Headline

Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.

Fokus

F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.

Jaksa Agung: RUU KUHAP Harus Perkuat Mekanisme Pengawasan terhadap Upaya Paksa

Devi Harahap
24/7/2025 16:07
Jaksa Agung: RUU KUHAP Harus Perkuat Mekanisme Pengawasan terhadap Upaya Paksa
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin(ANTARA FOTO/Bayu Pratama S)

 

JAKSA Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin mengungkapkan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) diharapkan dapat memperkuat mekanisme pengawasan terhadap kesewenang-wenangan atas upaya paksa dalam suatu proses hukum.

“Mekanisme pengawasan terhadap upaya paksa, seperti penangkapan, penyadapan, maupun penahanan, saat ini hanya bisa dilakukan melalui mekanisme praperadilan yang dinilai masih belum efektif dalam mencegah kesewenang-wenangan,” kata Jaksa Agung dalam keterangannya pada Kamis (24/7). 

Menurut Burhanuddin, upaya praperadilan cenderung saat ini hanya dapat diakses oleh mereka yang mampu secara finansial namun meninggalkan kelompok rentan tanpa perlindungan memadai. Atas dasar itu, pembaruan KUHAP harus menjamin proses hukum yang adil.

“Tidak saja secara tertulis tapi juga praktik, termasuk perlindungan terhadap hak tersangka dan terdakwa,” jelasnya.

Selain itu, ia menilai salah satu kelemahan KUHAP saat ini yakni belum menjamin perlindungan hak asasi manusia dan masih mengadopsi upaya represif yang kurang menghargai hak tersangka maupun terdakwa.

Oleh karena itu, Burhan menekankan bentuk upaya paksa yang merampas kemerdekaan, seperti penetapan tersangka, penggeledahan, penahanan, penyitaan, harus tunduk pada konsep judicial scrutiny.

“Pembaruan KUHAP bukan hanya perubahan secara normatif, namun juga membangun sistem peradilan yang humanis dan adaptif,” imbuhnya. 

Selain itu, Burhan menegaskan bahwa proses hukum yang adil harus dijalankan pada tiap tahap peradilan. Hal ini menurutnya penting untuk meminimalisasi kegagalan pembuktian akibat pelanggaran prosedur.

Sehingga, lanjutnya, RUU KUHAP juga barus mengatur tentang mekanisme koordinasi penyidik dan penuntut umum sejak awal dimulainya penyidikan.

“Penataan ulang relasi antar penegak hukum dalam RUU KUHAP dilakukan dalam rangka membangun sistem pengawasan dan keseimbangan yang lebih sehat dan dinamis,” imbuhnya. 

Lebih jauh, Burhan meminta agar pembahasan revisi KUHAP dilakukan secara cermat dan inklusif, sesuai dengan mekanisme hukum agar menghasilkan produk legislasi yang kuat secara yuridis dan tahan terhadap uji materi.

Melemahnya Mekanisme Pengawasan

Terpisah, Ketua Umum DPN Peradi, Luhut Pangaribuan menyoroti dugaan melemahnya mekanisme pengawasan atas upaya paksa dalam RUU KUHAP yang tengah dibahas DPR. 

Ia mengatakan bahwa mekanisme pengawasan atas upaya paksa harus berdasarkan pada praperadilan sesuai konsep habeas corpus. Menurutnya, dengan konsep ini penyidik sebelum menetapkan seseorang sebagai tersangka apalagi akan menahannya harus terlebih dahulu membawanya pada hakim praperadilan. 

“Apakah kedua alat bukti yang dijadikan dasar menetapkan status tersangka itu apakah sah dan meyakinkan atau tidak. Apabila hakim menyatakan sah, maka bila kemudian akan ditahan perlu ada hearing terlebih dahulu karena ini tentang HAM dan konstitusional,” jelasnya. 

Selain itu, Luhut menegaskan bahwa upaya paksa penahanan juga harus menghormati HAM, artinya tidak hanya berdasarkan penetapan sendiri (diskresioner) penyidik namun tunduk pada konsep pengawasan pengadilan. 

“Selain ditahan, apakah bisa diberikan bail (melepaskan dari tahanan), tidak dilanjutkan penahanan karena ada jaminan tidak mengulangi tindak pidana, menghilangkan barang bukti, melarikan diri. Atau kalau tetap akan ditahan, bagaimana bentuknya? apakah tahanan kota, rumah, dan bukan Rutan,” katanya. (Dev/M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya