Headline
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
REVISI Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang sedang dibahas di Komisi III DPR menimbulkan kekhawatiran serius akan potensi pelemahan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menjalankan fungsi penindakan.
Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi memberikan catatan kritis dan menyoroti sejumlah ketentuan dalam RKUHAP yang berpotensi menurunkan efektivitas, independensi, serta fleksibilitas KPK pada aspek tindak pidana korupsi (Tipikor).
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Wana Alamsyah menjelaskan ada pertentangan norma peralihan dalam pasal 329 dan 330 RKUHAP yang berpotensi menyingkirkan ketentuan acara pidana khusus dalam pemberantasan korupsi.
“Pasal ini mengedepankan asas lex posterior derogat legi priori dan bertentangan dengan prinsip kekhususan dalam UU KPK dan UU Tipikor (lex specialis),” katanya dalam keterangan yang diterima Media Indonesia pada Rabu (23/7).
Wana menyebut, jika berkaca dari asas lex specialis derogat legi generali, seharusnya yang digunakan adalah UU KPK, UU Tipikor, dan UU Pengadilan Tipikor. Namun jika dibaca secara verbatim, Pasal 329 dan Pasal 330 justru menyatakan bahwa yang digunakan adalah RKUHAP yang baru.
“Bunyi Pasal tersebut lebih mencerminkan keberlakuan aturan yang baru dibanding dengan prinsip yang seharusnya. Meskipun terdapat asas lex specialis tersebut, perlu diingat bahwa terdapat asas lain, yakni lex posterior derogat legi priori,” ungkapnya.
Ia menerangkan bahwa secara prinsip penanganan tindak pidana korupsi seharusnya dikhususkan. Menurutnya, ketentuan tersebut akan menjadi pintu bagi seluruh masalah berikutnya yang ada di dalam RKUHAP.
“Bunyi dari dua Pasal ini justru bertentangan dengan semangat yang tengah dibangun untuk penanganan tindak pidana korupsi, terutama oleh KPK,” jelasnya.
Selain itu, Wana menyoroti Pasal 327 yang membatasi KPK menyelesaikan perkara perkara yang sedang berjalan hanya menggunakan KUHAP lama (UU No.8 tahun 1981) dan mengabaikan hukum acara khusus yang dimiliki KPK.
“Dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi, hukum acara yang digunakan tidak hanya dalam KUHAP, tapi juga UU Tipikor, UU KPK, bahkan UU Pengadilan Tipikor. Sehingga pasal 327 ini menutup ruang bagi KPK untuk menggunakan hukum acara yang ada di dalam UU KPK maupun UU Tipikor itu sendiri,” jelasnya.
Wana melihat ada penyempitan definisi penyidikan dan penyelidikan dalam Pasal 1 angka 8 RKUHAP yang tidak mencerminkan standar KPK untuk mewajibkan bukti permulaan cukup sejak tahap penyelidikan, sehingga berisiko menghambat efektivitas kerja awal KPK.
“Definisi dari pasal tersebut berbeda dengan penyelidikan pada Pasal 44 UU KPK yang memungkinkan penyelidik KPK tidak hanya mencari dan menemukan peristiwanya, namun juga diwajibkan mengumpulkan bukti permulaan yang cukup dan sekurang-kurangnya 2 alat bukti,” imbuh Wana.
“Hal ini juga mengurangi akuntabilitas penyelidik untuk tidak mengulur-ulur perkara, sebab terdapat batas waktu yang harus dilakukan oleh penyelidik untuk melaporkan kepada KPK,” sambungnya.
KUHAP juga akan membatasi upaya paksa dan koordinasi yang bersifat birokratis. Wana menguraikan bahwa upaya paksa hanya bisa dilakukan terhadap tersangka/terdakwa, tidak menjangkau saksi atau pihak lain yang kerap krusial dalam kasus korupsi.
“Selain itu, kewajiban koordinasi dengan Polri dalam berbagai tahapan mengancam independensi kerja KPK,” ucapnya. (Dev/M-3)
WAKIL Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej menepis adanya upaya pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Revisi UU KUHAP
JAKSA Agung ST Burhanuddin mengungkapkan revisi KUHAP diharapkan dapat memperkuat mekanisme pengawasan terhadap kesewenang-wenangan atas upaya paksa dalam suatu proses hukum.
KOALISI Masyarakat Sipil Anti Korupsi menyoroti sejumlah ketentuan dalam Rancangan KUHAP yang berpotensi menurunkan efektivitas, independensi KPK khususnya penyadapan
RKUHAP berpotensi melemahkan upaya penyadapan dalam pengungkapan tindak pidana korupsi. Ia menjelaskan saat ini, penyadapan yang dilakukan oleh KPK didasarkan pada UU KPK.
Dalam Pasal 7 Ayat 5 draf revisi KUHAP, secara eksplisit menyebutkan bahwa penyidik pada KPK dikecualikan dari koordinasi dan pengawasan oleh penyidik Polri.
Tiga saksi itu merupakan pihak swasta yakni Fujika Senna Oktavia, Fitriyani Nugroho, dan Mochamad Riza Ghozali. Pemeriksaan dilakukan di luar Jakarta.
Jokowi berhasil mendapatkan tambahan 20 ribu kuota haji untuk mempercepat antrean. Mayoritas kuota itu harusnya diberikan ke haji reguler.
Para asosiasi itu lebih mengutamakan mendapatkan kuota haji khusus, ketimbang reguler. Namun, pemerintah harus memberikan 92 persen kuota tambahan ke antrean haji reguler.
Kubu Yaqut mengeklaim bahwa pembagian kuota haji merupakan diskresi Menteri Agama, jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umah.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga sedikitnya 10 agen perjalanan haji besar terseret dalam praktik korupsi kuota haji tersebut.
KPK menyebut ada rapat antara pihak Kementerian Agama dengan asosiasi travel haji yang diduga untuk membahas kesepakatan pembagian kuota haji reguler dan khusus
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved