Headline
Penyelenggara negara tak takut lagi penegakan hukum. Kisruh royalti dinilai benturkan penyanyi dan pencipta lagu yang sebenarnya saling membutuhkan.
Penyelenggara negara tak takut lagi penegakan hukum. Kisruh royalti dinilai benturkan penyanyi dan pencipta lagu yang sebenarnya saling membutuhkan.
WACANA terkait aturan impunitas atau perlindungan hukum terhadap profesi advokat dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) dinilai tidak tepat secara yuridis. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak menilai pengaturan impunitas terhadap advokat tersebut seharusnya tidak dicantumkan dalam KUHAP. Alasannya, terang Johanis, kitab yang rencana akan disahkan pada 2026 itu mengatur hukum pidana formil.
“KUHAP adalah hukum acara pidana yang hanya mengatur tata cara penegakan hukum pidana materiil, mulai dari penyidikan hingga putusan. Bukan tempat untuk mencantumkan perlindungan profesi,” ujar Tanak dalam keterangannya pada Minggu (13/7).
Meskipun demikian, Johanis setuju bahwa advokat berhak atas perlindungan hukum dalam menjalankan profesinya, namun tidak perlu dicantumkan dalam KUHAP.
Johanis menegaskan aturan terkait perlindungan atau impunitas bagi profesi penegak hukum sebaiknya diatur dalam undang-undang sektoral masing-masing. Sebagai contoh, impunitas jaksa diatur dalam Undang-Undang Kejaksaan, dan impunitas hakim diatur dalam Undang-Undang Kehakiman, bukan dalam KUHAP.
“Jika advokat menghendaki impunitas atau perlindungan hukum, hal itu seharusnya diatur dalam Undang-Undang tentang Advokat, seperti halnya perlindungan jaksa diatur dalam UU Kejaksaan,” imbuhnya.
Tanak pun berharap para pembuat undang-undang dapat mempertimbangkan ulang substansi pasal tersebut agar tidak terjadi kekeliruan dalam penempatan norma hukum dalam sistem perundang-undangan nasional.
“Bukan dengan cara mencantumkan dalam Hukum Acara Pidana (Hukum Pidana Formil) seperti yang diatur dalam Pasal 140 ayat 2 RUU KUHAP,” pungkasnya
Seperti diketahui, aturan mengenai impunitas advokat masuk dalam Pasal 140 ayat (2) dalam RUU KUHAP. Klausul tersebut berbunyi bahwa “Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar persidangan”. (H-4)
Setyo mengatakan, pengecualian ini mengartikan pemerintah masih mengategorikan korupsi sebagai kejahatan luar biasa. Sehingga, penanganannya harus lex specialis.
WAKIL Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej menepis adanya upaya pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Revisi UU KUHAP
JAKSA Agung ST Burhanuddin mengungkapkan revisi KUHAP diharapkan dapat memperkuat mekanisme pengawasan terhadap kesewenang-wenangan atas upaya paksa dalam suatu proses hukum.
KOALISI Masyarakat Sipil Anti Korupsi menyoroti sejumlah ketentuan dalam Rancangan KUHAP yang berpotensi menurunkan efektivitas, independensi KPK khususnya penyadapan
Revisi KUHAP menimbulkan kekhawatiran serius akan potensi pelemahan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menjalankan fungsi penindakan.
RKUHAP berpotensi melemahkan upaya penyadapan dalam pengungkapan tindak pidana korupsi. Ia menjelaskan saat ini, penyadapan yang dilakukan oleh KPK didasarkan pada UU KPK.
Hakim Yustisial Biro Hukum dan Humas MA, Rizkiansyah Panca Yunior Utomo menyoroti sejumlah ketentuan dalam UU Kejaksaan yang dinilai menimbulkan polemik, salah satunya Pasal 8 ayat (5).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved