Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP menilai banyak materi dalam RUU KUHAP yang perlu dibahas secara mendalam agar tidak berpotensi menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang tersistematis dalam proses peradilan pidana.
Menurut Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur, RUU KUHAP salah kaprah dalam memaknai restorative justice sebagai paradigma baru hukum pidana, dengan mengartikan restorative justice sebatas pada mekanisme penyelesaian perkara di luar persidangan (afdoening buiten process).
“Padahal, filosofi restorative justice berpangku pada hak dan kepentingan korban untuk dipulihkan dari dampak-dampak yang ditimbulkan tindak pidana,” katanya dalam keterangan yang diterima Media Indonesia pada Minggu (13/7).
Menurut Isnur, penyelesaian perkara di luar persidangan (afdoening buiten process) berpangku pada kepentingan negara dalam mengelola kelebihan beban kerja peradilan (criminal justice overload) dan kepentingan pelaku untuk diselesaikan perkaranya sedini mungkin.
“Ini jelas keliru. Sekalipun restorative justice dimaknai dengan mekanisme penyelesaian perkara di luar persidangan, sungguh membingungkan apabila RUU KUHAP membuka ruang penyelesaian perkara di luar persidangan pada tahap penyelidikan dan penyidikan,” jelasnya.
Isnur juga mempertanyakan bagaimana suatu tindak pidana mau diselesaikan di luar persidangan ketika penyidikan atas tindak pidana tersebut juga belum tuntas.
“Apa yang mau diselesaikan, ketika perbuatan pidananya sendiri belum ada?? Bukankah pilihan untuk menyelesaikan perkara pidana di luar persidangan baru lahir ketika suatu perkara telah selesai disidik dan sudah siap dilimpahkan ke persidangan?,” tukasnya.
Selain itu, YLBHI juga menyoroti tidak ada kebaruan apapun dalam draf RUU KUHAP yang memperluas jangkauan advokat untuk mengakses dan menelusuri bukti-bukti yang dikumpulkan penegak hukum seketika sebelum perkaranya disidangkan.
“Peran advokat dalam suatu perkara akan sangat esensial bagi siapapun yang berurusan dengan proses hukum. Hal paling pertama dan terutama yang diharapkan pada seorang advokat adalah, bagaimana ia dapat diandalkan untuk dapat memberikan pembelaan yang optimal, sehingga terbangun keberimbangan antara kepentingan penegak hukum dengan pembelaan diri tersangka/terdakwa,” ucapnya.
Tanpa pengaturan ini, lanjut Isnur, tugas utama advokat untuk memberikan pembelaan yang optimal akan terhambat, menyisakan pendampingan hukum dari advokat berakhir sebagai simbolis belaka, yang selalu tertinggal beberapa langkah di belakang penegak hukum lainnya.
“Padahal, hak untuk mengakses dan menelusuri bukti-bukti yang sedang dikumpulkan penegak hukum di tahap pra-ajudikasi (pre-trial discovery rights) sangat amat esensial bagi tersangka/terdakwa dan advokatnya untuk menyusun pembelaan yang optimal,” jelasnya. (Dev/P-1)
Menurut Pakar Hukum, klausul terkait impunitas advokat yang masuk dalam Pasal 140 ayat (2) dalam RUU KUHAP tidak tepat secara yuridis.
RUU KUHAP lebih progresif dan menjawab permasalahan acara pidana pada KUHAP lama atau yang berlaku saat ini.
REVISI Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang tengah digodok DPR bersama pemerintah akan memperketat syarat penahanan.
Pelapor yang merasa laporannya tidak ditindaklanjuti oleh penyelidik atau penyidik dapat membuat laporan kepada atasan atau pengawas penyidikan.
Penyusunan aturan khusus soal penyadapan bakal melalui proses panjang. Bahkan, harus uji publik tersendiri.
DPR RI dan pemerintah menyepakati sejumlah poin penting dalam pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) terkait revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP).
Pelarangan itu sebelumnya tercantum dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) revisi KUHAP pada Pasal 293 Ayat 3.
Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menjelaskan 1.676 DIM itu terdiri dari 1.091 DIM tetap, 295 DIM redaksional, 68 DIM diubah, 91 DIM dihapus, hingga 131 DIM substansi baru.
Pakar soroti pembahasan DIM Revisi KUHAP yang dilakukan Komisi III DPR dan pemerintah selesai dalam waktu dua hari.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved