Headline
Sebaiknya negara mengurus harga barang dulu.
Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal mengatakan pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) bersama pemerintah ditargetkan akan rampung pada September 2025.
Cucun mengatakan bahwa DPR dan Pemerintah akan tetap mempertimbangkan klausul terkait penguatan posisi dan perlindungan hukum bagi advokat meskipun banyak dikritik oleh berbagai kalangan.
“Bagaimana fungsi advokat ini harus di-protect, jangan sampai di ujung. Ketika mendampingi kliennya itu, hanya di persidangan tahunya sudah jadi tersangka,” ujar Cucun di Jakarta pada Minggu (13/7).
Menurutnya, peranan advokat dalam penegakan hukum dan keadilan yang luas di masyarakat menuntut adanya payung hukum yang kuat untuk melindungi profesi ini dan mempertegas kedudukannya dalam berbagai ketentuan perundang-undangan, termasuk dalam RUU KUHAP.
Ia juga menyoroti banyak kasus-kasus di mana seseorang yang dipanggil sebagai saksi, sering kali kemudian diumumkan berubah status sebagai tersangka tanpa pendampingan hukum sejak awal.
“RUU KUHAP yang sedang dibahas akan memastikan seorang tersangka diberi tahu tentang haknya untuk didampingi advokat sejak tahap awal pemeriksaan. Perlindungan serupa juga akan berlaku untuk terdakwa, saksi, maupun korban di seluruh tahapan proses peradilan pidana,” jelasnya.
Selain itu, Cucun juga menyampaikan DPR masih terus membuka ruang partisipasi publik dan melibatkan para pakar dalam pembahasan. Hal ini agar tidak terjadi sengketa hukum terkait aspek formil RUU seperti yang sebelumnya pernah diuji di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Jangan sampai sudah jadi KUHAP masuk di MK, para hakim MK masuk lagi dalam yuridis formilnya. Bagaimana DPR membahas tanpa melibatkan publik dan sebagainya,” ucapnya.
Selain itu, Cucun mengungkapkan dalam isi RUU KUHAP, advokat akan diberikan hak untuk menyampaikan pendapat secara aktif, termasuk mengajukan keberatan dalam berita acara pemeriksaan.
Hal ini dinilai penting agar peran advokat benar-benar tercermin dalam proses hukum, tidak hanya sebagai pendamping pasif. Cucun juga menyinggung soal perlindungan hukum terhadap advokat yang menjalankan profesinya dengan itikad baik.
“Selama ini kan ya advokat bisa dipidanakan juga. Ini yang menjadi PR-PR bagi kita semua menjalankan fungsi-fungsi legislasi yang sedang berjalan, terutama KUHAP,” tukasnya.
Sebelumnya, Komisi III DPR sudah menyepakati klausul imunitas advokat akan diakomodasi dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP.
Sementara itu, akademisi sekaligus advokat dari Universitas Borobudur, Tjoetjoe Sandjaja Hernanto mengatakan bahwa usulan itu perlu ditekankan karena advokat bisa masuk ke penjara setelah bekerja keras membela orang yang berhadapan dengan hukum.
Dia menilai bahwa profesi advokat tidak terlalu ‘sakti’ saat mendampingi klien. Terkadang, kata dia, seorang advokat justru masuk ke penjara, sedangkan kliennya bebas dari jeratan hukum.
“Kadang-kadang terdakwa yang lolos, tapi kami yang justru masuk. Jadi mungkin ini yang perlu dijadikan bahan perundingan,” katanya. (Dev/P-1)
Dia menegaskan bahwa DPR RI akan mengedepankan partisipasi publik yang banyak dalam pembahasan revisi KUHAP, maupun revisi undang-undang lainnya.
RKUHAP berpotensi melemahkan upaya penyadapan dalam pengungkapan tindak pidana korupsi. Ia menjelaskan saat ini, penyadapan yang dilakukan oleh KPK didasarkan pada UU KPK.
Dalam Pasal 7 Ayat 5 draf revisi KUHAP, secara eksplisit menyebutkan bahwa penyidik pada KPK dikecualikan dari koordinasi dan pengawasan oleh penyidik Polri.
Banyak juga pasal yang mewajibkan penyerahan berkas ke penuntut umum harus melalui penyidik Polri. RKUHAP berpotensi menggerus kewenangan KPK dalam menangani perkara.
KPK memutuskan bersurat kepada Presiden dan Ketua DPR RI karena lembaga antirasuah tersebut tidak mengetahui perkembangan pembahasan RUU KUHAP.
DPR menjelaskan bahwa langkah tersebut dilakukan Komisi III DPR RI sebagai wakil rakyat yang harus mengayomi dan melayani seluruh elemen rakyat yang ingin menyampaikan aspirasi.
Revisi KUHAP menimbulkan kekhawatiran serius akan potensi pelemahan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menjalankan fungsi penindakan.
Akademisi sekaligus Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Luhut Pangaribuan menilai RUU KUHAP belum siap untuk dijadikan sebagai undang-undang.
Menurut asas hukum pidana, meskipun unsur kesengajaan tidak dirumuskan secara tegas dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved