Headline
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
RENCANA pemberlakuan asas dominus litis secara mutlak dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) menuai kritik dari sejumlah pakar hukum. Mereka menilai penguatan peran jaksa penuntut umum dalam proses penyidikan bisa menimbulkan ketimpangan kewenangan antarlembaga penegak hukum serta mengancam independensi penyidik.
Salah satu kritik datang dari Guru Besar Hukum Pidana Universitas Kristen Indonesia (UKI), Mompang L. Panggabean. Ia menilai bahwa konsep dominus litis yang memberikan kendali penuh kepada penuntut umum atas proses penyidikan tidak sesuai dengan prinsip keseimbangan kewenangan yang selama ini dianut dalam sistem hukum pidana Indonesia.
"Asas dominus litis secara mutlak, dengan memberikan kendali penuh kepada penuntut umum terhadap arah dan proses penyidikan, kurang tepat diterapkan dalam sistem hukum pidana kita yang menganut prinsip keseimbangan kewenangan. Apalagi jika mengamati budaya hukum selama ini, dimana timbul kesan bahwa posisi penuntut umum seakan-akan lebih tinggi daripada penyidik," ujar Mompang kepada wartawan, Selasa (29/7).
Ia berpendapat, jika prinsip ini diberlakukan, maka jaksa akan memiliki wewenang untuk menentukan apakah sebuah perkara layak disidik lebih lanjut atau dihentikan, bahkan sejak tahap awal penyidikan. Hal ini berpotensi mengaburkan batas kewenangan antara penyidik dan penuntut, serta mereduksi independensi polisi sebagai penyidik.
"Penyidikan adalah proses yang seharusnya dilakukan secara objektif dan profesional oleh penyidik, bukan di bawah arahan dan dominasi jaksa. Kalau fungsi ini dilemahkan, maka sistem kontrol dalam proses penegakan hukum menjadi tidak berjalan. Padahal semua subsistem dalam sistem peradilan pidana memiliki kedudukan dan peran yang sama demi mencapai visi misi penegakan hukum bertolak dari pendekatan sistem sebagaimana diutarakan Prof. Satjipto Rahardjo," jelasnya.
Ia menekankan bahwa reformasi hukum acara pidana di Indonesia semestinya bertujuan memperkuat sinergi antarinstitusi penegak hukum, bukan malah memperbesar dominasi satu pihak atas yang lain. Menurutnya, keberadaan asas dominus litis secara mutlak justru akan menciptakan ruang intervensi yang besar dan membuka potensi penyalahgunaan kewenangan. Penguatan kelembagaan harus dilakukan demi memperbaiki struktur hukum yang ada seraya menciptakan budaya hukum yang sehat.
“Jangan sampai kita mengorbankan prinsip dasar hukum acara hanya demi alasan efisiensi atau kepraktisan. Kita justru harus menjaga sistem yang menjamin keadilan substantif dan perlindungan hak asasi manusia,” imbuhnya.
Ia juga memberi masukan terkait proses pembahasan RUU KUHAP yang seharusnya lebih melibatkan partisipasi masyarakat dan akademisi secara luas. "Pembentukan KUHAP bukan perkara teknis semata, ini menyangkut hak dasar warga negara dalam menghadapi proses hukum. Oleh karena itu, partisipasi publik adalah keniscayaan, terlebih apabila mengingat bahwa pembaruan hukum pidana secara integral harus menyeluruh meliputi pembaruan dalam hukum pidana materiel, hukum pidana formil dan hukum pelaksanaan pidana," tegasnya.
Ia mengingatkan bahwa KUHAP versi 1981 merupakan tonggak penting dalam reformasi hukum pidana Indonesia, yang berhasil menggantikan sistem kolonial warisan Herziene Inlandsch Reglement (HIR), tetapi harus disadari bahwa telah banyak pembaruan dilakukan lewat putusan Mahkamah Konstitusi. Maka, setiap perubahan terhadap KUHAP harus dilakukan dengan kehati-hatian dan tidak terburu-buru, hanya karena KUHP Nasional sudah akan mulai berlaku tahun depan, sehingga jangan sampai mengabaikan prinsip-prinsip dasar negara hukum.
"RUU KUHAP seharusnya tidak hanya diselaraskan dengan KUHP baru, tetapi juga harus menjawab kebutuhan sistem peradilan pidana modern yang adil, transparan, dan akuntabel. Jangan sampai justru terjadi kemunduran, terlebih jika bertolak dari pemikiran bahwa pembaruan tersebut harus dilandasi pendekatan kebijakan yang melihat kebijakan hukum pidana sebagai bagian dari kebijakan penegakan hukum yang seluruhnya dicakup kebijakan sosial dan pendekatan nilai berdasarkan nilai-nilai sosio-filosofis, sosio-politis dan sosio-kultural," tegasnya.
Mompang mendorong legislatif agar mengevaluasi kembali substansi pasal-pasal kontroversial dalam RUU KUHAP, terutama yang menyangkut dominasi jaksa dalam penyidikan. Ia menegaskan bahwa keadilan tidak bisa ditegakkan melalui pendekatan dominasi kelembagaan, melainkan melalui sistem yang saling menghargai dan menjaga independensi fungsi-fungsi penegakan hukum demi tercapainya sistem peradilan pidana terpadu. (P-4)
RUU KUHAP menegaskan asas dominus litis yang memberi kewenangan utama pada Jaksa Penuntut Umum sejak tahap penyidikan hingga eksekusi perkara.
GURU Besar UPN Veteran Jakarta Bambang Waluyo menekankan bahwa dominus litis merupakan kewenangan yang melekat pada kejaksaan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.
Kejagung menegaskan revisi UU Kejaksaan diperlukan untuk membuat kejaksaan di Indonesia menjadi institusi yang kokoh.
Asas Dominus Litis merupakan asas universal yang memberikan kewenangan kepada jaksa atau kejaksaan untuk mengendalikan perkara pidana.
Ariyadi menilai bahwa asas ini tidak hanya membuka peluang bagi penyalahgunaan kekuasaan, tetapi juga mengecilkan ruang pengawasan, transparansi dan akuntabilitas terhadap jaksa.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved