Headline

Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.

The Old Soldier Never Die, Kenangan untuk Mayor Jenderal TNI (Purn) IGK Manila

Hamim Pou, Ketua Bidang Hubungan Eksekutif DPP Partai NasDem
19/8/2025 11:08
The Old Soldier Never Die, Kenangan untuk Mayor Jenderal TNI (Purn) IGK Manila
Hamim Pou Ketua Bidang Hubungan Eksekutif DPP Partai NasDem(Dok. Istimewa)

ADA sebuah adagium klasik dalam dunia militer: the old soldier never die, they just fade away. Prajurit tua tidak pernah benar-benar mati, mereka hanya perlahan menghilang. Kalimat ini terasa sangat tepat untuk menggambarkan sosok Mayor Jenderal TNI (Purn) I Gusti Kompyang Manila—atau yang akrab disapa Opa Manila.

Di usia senjanya, tubuhnya masih tegap, rambutnya dikuncir panjang, langkahnya mantap, dan pikirannya tetap jernih. Ia selalu hadir dengan cerita, dengan keteladanan, dengan gagasan. Kini, di usia 83 tahun, beliau telah berpulang. Namun jejaknya, warisannya, dan inspirasinya akan tetap abadi.

Emas Sepakbola yang Langka
Salah satu ingatan kolektif bangsa pada nama IGK Manila terkait dengan sepakbola Indonesia. Tahun 1991, ia dipercaya menjadi manajer Tim Nasional Indonesia yang berlaga di SEA Games Manila, Filipina. Laga final melawan Thailand berlangsung dramatis, berakhir lewat adu penalti yang menegangkan. Indonesia keluar sebagai juara, merebut medali emas.

Judul berita media nasional saat itu sangat sastrawi: “Dipimpin Manila, Indonesia Rebut Emas di Manila.” Kalimat ini abadi, seindah kisah itu sendiri. Sebab emas SEA Games dari sepakbola bukanlah capaian yang mudah. Sepanjang sejarah, Indonesia hanya tiga kali merebut emas: 1987, 1991, dan yang terbaru 2023 di Kamboja bersama pelatih Indra Sjafri. Emas 1991 menjadi momen bersejarah, langka, dan menjadi bagian penting dari perjalanan panjang sepakbola negeri ini.

Kedekatan dengan Para Presiden
IGK Manila juga dikenal sebagai perwira yang dekat dengan para presiden Republik Indonesia. Dari Bung Karno, Soeharto, Habibie, Gus Dur, Megawati, SBY, Jokowi, hingga Prabowo—semuanya pernah bersinggungan dengan jejak langkahnya.

Namun, kedekatan itu bukan karena ambisi pribadi, melainkan karena sikapnya yang tulus, rendah hati, dan mampu menjaga amanah. Ia selalu bercerita dengan penuh rasa syukur, bukan kesombongan. Kisah-kisahnya menjadi bukti bahwa seorang prajurit sejati bisa berada dekat dengan lingkar inti kekuasaan, namun tetap menjaga integritas dan kesederhanaan.

Sekjen Kemenpen di Masa Gus Dur
Kiprah IGK Manila juga tercatat kuat dalam sejarah birokrasi. Ia pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian Penerangan pada masa Presiden Abdurrahman Wahid. Kala itu, Gus Dur mengambil keputusan mengejutkan: membubarkan Kementerian Penerangan.

Keputusan politik ini menimbulkan guncangan. Ribuan pegawai negeri sipil resah, masa depan mereka tidak jelas. Di tengah kekalutan itu, Manila berdiri di garis depan. Ia memastikan transisi berjalan mulus, pegawai-pegawai menemukan penempatan baru, dan tidak ada yang kehilangan martabat. Di sinilah letak kehebatan seorang prajurit yang tak hanya piawai di lapangan tempur, tapi juga tangguh dalam menghadapi turbulensi birokrasi.

Akademi Bela Negara: Mewariskan Spirit
Di ujung hayatnya, IGK Manila memimpin Akademi Bela Negara Partai NasDem. Tugas itu diberikan langsung oleh Ketua Umum Surya Paloh, yang menilai Manila sosok paling tepat untuk menakhodai lembaga kaderisasi politik pertama di Indonesia, bahkan salah satu yang langka di dunia.

Di sana, setiap hari ia berdiskusi dengan anak-anak muda. Ia menanamkan pentingnya cinta tanah air, disiplin, dan nasionalisme. Akademi itu baginya bukan sekadar ruang belajar politik, tetapi arena menempa karakter kebangsaan. Dengan rambut panjangnya yang selalu dikuncir, ia berdiri tegap di hadapan para kader, seolah menunjukkan: semangat bela negara tidak mengenal usia.

Orang Kepercayaan Surya Paloh
Manila bukan sekadar pimpinan akademi. Ia juga duduk sebagai anggota Majelis Tinggi Partai NasDem—forum tertinggi yang menentukan arah partai dan pemimpin masa depan. Ia adalah satu dari lima tokoh inti yang menjadi tempat Ketua Umum Surya Paloh berbagi gagasan. Selain itu, ia dipercaya menjadi komisaris Metro TV, bagian dari lingkaran strategis yang menghubungkan politik, media, dan kebangsaan.

Tanggal 10 Agustus 2025 lalu, ia masih hadir dalam Rakernas I Partai NasDem di Makassar. Duduk di barisan paling depan, wajahnya tenang, tubuhnya tampak sehat. Saat itu terjadi perjumpaan singkat: sebuah salam hangat, cium tangan, dan senyum penuh wibawa. Itu menjadi salam terakhir. Beberapa hari kemudian, kabar duka itu datang.

Prajurit Lengkap
IGK Manila adalah sosok yang lengkap. Ia tentara, birokrat, manajer olahraga, politisi, dan guru bangsa. Jarang ada orang yang menapaki begitu banyak ranah dengan integritas yang tetap terjaga. Hidupnya panjang, tapi lebih panjang lagi jejak yang ditinggalkannya.

Dalam bahasa anak muda masa kini, ia tidak pernah berhenti “gaspoll.” Selalu hadir, selalu bergerak, selalu menebarkan semangat. Hingga akhir hayatnya, ia setia menjalankan pesan abadi itu: the old soldier never die.

Kini Opa Manila boleh beristirahat dengan tenang. Namun, bangsa ini terutama generasi muda akan selalu mengenangnya. Dari emas sepakbola, kisah para presiden, keberanian di Kemenpen, hingga keteladanan di Akademi Bela Negara—semua akan tetap hidup.

Selamat jalan Opa Manila. The old soldier never die. (H-4)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya