Headline
Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.
TIDAK ada makan siang gratis di dalam politik. Begitupun tidak ada koinsidensi atau kebetulan di dalam drama politik. Keputusan Presiden Prabowo Subianto memberikan Amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan Abolisi kepada Tom Lembong pada 31 Juli 2025 harus dibaca menggunakan kedua asumsi tersebut. Apalagi sehari setelahnya, 1 Agustus 2025, Kongres PDIP di Bali mendeklarasikan dukungan terhadap pemerintahan Prabowo. Amnesti dan Abolisi juga tidak lazim bagi tahanan kasus korupsi. Pertanyaannya mengapa Presiden Prabowo nekat menerbitkan Amnesti dan Abolisi tersebut?
Lanjutan Tensi Pilpres 2024
Kasus Hasto dan Tom Lembong adalah buntut dari kontestasi Pilpres 2024. Keduanya dipandang sebagai korban kriminalisasi politik mewakili kubu Ganjar dan kubu Anies, strategi yang lazim di era kepemimpinan Jokowi (Power, 2018; Mietzner, 2020; Hadiprayitno, 2024). Maka, memberikan Amnesti untuk Hasto dan Abolisi untuk Tom Lembong boleh dikatakan sebagai strategi Prabowo merangkul semua pihak untuk membangun Indonesia, komitmen yang sudah sering Prabowo gaungkan.
Prabowo memang terkenal sebagai sosok pemimpin yang selalu mendambakan dan mengusahakan kesatuan. Baginya, demokrasi Indonesia berbeda dari demokrasi liberal Barat yang mensyaratkan disensus (Robison, 1996). Sebagai bangsa yang sangat majemuk, Indonesia membutuhkan konsensus untuk menjaga stabilitas politik dan mendongkrak pencapaian ekonomi (Mietzner, 2023). Amnesti dan Abolisi adalah upaya rekonsiliasi yang diluncurkan Prabowo untuk memuluskan jalan pemerintahannya tanpa ganjalan signifikan dari PDIP atau kubu Anies.
Di sisi lain, dua penerbitan Amnesti dan Abolisi ini dapat juga dilihat sebagai strategi Prabowo untuk perlahan dan sistematis keluar dari bayang-bayang Jokowi. Dari sisi psikologi politik, setiap presiden baru sungguh menjadi penguasa jika ia tidak didikte orang lain. Tidak ada penguasa yang nyaman dengan keberadaan matahari kembar. Dambaan terbesar seorang penguasa adalah meninggalkan legasi. Namun ada yang lebih dalam.
Ceruk Suara
Meskipun branding publiknya kelihatan rendah hati dan lugu, Prabowo bukan politisi lugu, apalagi bodoh dan murah hati. Ia sudah malang melintang dan belajar banyak dari berbagai pengalaman jatuh bangun di dalam dunia militer dan politik. Kegagalan dan penderitaan adalah pelajaran terbaik bagi para petarung. Karena itu, tentu keputusan mengeluarkan Amnesti dan Abolisi memiliki harga yang tidak murah. Kedua keputusan ini adalah barter politik paling visioner Prabowo sejak dilantik sebagai presiden.
Kajian politik komparatif menunjukkan performa demokrasi secara global sedang mengalami kemerosotan (Diamond, 2015), demikian juga di Indonesia (Warburton & Aspinall, 2019; Pepinsky, 2024; Mietzner, 2024; 2025). Salah satu strategi untuk mengerem bahkan melawan kebangkitan anti-demokrasi adalah partai-partai pro-demokrasi membentuk koalisi gemuk untuk menyingkirkan kelompok antidemokrasi dari panggung politik (Diamond, 2017; Levitsky & Ziblatt, 2018; 2023).
Taktik ini dapat berhasil, tetapi menyisakan konsekuensi politik yang jauh lebih berbahaya. Studi menunjukkan koalisi gemuk justru memberikan panggung kepada partai antidemokrasi yang disingkirkan dari koalisi tersebut. Para pemilih yang tidak puas dengan performa pemerintah akan mencari kelompok politisi yang menawarkan solusi lain atau menjanjikan perubahan. Dengan begitu, kelompok yang berada di luar koalisi justru mengalami kenaikan elektabilitas karena mendapat ceruk suara yang terkumpul dari barisan sakit hati (Van Herpen, 2021).
Pemberian Amnesti dan Abolisi kepada Hasto dan Tom Lembong adalah strategi Prabowo untuk mencegah PDIP dan Anies mendapatkan limpahan suara dari barisan yang tidak setuju dengan Prabowo. Dengan begitu, tidak hanya jalan Prabowo hingga 2029 yang tidak terusik, tetapi juga Prabowo dan Gerindra tidak memiliki penantang yang tangguh pada Pilpres 2029-3034.
Kelemahan Megawati
Apakah Megawati dan PDIP tidak mengetahui manuver Prabowo di atas? Tentu saja mereka tahu. PDIP dan Megawati lebih berpengalaman dari Prabowo. Namun, Megawati berani mengambil trade off ini: menyelamatkan Hasto dari jeruji besi dengan mengorbankan peluang kemenangan PDIP pada Pilpres berikut. Mengapa demikian? Selain Pilpres berikutnya masih jauh, yang paling menentukan adalah kasih sayang seorang Megawati yang begitu dalam terhadap anak ideologisnya, Hasto.
Sehebat-hebatnya ibu Megawati dalam diplomasi politik dan memiliki kematangan dalam mengontrol diri, ia tetaplah seorang ibu. Ibu Mega luluh hingga meneteskan air mata tatkala Hasto melangkah ke atas panggung Kongres PDIP di Bali awal Agustus kemarin. Indikator lain ialah meskipun terpilih kembali menjadi ketua umum PDIP periode 2025-2030, Megawati juga masih mengambil alih posisi Sekretaris Jenderal Partai. Padahal, tidak kurang politisi PDIP yang berkemampuan. Hasto lama mengabdi kepada PDIP dan memandang Megawati sebagai ibunya sendiri. Bagi ibu Mega, hanya Hasto yang layak mengisi posisi Sekretaris Jenderal selama ia masih hidup dan berkuasa.
Maka di balik Amnesti Hasto, terhadap barter politik antara Prabowo dan Megawati, yang rugi di dalam barter ini adalah PDIP karena Megawati mengorbankan kepentingan partai untuk seorang Hasto. Amnesti ini tidak lain adalah monumen kemenangan Prabowo dan kelemahan seorang Ibu Mega.
Kecerdikan Prabowo
Jika Amnesti Hasto adalah transaksi yang merugikan PDIP, untuk apa Abolisi Tom Lembong? Ada dua alasan. Pertama, masih sama dengan rasional di balik Amnesti Hasto, dengan Abolisi untuk Tom Lembong Prabowo juga mencegah ceruk suara Anies bertambah lantaran orang-orang yang tidak menyukai dirinya bisa berkumpul mendukung Anies pada Pilpres berikutnya.
Kedua, Prabowo ingin mencegah riak-riak sosial politik yang dapat mengganggu periode kepemimpinannya. Jika Hasto yang masih kelihatan kesalahannya dapat diberi Amnesti, apalagi kasus Tom Lembong yang bahkan tidak memiliki “mens rea”. Jika Tom Lembong tidak mendapatkan Abolisi, tidak hanya semakin banyak orang yang membenci Prabowo dan turun ke jalan, tetapi terutama Anies memanen banyak suara yang lari dari Prabowo dan PDIP pada kontestasi Pilpres berikutnya.
Amnesti Hasto dan Abolisi Tom Lembong bukan kehebatan PDIP, Megawati, Anies Baswedan, atau ketidakbersalahan Hasto dan Tom Lembong. Amnesti dan Abolisi ini semata adalah kecerdikan politik Prabowo yang memanfaatkan situasi politik. Prabowo adalah aktor utama orkestrasi politik isu Amnesti dan Abolisi. (H-4)
, Politikus PDIP Guntur Romli memastikan absennya Megawati pada upacara HUT ke-80 RI bukan karena adanya masalah dengan Presiden Prabowo Subianto
Hasto menjelaskan Megawati telah berkunjung ke Istana Kepresidenan Jakarta, yakni pada Sabtu (16/8), untuk mengukuhkan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka).
Hasto menyampaikan pernyataan tersebut ketika ditanya jurnalis mengenai adanya pertemuan Megawati dengan Prabowo setelah pemberian amnesti.
PDIP mengungkap alasan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri kembali menunjuk Hasto Kristiyanto sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen).
Ketua DPP PDIP, Puan Maharani, menjawab soal tugas-tugas untuk Hasto Kristiyanto dari Megawati setelah kembali menjabat sebagao Sekjen PDIP
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved