Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
KETUA DPP PDI Perjuangan (PDIP), Deddy Yevri Hanteru Sitorus, menilai Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi telah menipu rakyat. Hal itu telah terendus sejak Jokowi terpilih kembali di Pilpres 2019.
"Nah, kapan kita mulai sadar sebenarnya. Kita mulai sadar bahwa Pak Jokowi ini fake, itu tahun 2019. Sehari setelah penetapan MK, terhadap putusan hasil pemilu," kata Deddy dikutip di Jakarta, Kamis (1/8).
Ia menyampaikan kala itu Jokowi mengundang para pengacara untuk datang ke Istana. Jokowi disebutnya bertanya mengenai kemungkinan dirinya menjabat 3 periode.
Baca juga : Greg Fealy: Kualitas Demokrasi Merosot karena Intervensi Gerakan Islamisme
"Dikira mau diucapkan terima kasih, diajak makan-makan, mungkin diharapkan jadi komisaris atau apa, ternyata yang ditanya gimana caranya tiga periode," katanya.
"Itu yang saya dengar dari salah seorang yang ikut dalam acara itu. Hari itu pikiran untuk 3 periode hadir hanya sehari setelah hasil pemilu 2019 ditetapkan MK," sambungnya.
Dari momen itulah, kata dia, dalam pemerintahan Jokowi mulai membelokan hukum hingga penyanderaan demokrasi.
Baca juga : Demo Mahasiswa Kritik 10 Tahun Pemerintahan Jokowi Berakhir Ricuh
"Dan sejak 2019 itu juga para konglomerat oligarki mulai sering datang makan minum di Istana. Apalagi karena di Istana Bogor, kalau istana negara mungkin gampang orang melihat keluar masuk. Tapi karena di istana Bogor nggak tahu. Kita justru dapat informasi itu dari orang dekat Jokowi. Bahwa bapak sering ngopinya sama orang-orang kaya. Bukan lagi sama rakyat," ujarnya.
Deddy lantas membandingkan kondisi saat ini dengan era Reformasi yang ditandai dengan tumbangnya rezim otoriter Orde Baru Soeharto.
“Ini kita kembali ke zaman Reformasi itu. Semua kesalahan itu ada Soeharto. Sekarang semua ada pada Jokowi. Kan gitu. Balik lagi kita ini mengulang sejarah,” sesalnya.
Baca juga : HUT Bhayangkara, Presiden Minta Polri Sukseskan Pilkada dan Jaga Netralitas
Deddy pun menyoroti berbagai tanda bahwa situasi saat ini seperti kembali ke zaman Orba. Antara lain telah terjadi pelemahan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“UU KPK dilemahkan. Melemahkan KPK ya, Bung Saut (mantan Wakil Ketua KPK). Kalau saya tidak salah itu terkait dengan pencalonan untuk mengamankan pada waktu itu, salah satu kota di Sumatera dan salah satu kota di pulau Jawa. Karena tidak mau ada masalah. Dan berhasil. Kita ikutan nih. Dengan harapan agenda cuma satu. Ada Dewas yang bisa menjaga kemurnian KPK. Yang terjadi bablas," katanya.
Deddy pun mengutip pernyataan salah satu komisioner KPK, Alex Marwata, yang menyebut independensi KPK sudah tidak ada lagi.
Baca juga : Reformasi dan Anomali Demokrasi
“Bahkan ketua KPK yang sekarang pejabatnya tidak mau mencalonkan diri lagi karena menganggap KPK sudah tidak benar. Bahkan kemarin keluar survei 61 persen rakyat tidak percaya lagi kepada KPK. Jadi apa nih?” tegas Deddy.
Lebih jauh, dia menduga bahwa Jokowi selama ini agaknya tengah menjalankan politik ala Machiavelli yang menghalalkan segala cara demi meraih kekuasaan.
“Saya membayangkan Pak Jokowi itu mungkin kita waktu SMA, bacanya mungkin Alfred Hitchcock saya yakin Pak Jokowi bacanya Machiavelli. Mungkin buku itu sampai lusuh di bawah bantalnya dia. Karena yang terjadi memang politik Machiavelli. Not truth no etic, semuanya," pungkasnya. (Z-8)
Sebagaimana dirumuskan para pendiri bangsa, demokrasi Indonesia dibangun di atas kesepakatan kebangsaan—yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
SETELAH melalui polemik internal dan aksi massa yang menuntut pembenahan, Yayasan Rumah Sakit Islam (RSI) Nusa Tenggara Barat (NTB) melakukan pergantian dalam struktur pengurus
Rocky Gerung mengatakan bahwa momentum 27 tahun Reformasi bukan sekadar untuk diperingati, melainkan untuk diulangi dalam konteks perombakan struktur politik dan ekonomi Indonesia.
Aktivis 1998 dari berbagai kelompok dan daerah akan menggelar Sarasehan Aktivis Lintas Generasi, pada Rabu 21 Mei 2025.
DIREKTUR Eksekutif Amnesty Internasional Usman Hamid mengatakan jelang peringatan 27 tahun reformasi, kebebasan sipil dan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) semakin mundur.
Reformasi yang sudah susah payah dicapai Indonesia pasca 32 tahun Soeharto berkuasa, kini dipaksa putar balik kembali.
Bayu melaporkan bahwa struktur kepengurusan baru telah terdaftar secara resmi melalui Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-0000825.AH.01.08.TAHUN 2025.
Dalam konteks Indonesia, kebijakan publik sering kali menjadi paradoks yang menyakitkan, alih-alih menyelesaikan masalah justru melahirkan konflik baru.
KETUA Umum Rampai Nusantara, Mardiansyah Semar, menegaskan bahwa hak politik Presiden ketujuh RI Joko Widodo (Jokowi) sebagai warga negara dilindungi oleh undang-undang.
PPP yang melirik figur di luar partai untuk jadi ketum juga imbas tidak berjalannya kaderisasi. Figur di luar partai yang berduit juga diperlukan untuk kebutuhan partai.
"Dari segi teoretis dan data empiris, pemilu yang baru dilaksanakan ini justru merugikan kualitas demokrasi."
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved