Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
KOALISI Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) meminta KUHAP yang saat ini berlaku direvisi total.
Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil dan Advokat LBH Masyarakat Maruf Bajammal mengungkapkan pihaknya memantau proses pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang akan segera dimulai pada masa sidang DPR.
Hasil pemantauan dan laporan kajian berbagai lembaga masyarakat sipil selama ini telah menunjukkan bahwa KUHAP 1981 sudah tidak lagi memadai sebagai rujukan utama dalam menjalankan proses peradilan pidana di Indonesia.
"Kami menilai bahwa model penegakan hukum pidana belum cukup memihak dan berkeadilan untuk kami masyarakat secara umum. Hak-hak tersangka/terdakwa, saksi, korban, maupun pihak ketiga yang terdampak khususnya dari tindakan-tindakan penegakan hukum pidana masih belum cukup memadai dijamin melalui pengaturan pasal-pasal di dalam KUHAP saat ini, sehingga dalam praktik tidak dapat diakses secara efektif," kata Maruf, di Jakarta, Minggu (9/2).
Ia menegaskan secara sistem yang dibangun, KUHAP 1981 menunjukkan kelemahan mekanisme akuntabilitas atau check and balances yang dijalankan pada seluruh tahapan mulai dari pra-adjudikasi, persidangan, hingga pemasyarakatan sehingga masih sangat rentan penyalahgunaan kewenangan. Hal tersebut juga diperparah dengan adanya ketidakberimbangan posisi (unfair trial) antara negara yang diwakili penyidik-penuntut umum dan warga negara yang didampingi advokat ketika menjalankan fungsi-fungsi pembelaan dan bantuan hukum.
Maruf mengatakan, Koalisi Masyarakat Sipil mencatat 8 (delapan) materi krusial yang perlu diatur dalam pembaruan KUHAP. Pertama, perbaikan kerangka dasar sistem peradilan pidana dengan menjadikan RUU KUHAP sebagai rekodifikasi hukum acara pidana yang berpegang teguh pada prinsip due process of law, mekanisme checks and balances, serta penghormatan pada hak asasi manusia.
Kedua, memperjelas syarat-syarat objektif untuk dapat melakukan upaya paksa, memperkuat mekanisme checks and balances antar aparat penegak hukum saat proses pelaksanaan upaya paksa, serta membentuk mekanisme uji upaya paksa yang objektif ke pengadilan (judicial scrutiny), termasuk pemulihan dan ganti rugi kepada tersangka/terdakwa/terpidana ketika pelaksanaan upaya paksa dilakukan secara melawan hukum.
Ketiga, penguatan hak tersangka/terdakwa/ terpidana. Keempat, pengaturan dan pengujian perolehan alat bukti. Kelima, penyelarasan pengaturan tentang penyelesaian perkara di luar persidangan yang sekarang tersebar di berbagai peraturan internal lembaga penegak hukum melalui mekanisme diversi dengan ruang lingkup tindak pidana dan syarat-syarat yang objektif, serta melibatkan penetapan diversi dari pengadilan.
Keenam, perbaikan pengaturan mengenai upaya hukum. Selanjutnya, memperkenalkan mekanisme keberatan atas tindakan penegakan hukum yang sewenang-wenang dan bertentangan dengan hak asasi manusia yang lebih efektif dari pra-peradilan. Terakhir, perbaikan pengaturan hak korban, terutama hak korban (pelapor) untuk mengajukan keberatan/komplain ketika laporannya tidak ditindaklanjuti, hak korban untuk memperoleh informasi dan dilibatkan secara aktif dalam peradilan pidana, serta hak korban untuk memperoleh ganti rugi dan pemulihan secara utuh atas kerugian yang dialami dari tindak pidana (restitusi, kompensasi, dan dana bantuan korban).
"Revisi KUHAP yang substansial dilakukan secara menyeluruh (total) dengan mengakomodir setidak-tidaknya 8 (delapan) materi krusial pembaharuan KUHAP," kata Maruf.
Lebih lanjut, Maruf menjelaskan berdasarkan hasil pemetaan yang dilakukan terhadap pasal-pasal KUHAP, untuk mengakomodir masuknya seluruh materi krusial tersebut, setidaknya terdapat 177 pasal dalam KUHAP 1981 yang sudah tidak lagi relevan dan perlu diubah dalam rangka menjamin pemenuhan hak asasi manusia, peneguhan prinsip due process of law, dan penguatan mekanisme check and balances.
Maruf mengatakan hal yang juga perlu diperhatikan oleh DPR dalam proses pembentukan RKUHAP adalah terkait dengan rumusan norma yang digunakan pasal per pasalnya. Ia meminta DPR secara tegas menggunakan kata wajib bagi suatu ketentuan yang menjadi tugas dari pelaksana; serta memastikan ketentuan yang tercantum tidak sebatas pasal yang mengatur jaminan hak, tetapi dilengkapi dengan siapa yang bertanggungjawab dalam pemenuhan hak tersebut.
"Sebagai suatu UU yang ketentuannya akan berdampak kepada hak seseorang, maka rumusan normanya haruslah tegas, dan jika hukum acara pidana tidak dilaksanakan maka perlu ada ancaman sanksi kepada pelaksana atau konsekuensi batalnya proses hukum yang berjalan," katanya.
"Oleh karena itu, setiap tugas yang harus dilakukan oleh petugas harus menggunakan norma wajib, sehingga jika tidak dilaksanakan maka akan ada konsekuensi, baik terhadap petugas atau batalnya proses hukum yang sedang berjalan," tambahnya.
Lebih lanjut, Maruf meminta DPR dan pemerintah segera membahas revisi KUHAP tersebut secara transparan. Selain itu, ia meminta masyarakat sipil juga dilibatkan dalam pembahasan.
"Proses pembahasan RUU KUHAP dilakukan secara transparan dan membuka seluas-luasnya partisipasi publik secara bermakna, termasuk memastikan akses dokumen-dokumen resmi yang dapat diberikan masukan," pungkasnya. (M-3)
Pria yang kerap disapa Eddy itu juga menepis anggapan bahwa klausul tersebut tidak berpihak pada pemberantasan korupsi.
Pemerintah Diminta tidak Pilah-Pilih Tempatkan Klausul Pencekalan
DPR RI menjadi salah satu institusi negara yang paling transparan sebab jalannya rapat-rapat disiarkan secara langsung sehingga bisa disaksikan oleh publik.
KETUA DPR Puan Maharani menegaskan bahwa pembahasan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tak pernah ditutupi.
KPKĀ menilai ada sejumlah aturan dalam RUU KUHAP yang bertentangan dengan kewenangannya. Fungsi penyadapan dan kewenangan penyelidik dilemahkan.
DPR dan Pemerintah akan tetap mempertimbangkan klausul terkait penguatan posisi dan perlindungan hukum bagi advokat meskipun banyak dikritik oleh berbagai kalangan.
KOALISI masyarakat sipil dari berbagai organisasi menyerukan untuk mencabut Undang-Undang (UU) Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
PBHI Sebut DPR Sering Absen dan tak Serius Ikuti Sidang Gugatan UU TNI di MK
Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas menggeruduk rapat kerja (raker) Komisi X DPR yang dihadiri Menteri Kebudayaan Fadli Zon. Alasannya, mereka menolak proyek penulisan ulang sejarah
DIREKTUR Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengatakan, dugaan penangkapan terhadap tiga orang aktivis mahasiswa yang membentangkan poster untuk Gibran.
KOALISI Masyarakat Sipil mengecam keras pernyataan Pemerintah melalui Menteri Kebudayaan Fadli Zon, yang menyatakan bahwa tidak ada bukti dalam pemerkosaan massal Mei 1998.
Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Fadli Zon untuk mencabut pernyataannya secara terbuka, memberikan klarifikasi, dan menyampaikan permintaan maaf.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved