Headline

RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian

Fokus

Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.

Koalisi Sipil Soroti Aturan Restorative Justice dan Peran Advokat dalam RUU KUHAP

Devi Harahap
13/7/2025 20:29
Koalisi Sipil Soroti Aturan Restorative Justice dan Peran Advokat dalam RUU KUHAP
Ilustrasi(Dok.MI)

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP menilai banyak materi dalam RUU KUHAP yang perlu dibahas secara mendalam agar tidak berpotensi menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang tersistematis dalam proses peradilan pidana. 

Menurut Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur, RUU KUHAP salah kaprah dalam memaknai restorative justice sebagai paradigma baru hukum pidana, dengan mengartikan restorative justice sebatas pada mekanisme penyelesaian perkara di luar persidangan (afdoening buiten process). 

“Padahal, filosofi restorative justice berpangku pada hak dan kepentingan korban untuk dipulihkan dari dampak-dampak yang ditimbulkan tindak pidana,” katanya dalam keterangan yang diterima Media Indonesia pada Minggu (13/7).

Menurut Isnur, penyelesaian perkara di luar persidangan (afdoening buiten process) berpangku pada kepentingan negara dalam mengelola kelebihan beban kerja peradilan (criminal justice overload) dan kepentingan pelaku untuk diselesaikan perkaranya sedini mungkin. 

“Ini jelas keliru. Sekalipun restorative justice dimaknai dengan mekanisme penyelesaian perkara di luar persidangan, sungguh membingungkan apabila RUU KUHAP membuka ruang penyelesaian perkara di luar persidangan pada tahap penyelidikan dan penyidikan,” jelasnya.

Isnur juga mempertanyakan bagaimana suatu tindak pidana mau diselesaikan di luar persidangan ketika penyidikan atas tindak pidana tersebut juga belum tuntas. 

“Apa yang mau diselesaikan, ketika perbuatan pidananya sendiri belum ada?? Bukankah pilihan untuk menyelesaikan perkara pidana di luar persidangan baru lahir ketika suatu perkara telah selesai disidik dan sudah siap dilimpahkan ke persidangan?,” tukasnya. 

Selain itu, YLBHI juga menyoroti tidak ada kebaruan apapun dalam draf RUU KUHAP yang memperluas jangkauan advokat untuk mengakses dan menelusuri bukti-bukti yang dikumpulkan penegak hukum seketika sebelum perkaranya disidangkan.

“Peran advokat dalam suatu perkara akan sangat esensial bagi siapapun yang berurusan dengan proses hukum. Hal paling pertama dan terutama yang diharapkan pada seorang advokat adalah, bagaimana ia dapat diandalkan untuk dapat memberikan pembelaan yang optimal, sehingga terbangun keberimbangan antara kepentingan penegak hukum dengan pembelaan diri tersangka/terdakwa,” ucapnya.

Tanpa pengaturan ini, lanjut Isnur, tugas utama advokat untuk memberikan pembelaan yang optimal akan terhambat, menyisakan pendampingan hukum dari advokat berakhir sebagai simbolis belaka, yang selalu tertinggal beberapa langkah di belakang penegak hukum lainnya.

“Padahal, hak untuk mengakses dan menelusuri bukti-bukti yang sedang dikumpulkan penegak hukum di tahap pra-ajudikasi (pre-trial discovery rights) sangat amat esensial bagi tersangka/terdakwa dan advokatnya untuk menyusun pembelaan yang optimal,” jelasnya. (Dev/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik