Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

PT 0% Lebih Baik Diakomodir Lewat Kodifikasi UU Ketimbang Omnibus Law

Tri Subarkah
18/1/2025 17:17
PT 0% Lebih Baik Diakomodir Lewat Kodifikasi UU Ketimbang Omnibus Law
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (kedua kanan) memimpin sidang putusan pengujian UU KPK(ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha)

PAKAR hukum pemilu dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini, berpendapat bahwa presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden 0% sebagaimana yang diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) lebih baik diakomodir lewat kodifikasi Undang-Undang (UU) Pemilu dan UU Pilkada.

Langkah itu dinilai lebih tepat ketimbang penyusunan Omnibus Law Politik yang direncanakan pembentuk UU, yakni DPR dan pemerintah. Apalagi, jika Omnibus Law Politik nanti mengadopsi penyusunan Omnibus Law Cipta Kerja. Pasalnya, model omnibus law bakal menimbulkan kompleksitas baru bagi pengaturan pemilu di Tanah Air.

"Omnibus ala Cipta Kerja hanya melakukan perubahan pada sejumlah klausul pada UU yang substansinya saling berkaitan, tapi  tanpa mencabut UU utama," jelas Titi kepada Media Indonesia, Sabtu (18/1).

Konsekuensinya, Titi menyebut banyak UU yang akhirnya harus dirujuk justru membuat publik atau orang awam menjadi susah memahami pengaturan tentang pemilu di Indonesia. Sebab, pengaturannya tidak sistematis dan terkonsolidasi dalam satu naskah.

Oleh karenanya, Titi menyarankan pembentuk UU untuk mengatur pemilu dan pilkada dalam satu UU seraya mengakomodir putusan MK terkait ambang batas pencalonan presiden 0%. Apalagi, dalam pertimbangan putusan yang lain, MK sudah menegaskan bahwa pilkada adalah pemilu.

"Jadi lebih baik dibuat UU tentang Pemilihan Umum yang baru, yang di dalamnya ada pengaturan tentang pemilu presiden, pemilu legislatif, pemilu kepala daerah, dan penyelenggara pemilu," terang Titi.

Ia meyakini, model kodifikasi UU Pemilu dan Pilkada akan lebih memudahkan untuk dipahami karena pengaturannya akan sistematis dan koheren satu sama lain. Dengan demikian, pendidikan politik dan kepemiluan juga jadi lebih mudah dilakukan kepada masyarakat.

Terpisah, anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKS Mardani Ali Sera mengatakan, pihaknya tidak menyoalkan model pengakomodiran putusan MK yang menghapus ambang batas pencalonan presiden. Menurutnya, baik Omnibus Law Politik maupun kodifikasi UU Pemilu dan Pilkada sama-sama baik.

"Pada 2020, kita sudah satukan pembahasan revisi UU Pemilu dan UU Pilkada. Kalau keduanya disatukan, lebih baik," aku Mardani. (Tri/M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya