Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
Komisi III DPR RI dan Pemerintah menyepakati bahwa ayat terkait Mahkamah Agung (MA) yang tidak boleh menjatuhkan vonis lebih berat dari putusan pengadilan di bawahnya, dihapus dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Dia mengatakan bahwa hal itu sebelumnya tercantum dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) revisi KUHAP pada Pasal 293 Ayat 3. Dia mengatakan penghapusan pasal itu berdasarkan keputusan seluruh anggota panitia kerja yang membahas revisi tersebut.
"Jadi tidak ada ketentuan bahwa Mahkamah Agung tidak boleh menjatuhkan hukuman yang lebih berat daripada pengadilan sebelumnya," kata Habiburokhman di kompleks parlemen, Jakarta, hari ini.
Dengan begitu, dia memastikan bahwa Mahkamah Agung tetap bisa menjatuhkan hukuman sesuai keyakinannya, baik hukuman yang lebih berat atau lebih ringan dari putusan pada pengadilan sebelumnya.
Adapun ketentuan Pasal 293 Ayat 3 berbunyi: "dalam hal Mahkamah Agung menjatuhkan pidana terhadap terdakwa maka pidana tersebut tidak boleh lebih berat dari putusan judex factie (putusan di tingkat pengadilan sebelumnya)".
Pasal yang muncul itu merupakan substansi baru yang diusulkan oleh pemerintah melalui DIM. Awalnya, Pasal 293 tersebut hanya memiliki 2 ayat terkait peran Mahkamah Agung dalam tahapan kasasi perkara.
Kini DPR dan Pemerintah telah selesai menempuh tahapan pembahasan DIM yang berjumlah 1.676 poin, yang terdiri mengenai usulan perubahan, dihapus, substansi baru, hingga yang bersifat tetap.
Selanjutnya, Komisi III DPR RI pun membentuk Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi untuk memproses lebih lanjut atas pembahasan DIM yang dilakukan oleh DPR RI dan Pemerintah.(Ant/P-1)
WAKIL Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej menepis adanya upaya pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Revisi UU KUHAP
JAKSA Agung ST Burhanuddin mengungkapkan revisi KUHAP diharapkan dapat memperkuat mekanisme pengawasan terhadap kesewenang-wenangan atas upaya paksa dalam suatu proses hukum.
KOALISI Masyarakat Sipil Anti Korupsi menyoroti sejumlah ketentuan dalam Rancangan KUHAP yang berpotensi menurunkan efektivitas, independensi KPK khususnya penyadapan
Revisi KUHAP menimbulkan kekhawatiran serius akan potensi pelemahan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menjalankan fungsi penindakan.
RKUHAP berpotensi melemahkan upaya penyadapan dalam pengungkapan tindak pidana korupsi. Ia menjelaskan saat ini, penyadapan yang dilakukan oleh KPK didasarkan pada UU KPK.
Dalam Pasal 7 Ayat 5 draf revisi KUHAP, secara eksplisit menyebutkan bahwa penyidik pada KPK dikecualikan dari koordinasi dan pengawasan oleh penyidik Polri.
Dia menegaskan bahwa DPR RI akan mengedepankan partisipasi publik yang banyak dalam pembahasan revisi KUHAP, maupun revisi undang-undang lainnya.
Banyak juga pasal yang mewajibkan penyerahan berkas ke penuntut umum harus melalui penyidik Polri. RKUHAP berpotensi menggerus kewenangan KPK dalam menangani perkara.
KPK memutuskan bersurat kepada Presiden dan Ketua DPR RI karena lembaga antirasuah tersebut tidak mengetahui perkembangan pembahasan RUU KUHAP.
DPR menjelaskan bahwa langkah tersebut dilakukan Komisi III DPR RI sebagai wakil rakyat yang harus mengayomi dan melayani seluruh elemen rakyat yang ingin menyampaikan aspirasi.
Dia mengaku sudah mendengar keberatan dari Koalisi Masyarakat Sipil terkait pembahasan RKUHAP. Salah satunya tudingan bahwa pembahasan dilakukan tertutup.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved