Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
PAKAR hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyoroti salah satu substansi dari isi daftar inventarisasi masalah (DIM) Revisi Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) oleh Panitia Kerja (Panja) Komisi III DPR.
Menurutnya, klausul terkait impunitas advokat yang masuk dalam Pasal 140 ayat (2) dalam RUU KUHAP tidak tepat secara yuridis.
“Ya setuju, aturan impunitas Advokat cukup diatur dalam UU Advokat saja, karena KUHAP itu mengatur acara ditegakkannya hukum materil,” jelasnya kepada Media Indonesia pada Minggu (13/7).
Klausul tersebut berbunyi bahwa “Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar persidangan”.
Menurut Fickar, jika ada advokat yang terjerat pidana ketika mendampingi klien-nya maka bisa diatur lebih khusus dalam UU Advokat. Hal itu menurutnya perlu diatur khusus secara sektoral agar tidak terjadi tumpang tindih pengaturan.
“Jadi KUHAP akan terkesan lucu kalau perlindungan advokat masuk, demikian juga terhadap perlindungan penegak hukum lain termasuk Jaksa dan Hakim cukup diatur dalam UU sektoral saja,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Fickar menekankan jika pemerintah dan DPR tetap memasukkan pasal impunitas penegak hukum dalam RUU KUHAP, hal tersebut berpotensi menimbulkan praktik-praktik penyuapan yang lebih mudah dilakukan.
“Dampak negatifnya, akan banyak advokat yang nekat terutama para calo perkara. Maksud saya advokat yang berperan sebagai calo perkara, padahal pekerjaannya suap sana dan suap sini,” pungkasnya.
Sebelumnya, Komisi III DPR RI sudah menyepakati klausul impunitas advokat akan diakomodasi dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP.
“Pasal terkait impunitas advokat itu sudah kita sepakati untuk dimasukkan di KUHAP,” kata Ketua Komisi III DPR RI di kompleks parlemen, Jakarta pada Rabu (18/7).
Sementara itu, akademisi sekaligus advokat dari Universitas Borobudur, Tjoetjoe Sandjaja Hernanto mengatakan bahwa usulan itu perlu ditekankan karena advokat bisa masuk ke penjara setelah bekerja keras membela orang yang berhadapan dengan hukum.
Dia menilai bahwa profesi advokat tidak terlalu ‘sakti’ saat mendampingi klien. Terkadang, kata dia, seorang advokat justru masuk ke penjara, sedangkan kliennya bebas dari jeratan hukum.
“Kadang-kadang terdakwa yang lolos, tapi kami yang justru masuk. Jadi mungkin ini yang perlu dijadikan bahan perundingan,” katanya. (Dev/P-1)
Kejaksaan Agung juga menetapkan mantan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung, Zarof Ricar.
Rudianto menilai perlu dilakukan langkah konkret dalam mereformasi sistem peradilan. Pertama, ialah menempatkan hakim yang berintegritas.
Sekretaris MA, Nurhadi, hingga perkara suap putusan bebas Ronald Tannur yang melibatkan mantan pejabat MA, Zarof Ricar.
Penyidik JAM-Pidsus kembali memeriksa Zarof serta tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Heru Hanindyo, Erintuah Damanik, dan Mangapul.
Kejaksaan Agung memindahkan penahanan tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara Ronald Tannur.
Hal itu disampaikan Juniver usai rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi III DPR RI di Ruang Rapat Komisi III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat pada Senin (24/3).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved