Headline
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
Asas Dominus Litis memberikan kewenangan kepada kejaksaan sebagai pemegang kendali utama dalam perkara pidana. Namun implementasinya dapat menimbulkan problematika dalam relasi antara penyidik dan Jaksa Penuntut Umum.
“Dalam RUU KUHAP banyak pihak menghendaki proses penuntutan dimulai sejak saat penyidikan, dan Jaksa selaku Dominus Litis diberi kewenangan untuk terlibat dari awal penyidikan perkara hingga menyidangkan perkara ke Pengadilan guna menghindari bolak-balik perkara yang mengakibatkan ketidakadilan dan ketidakpastian bagi pencari keadilan,” ujar Akademisi Fakultas Hukum (FH) UKI, Dr. Filpan Fajar Dermawan Laia, S.H., M.H, dalam Focus Group Discusssion dengan tema ‘Asas Dominus Litis dalam RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)’ yang diselenggarakan FH UKI di Auditorium Graha William Soeryadjaya UKI (21/07).
Jaksa Ahli Madya Badan Diklat Kejaksaan RI ini menjelaskan bahwa peran jaksa tidak terlepas dari amanat Undang-Undang. UU No.11 Tahun 2021, pasal 30 menjelaskan tugas jaksa selaku penuntut umum, selaku penyidik untuk kasus korupsi dan tindak pidana HAM, jaksa pengacara negara, eksekutor perkara yang sudah "Incracht"
“Dalam menjalankan asas dominus litis yang berlaku universal sebagai pengendali perkara, kami diawasi oleh pihak internal. Kami melihat proses due of law berjalan dari penyidikan, penuntutan dan eksekusi. Penanganan perkara bukan hanya penyidikan, tetapi juga dilihat dari penuntutan dan eksekusi terhadap putusan itu,” jelas Doktor Filpan.
“Salah satunya adanya penyelesaian perkara di luar persidangan. Di KUHAP lama sudah diatur tentang jaksa bersikap apakah layak atau tidak persidangan suatu perkara,”tambahnya.
“Sebagai Jaksa Penuntut Umum (JPU) bukan melihat kelengkapan materi formil tetapi bagaimana melihat ruang apa ada peluang penyelesaian perkara di luar persidangan. Sehingga arah menuju persidangan adalah langkah terakhir. Jika bisa diselesaikan bisa ditutup persidangan oleh JPU. Peran dominus litis adalah di situ,” ujarnya.
Doktor Filpan menegaskan bahwa pengenyampingan penuntutan perkara bukan untuk kepentingan JPU tetapi kepentingan seluruh masyarakat. Ini harus diperkuat peran JPU dalam KUHAP. “Tujuan hukum bukan pembalasan adalah restorative, memulihkan keadaan seperti semula,” tuturnya.
Akademisi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Dr. Febby Mutiara Nelson, S.H., M.H menekankan bahwa asas dominus litis memberikan kewenangan Jaksa Penuntut Umum menentukan kelanjutan suatu perkara mulai dari tahap penyelidikan hingga eksekusi putusan.
“Melalui diskusi ini kami berharap adanya hubungan harmonis antara penyidik dan penuntut umum dalam menangani perkara pidana,” kata Doktor Febby.
“Ketika penyidik mengeluarkan sprindik, surat perintah mulainya penyidikan diberi tahu ke penuntut umum. Penuntut umum berkoordinasi dengan penyidik, mengenai alat bukti yang dikumpulkan penyidik, dan akan dibawa Jaksa Penuntut Umum ke tahap penuntutan,”katanya.
“Kurang harmonis hubungan Jaksa Penuntut Umum dan penyidik membuat perkara di persidangan dalam putusan mejadi lepas atau bebas karena kurang komunikasi antara JPU dan penyidik,” jelas Doktor Febby.
Doktor Febby mengatakan masalah komunikasi dan koordinasi JPU dan penyidik belum diatur dengan baik di dalam KUHAP saat ini. Bagaimana membuat mekanisme pola hubungan koordinasi dan komunikasi antara penyidik dan penuntut umum yang lebih baik kedepannya. Sehingga tidak mencurigai satu sama lain.
“Perlunya pengawas bagi penyidik dan Jaksa Penuntut Umum. Pengawasan dari pihak pengadilan,”tambahnya.
Forum Diskusi Ilmiah Mahasiswa ini dalam rangka memberikan masukan terhadap pembasan RUU KUHAP juga menghadirkan narasumber Petrus CKL Bello dan Dr. Hendri Jayadi. (RO/Z-2)
Komjak menilai tidak ada pelanggaran atau penyimpangan yang ditemukan dalam perkara korupsi impor gula dengan terdakwa Tom Lembong. Pernyataan Komjak disayangkan
ZULKARNAEN Apriliantony (ZA) dan Adriana Angela Brigita (AAB) mengaku keberatan atas tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus dugaan perlindungan situs judi online (judol)
Pledoi Tom Lembong, tuntutan tujuh tahun penjara yang diajukan JPU merupakan kriminalisasi terhadap kebijakan publik.
Jaksa menuntut Tom Lembong agar dipidana penjara selama 7 tahun serta denda Rp750 juta, yang apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
ICW heran dengan langkah majelis hakim Pengadilan Tipikor yang menjatuhkan hukuman terhadap mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar lebih rendah dari tuntutan JPU
WAKIL Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej menepis adanya upaya pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Revisi UU KUHAP
JAKSA Agung ST Burhanuddin mengungkapkan revisi KUHAP diharapkan dapat memperkuat mekanisme pengawasan terhadap kesewenang-wenangan atas upaya paksa dalam suatu proses hukum.
KOALISI Masyarakat Sipil Anti Korupsi menyoroti sejumlah ketentuan dalam Rancangan KUHAP yang berpotensi menurunkan efektivitas, independensi KPK khususnya penyadapan
Revisi KUHAP menimbulkan kekhawatiran serius akan potensi pelemahan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menjalankan fungsi penindakan.
RKUHAP berpotensi melemahkan upaya penyadapan dalam pengungkapan tindak pidana korupsi. Ia menjelaskan saat ini, penyadapan yang dilakukan oleh KPK didasarkan pada UU KPK.
Dalam Pasal 7 Ayat 5 draf revisi KUHAP, secara eksplisit menyebutkan bahwa penyidik pada KPK dikecualikan dari koordinasi dan pengawasan oleh penyidik Polri.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved