Headline

Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan

Fokus

Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah

Koalisi Sipil Kritik RKUHAP Lemahkan Penyadapan dalam Ungkap Korupsi

Rahmatul Fajri
23/7/2025 17:14
Koalisi Sipil Kritik RKUHAP Lemahkan Penyadapan dalam Ungkap Korupsi
Ruang Rapat Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.(MI/Susanto)

Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi menyebut Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang sedang dibahas di Komis III DPR menimbulkan kekhawatiran akan potensi pelemahan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menjalankan fungsi penindakan tindak pidana korupsi. 

Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipi Antikorupsi sekaligus Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Erma Nuzulia menyoroti RKUHAP berpotensi melemahkan upaya penyadapan dalam pengungkapan tindak pidana korupsi. Ia menjelaskan saat ini, penyadapan yang dilakukan oleh KPK didasarkan pada UU KPK.

Segala tindakan upaya paksa untuk pro justitia diawasi oleh Dewan Pengawas KPK berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 70/PUU-XVII/2019. Putusan tersebut mencabut kewenangan pemberian izin upaya paksa oleh Dewan Pengawas KPK, sebab Dewan Pengawas bukanlah penegak hukum dan tidak memiliki wewenang dalam penegakan hukum. 

"Meski demikian, Dewan Pengawas tetap memiliki fungsi pengawasannya dalam bentuk post-factum. Dengan demikian, penyadapan tidak memerlukan izin, melainkan cukup memberikan pemberitahuan kepada Dewan Pengawas sebagai mekanisme checks and balances," kata Elma melalui keterangannya, Rabu (23/7).

Elma mengatakan dalam RKUHAP, Pasal 124 ayat (1) menyebutkan bahwa penyidik dapat melakukan Penyadapan untuk kepentingan penyidikan. Selanjutnya, ayat (2) mengatur bahwa Penyadapan akan diatur dalam UU tentang Penyadapan. 

Ia mengatakan hal ini perlu dikritisi. Pasalnya, KPK berdasarkan Pasal 12 ayat (1) UU KPK, penyadapan dapat dilakukan bahkan di tahap penyelidikan. Hal ini berfungsi sebagai mekanisme pengumpulan informasi yang aktual dan tepat waktu, sehingga tindak pidana korupsi dapat dilakukan tangkap tangan. 

"Jika penyadapan baru dapat dilakukan setelah naik status menjadi penyidikan, maka ada potensi keterlambatan pengungkapan kasus korupsi," katanya.

Elma mengatakan apabila terjadi keterlambatan dalam pelaksanaan penyadapan dan informasi yang dibutuhkan tidak segera diperoleh, maka terdapat potensi hilangnya atau dimusnahkannya barang bukti. 

"Dalam hal barang bukti tersebut berupa uang, terdapat kemungkinan uang tersebut telah dicuci atau dipindahkan ke lokasi lain, yang pada akhirnya akan menyulitkan proses pengungkapan perkara," katanya.(P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya