Headline

Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.

Genomik untuk Rakyat: Menata Kesehatan Komunitas lewat Kedokteran Presisi

Dr. Widya Eka Nugraha, M.Si. Med. - Dosen Fakultas Kedokteran IPB University, Dr. dr. Ivan Rizal Sini, FRANZCOG, MMIS, Sp.OG - Dekan Fakultas Kedokteran IPB University
12/8/2025 16:35

Indonesia hari ini menghadapi tantangan kesehatan komunitas yang pelik dan kompleks. Masalah gizi buruk, stunting, anemia pada ibu hamil, serta tingginya angka penyakit kronis seperti hipertensi dan diabetes menjadi pemandangan yang tak kunjung sirna di banyak wilayah. Selama puluhan tahun, pendekatan kesehatan publik yang kita gunakan cenderung seragam: satu program nasional, satu intervensi massal, dan satu solusi untuk semua.

Namun, realita biologis manusia tidak sesederhana itu. Tiap individu memiliki “kode unik” yang membentuk cara tubuhnya merespons makanan, infeksi, obat-obatan, bahkan kondisi lingkungan. Di sinilah kedokteran presisi hadir sebagai harapan baru: pendekatan kesehatan yang mempertimbangkan faktor genetik, lingkungan, dan gaya hidup untuk memberikan intervensi yang lebih akurat dan berdampak.

Kemitraan triple helix antara pemerintah, akademisi, dan industri menjadi sangat penting dalam mewujudkan transformasi peningkatan kualitas kesehatan di Indonesia. Kehadiran genomik ke jantung komunitas, penting untuk melakukan intervensi tidak pada fase kuratif tetapi pada edukatif dan preventif. Pendekatan ini penting bahwa masa depan kesehatan masyarakat Indonesia ada pada titik temu antara sains genetik dan praktik komunitas.

Kesehatan Komunitas: Masalah Kita Bersama

Data nasional menunjukkan bahwa 22% anak Indonesia masih mengalami stunting, sekitar 48% ibu hamil menderita anemia, dan prevalensi diabetes melitus mencapai 11%. Angka-angka ini bukan sekadar statistik - mereka adalah cermin dari sistem kesehatan yang belum cukup tepat sasaran.

Mengapa banyak program intervensi gizi gagal mencapai target? Mengapa ada anak yang tetap stunting meski sudah mendapat tambahan makanan bergizi? Dan mengapa sebagian pasien tidak membaik meski minum obat sesuai resep?

Jawabannya bisa jadi ada pada perbedaan genetik antar individu, yang selama ini luput dari perhatian intervensi konvensional. Kita butuh pendekatan yang lebih cermat dan personal, tetapi tetap dalam skala komunitas. Di sinilah kedokteran presisi berperan.

Genomik dan Kedokteran presisi: Ilmu yang Semakin Relevan

Genomik adalah studi tentang seluruh materi genetik (genom) dalam tubuh manusia. Genom menentukan banyak hal: dari warna mata hingga risiko diabetes, dari respon terhadap obat hingga efisiensi penyerapan zat besi.

Kedokteran presisi menggunakan data genom ini, dikombinasikan dengan riwayat medis dan gaya hidup, untuk menentukan intervensi paling sesuai bagi seseorang. Artinya, dua orang dengan diagnosis anemia yang sama, mungkin akan mendapat saran gizi yang berbeda tergantung variasi genetiknya dalam menyerap zat besi.

Pendekatan ini dulu terasa mewah dan elitis. Tapi kini, dengan biaya analisis genom yang terus menurun dan ketersediaan teknologi lokal, ia menjadi semakin terjangkau dan dapat diterapkan dalam konteks kesehatan komunitas.

Kemajuan teknologi dalam bidang genomik menjadi semakin revolusioner ketika dipadukan dengan akal imitasi (AI). Kombinasi ini telah melahirkan lompatan besar dalam pemahaman biologi manusia, salah satu contohnya adalah AlphaFold, sistem AI yang dikembangkan oleh DeepMind untuk memprediksi struktur tiga dimensi protein hanya dari urutan asam aminonya. Dalam waktu singkat, AlphaFold telah berhasil memetakan jutaan struktur protein secara akurat, sesuatu yang sebelumnya membutuhkan waktu bertahun-tahun dalam laboratorium. Temuan ini tidak hanya mempercepat riset dasar, tetapi juga membuka pintu bagi penemuan obat yang lebih efisien dan berbasis mekanisme molekuler yang tepat.

Lebih jauh, integrasi genomik dan AI juga menjadi fondasi dalam pengembangan vaksin personal untuk kanker, vaksin yang dirancang berdasarkan profil mutasi tumor spesifik tiap pasien.

Di bidang farmakologi, pendekatan ini memungkinkan peracikan obat-obatan individual yang menargetkan titik lemah biologis seseorang secara presisi, termasuk untuk penyakit metabolik, autoimun, dan neurologis. Inilah masa depan pengobatan: dari pendekatan reaktif menuju terapi prediktif dan personal, di mana data genetik, algoritma AI, dan kedokteran komunitas bekerja selaras demi hasil yang lebih tepat, cepat, dan manusiawi.

Kasus Gizi dan Stunting: Bukan Sekadar Makan Banyak

Anak A dan Anak B sama-sama tinggal di desa yang mendapat program intervensi gizi nasional. Mereka makan makanan yang sama, ikut posyandu, dan rutin diberi suplemen. Tapi kenapa hanya satu dari mereka yang pertumbuhannya membaik?

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa variasi genetik memengaruhi penyerapan zinc, efisiensi metabolisme vitamin A, serta produksi hormon pertumbuhan. Bahkan, sensitivitas terhadap inflamasi kronis akibat infeksi ringan pun punya komponen genetik.

Dengan analisis genomik sederhana, kita bisa mengidentifikasi kelompok anak yang berisiko tinggi stunting secara genetik, dan merancang intervensi yang lebih sesuai. Fakultas Kedokteran IPB University (FK IPB) bersama mitra seperti Binomika saat ini sedang merintis pendekatan ini, menjadikan genomik sebagai alat bantu praktis bagi kader dan nakes di lapangan, bukan hanya untuk jurnal ilmiah.

Ibu Hamil dan Penyakit Kronis: Investasi Masa Depan Bangsa

Kesehatan ibu hamil adalah cermin masa depan anak bangsa. Tetapi saat ini, banyak ibu tidak menyadari bahwa mereka membawa risiko genetik yang dapat berdampak pada kehamilan: dari risiko preeklampsia, kelahiran prematur, hingga gangguan metabolik janin. Kedokteran presisi memungkinkan kita mengenali risiko ini sejak dini. Misalnya, ibu dengan predisposisi genetik diabetes bisa dibimbing sejak trimester awal dengan pola makan dan aktivitas fisik yang disesuaikan. Ini bukan sekadar “edukasi umum”, tapi edukasi berbasis data personal.

Hal yang sama berlaku untuk penyakit kronis. Genetik berperan dalam bagaimana seseorang memetabolisme obat hipertensi, merespons diet rendah garam, atau memiliki risiko gagal ginjal. Dengan pendekatan genomik, kita bisa menghindari trial-and-error dalam terapi, dan langsung menuju strategi yang lebih efektif.

Sebagian orang bertanya: “Bukankah ini terlalu canggih untuk negara berkembang seperti kita?” Justru sebaliknya. Indonesia adalah negara dengan keragaman genetik tinggi, yang belum banyak dipetakan. Menggunakan data genetik dari populasi Barat untuk membuat kebijakan kesehatan di Papua, Sumatera, atau NTT, ibarat mengukur suhu dengan penggaris — tidak nyambung.

Itulah sebabnya pengumpulan data genom dari populasi lokal adalah langkah kunci. Kita tidak bisa hanya meniru, tapi harus membangun basis data kita sendiri. Dan ini bukan hanya proyek ilmuwan atau akademisi. Ini adalah proyek bersama: melibatkan puskesmas, bidan desa, mahasiswa kedokteran, dan komunitas lokal. Kita menyebutnya: precision public health—ketika teknologi tinggi bertemu semangat gotong royong.

Tantangan Etika dan Regulasi

Tentu saja, kita tidak boleh abai terhadap tantangan. Data genetik adalah data yang sangat sensitif. Perlindungan privasi, regulasi yang ketat, dan informed consent yang bermakna adalah syarat mutlak.

Banyak masyarakat belum sepenuhnya memahami apa itu data genom. Maka, edukasi adalah kunci. Peran akademisi sangat penting untuk memastikan pada kegiatan berorientasi genomik komunitas dapat berjalan dengan mekanisme kontrol terhadap transparansi, etika, dan partisipasi aktif masyarakat. Pendekatan ini tidak boleh menjadi alat diskriminasi atau komersialisasi data rakyat. Ia harus menjadi alat pemberdayaan: ilmu untuk rakyat, oleh rakyat, dan demi kesehatan rakyat.

Menata Masa Depan, Dimulai Hari Ini

Genomik bukan sekadar masa depan kedokteran. Dukungan masyarakat terhadap program transformasi teknologi kesehatan yang dicanangkan pemerintah perlu diberikan secara konstruktif dan produktif. Peran para akademisi dalam pengelolaan data dalam penelitian sangat penting untuk menjaga kekuatan ketahanan bioteknologi di Indonesia. Pemikiran yang terbuka sangat diperlukan untuk kemajuan kesehatan di Indonesia.

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya