Headline

Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.

Fokus

Pasukan Putih menyasar pasien dengan ketergantungan berat

Judicial Review atau Legislative Review

07/10/2019 05:00

KONSTITUSI memberikan tiga kewenangan kepada Presiden dalam proses legislasi. Pertama, DPR dan pemerintah menyetujui bersama setiap rancangan undang-undang (RUU). Tidak satu pun undang-undang disahkan tanpa persetujuan kedua belah pihak.

Kedua, Presiden boleh tidak meneken RUU hingga melewati batas waktu 30 hari, yakni setelah RUU tersebut disetujui bersama DPR dan pemerintah. Ketiga, dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).

Dalam hal revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Presiden Joko Widodo sudah menggunakan kewenangannya yang pertama. DPR bersama pemerintah telah menyetujui revisi UU KPK menjadi undang-undang pada 17 September.

Kewenangan kedua belum digunakan Presiden. Hingga hari ini, Presiden belum meneken revisi UU KPK sehingga belum ada nomornya dan belum dicatatkan di Lembaran Negara. Meski demikian, apabila Presiden tidak meneken, UU KPK hasil revisi tetap berlaku dalam 30 hari sejak disahkan, atau berlaku otomatis menjadi undang-undang pada 18 Oktober.

Tinggal satu lagi kewenangan legislasi Presiden terkait dengan revisi UU KPK, yakni menerbitkan perppu. Sejauh ini, Presiden masih mempertimbangkan secara saksama atas usulan menerbitkan perppu. Memang, sebaiknya Presiden tidak perlu buru-buru menerbitkannya.

Perlukah Presiden menerbitkan perppu pada saat revisi UU KPK sedang dilakukan judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK)? Sidang perdana judicial review revisi UU KPK di MK sudah digelar pada 30 September dan sidang dilanjutkan lagi pada 14 Oktober.

Ada dua pendapat yang berkembang. Presiden boleh-boleh saja menerbitkan perppu karena tidak ada aturan melarangnya. Ada pula yang menyebutkan Presiden bisa di-impeach karena mengeluarkan perppu pada saat materi yang sama diujikan di MK.

Soal perlu atau tidaknya menerbitkan perppu, tentu sangat bergantung pada pertimbangan subjektif Presiden, apakah situasi saat ini masuk kategori kegentingan yang memaksa. Faktanya ialah tidak ada situasi genting dan KPK bekerja seperti biasa meskipun UU KPK sudah direvisi.

MK sudah menetapkan tiga kriteria kegentingan yang memaksa dalam putusan 138/PUU-VII/2009. Pertama, adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang.

Kedua, undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada undang-undang, tetapi tidak memadai. Ketiga, kekosongan hukum itu tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama, sementara keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.

Harus tegas dikatakan bahwa saat ini tidak ada urgensi menerbitkan perppu karena tidak ada kondisi yang memaksa seperti yang disebutkan dalam kriteria MK. Sudahlah, lupakan saja perppu, fokus pada penyelesaian melalui judicial review di MK.

Akan tetapi, judicial review belumlah mulus karena UU KPK hasil revisi belum diberi nomor dan belum dicatatkan di Lembaran Negara. Kini, muncul persoalan lain terkait dengan kesalahan ketik dalam naskah RUU yang dikirim DPR ke Presiden. Dalam naskah UU KPK Pasal 29 huruf e tertulis 'Berusia paling rendah 50 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan'. 

Bagimana caranya DPR sekarang memperbaiki kesalahan '50 ditulis empat puluh' yang merupakan produk DPR sebelumnya? Melalui forum apa DPR memperbaiki kesalahan itu, sementara alat kelengkapan dewan belum semuanya terbentuk? Itulah persoalan legalitas dan legitimasi UU KPK yang jika tidak diteken Presiden berlaku otomatis 11 hari lagi.

Jalan yang paling elok dalam ketatanegaraan ialah siapa yang membuat dia bisa mencabut. Dalam perspektif itulah patut dipertimbangkan menyelesaikan kontroversi UU KPK melalui legislative review. DPR dan Presiden selaku pembuat undang-undang bisa merevisi lagi UU KPK untuk menampung aspirasi masyarakat dalam waktu singkat. Bukankah revisi UU KPK hanya dibahas selama 13 hari sejak resmi menjadi RUU usul inisiatif DPR?

Pilihan judicial review atau legislative review yang sama-sama konstitusionalnya itu menerminkan bangsa ini sudah dewasa berdemokrasi, bukan bangsa yang suka memaksakan kehendak apalagi memaksa-maksa Presiden menerbitkan perppu.



Berita Lainnya
  • Jangan lagi Ditelikung Koruptor

    28/6/2025 05:00

    PEMERINTAH kembali terancam ditelikung koruptor.

  • Berhenti Membebani Presiden

    27/6/2025 05:00

    MENTERI sejatinya dan semestinya adalah pembantu presiden. Kerja mereka sepenuhnya didedikasikan untuk membantu kepala negara mengatasi berbagai persoalan bangsa.

  • Mitigasi setelah Gencatan Senjata

    26/6/2025 05:00

    GENCATAN senjata antara Iran dan Israel yang tercapai pada Senin (23/6) malam memang kabar baik.

  • Nyalakan Suar Penegakan Hukum

    25/6/2025 05:00

    KITAB Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang bermartabat haruslah mengutamakan perlindungan menyeluruh atas hak-hak warga.

  • Menekuk Dalang lewat Kawan Keadilan

    24/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 tentang Penanganan Secara Khusus dan Pemberian Penghargaan bagi Saksi Pelaku, akhir pekan lalu.

  • Bersiap untuk Dunia yang Menggila

    23/6/2025 05:00

    ADA-ADA saja dalih yang diciptakan oleh Amerika Serikat (AS) untuk menyerbu negara lain.

  • Cegah Janji Palsu UU Perlindungan PRT

    21/6/2025 05:00

    PENGESAHAN Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) adalah sebuah keniscayaan.

  • Pisau Dapur Hakim Tipikor

    20/6/2025 05:00

    VONIS yang baru saja dijatuhkan kepada para pelaku mafia hukum dalam perkara Ronald Tannur kian menunjukkan dewi keadilan masih jauh dari negeri ini

  • Menghadang Efek Domino Perang

    19/6/2025 05:00

    ESKALASI konflik antara Iran dan Israel tidak menunjukkan tanda-tanda surut.

  • Jangan Memanipulasi Sejarah

    18/6/2025 05:00

    KITA sebenarnya sudah kenyang dengan beragam upaya manipulasi oleh negara. Namun, kali ini, rasanya lebih menyesakkan.

  • Jangan Gembos Hadapi Tannos

    17/6/2025 05:00

    GENAP lima bulan Paulus Tannos ditangkap lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).

  • Berebut Empat Pulau

    16/6/2025 05:00

    PEREBUTAN empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara belakangan menyesaki ruang informasi publik.

  • Bertransaksi dengan Keadilan

    14/6/2025 05:00

    KEADILAN di negeri ini sudah menjadi komoditas yang kerap diperjualbelikan. Hukum dengan mudah dibengkokkan.

  • Tidak Usah Malu Miskin

    13/6/2025 05:00

    ADA petuah bijak bahwa angka tidak pernah berbohong. Dalam bahasa Inggris, petuah itu berbunyi numbers never lie.

  • Gaji Tinggi bukan Jaminan tidak Korupsi

    12/6/2025 05:00

    PERILAKU koruptif lebih didorong hasrat ketamakan dalam diri pelakunya (corruption by greed) ketimbang karena kebutuhan.

  • Upaya Kuat Jaga Raja Ampat

    11/6/2025 05:00

    SUDAH semestinya negara selalu tunduk dan taat kepada konstitusi, utamanya menjaga keselamatan rakyat dan wilayah, serta memastikan hak dasar masyarakat dipenuhi.

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik