak Kepercayaan

    31/5/2025 05:00

    CITRA lembaga penegak hukum dan pemberantasan korupsi di negeri ini masih belum beranjak dari kategori biasa-biasa saja.

  • Palestina Merdeka Tetap Syarat Mutlak

    30/5/2025 05:00

    PERNYATAAN Presiden Prabowo Subianto soal kemungkinan membuka hubungan diplomatik dengan Israel jika negara itu mengakui negara Palestina merdeka sangat menarik.