Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
BARU-BARU ini, mantan Menteri Keuangan M Chatib Basri mengingatkan pemerintah akan fenomena yang bisa mengarah ke The Chilean Paradox. Peringatan itu dikemukakan karena pemerintah kerap melupakan kepentingan kelas menengah Indonesia. Meskipun kondisi Paradoks Cile itu kemungkinan kecil terjadi di Indonesia, tapi mengabaikannya sama sekali jelas bukan langkah yang bijak.
Ingat, pemerintah pernah menganggap enteng informasi adanya masyarakat Indonesia yang sudah terpapar covid-19 di awal 2020. Menteri Kesehatan RI waktu itu lebih gemar menangkis ketimbang menelusuri informasi yang ternyata benar adanya itu.
Maka, sekecil apa pun kemungkinan buruk bakal datang, sikap terbaik ialah waspada, alih-alih mengabaikannya. Pula dengan kemungkinan fenomena Paradoks Cile yang diingatkan oleh Chatib Basri itu.
Lalu apa Paradoks Cile yang dimaksud? The Chilean Paradox ialah situasi yang terjadi ketika pertumbuhan ekonomi yang tinggi tanpa dibarengi dengan memperhatikan dan memfasilitasi kepentingan kelas menengah. Di negeri ini, hari-hari ini, kelompok masyarakat kelas menengah ke bawah sedang dilanda kebingungan karena pendapatan mereka merosot. Mereka bahkan terus-menerus 'mantab', alias makan tabungan, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Namun, pemerintah saat ini baru mengurus golongan miskin dengan menggerojok mereka melalui skema bantuan sosial. Sementara itu, kelas menengah yang daya belinya juga turun, nyaris tidak mendapatkan perhatian memadai. The Chilean Paradox terjadi ketika kondisi negara itu sedang bagus-bagusnya.
Cile merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Amerika Latin. Negara kaya minyak itu juga berhasil menurunkan kemiskinan dari 53% menjadi 6%, lebih baik daripada Indonesia. Meski dengan semua pencapaian moncer itu, pada Oktober 2019 meletus kerusuhan sosial yang hampir berujung pada revolusi.
Peristiwa itulah yang kemudian disebut dengan istilah The Chilean Paradox. Kerusuhan terjadi justru ketika ekonomi sedang bagus-bagusnya dan kemiskinan sudah sangat sukses ditekan. Perkaranya disulut oleh kaum menengah yang lalai diperhatikan.
Kerusuhan tersebut dimotori oleh kelas menengah Cile yang merasa tidak puas dengan pemerintahan. Kebijakan-kebijakan pemerintah Cile saat itu memang terlalu fokus kepada 10% masyarakat terbawah, sedangkan kebutuhan kelas menengah terhadap pendidikan yang bagus dan fasilitas umum yang layak kurang mendapatkan perhatian.
Salah satu contohnya ialah penaikan tarif transportasi umum di jam-jam sibuk sebesar US$1,17 atau sekitar Rp16 ribu pada September 2019. Padahal, sembilan bulan sebelumnya (pada Januari) ongkos transportasi umum setempat sudah dinaikkan. Keputusan itu jelas memukul kaum menengah pekerja.
Maka, demonstrasi pecah di ibu kota Cile, Santiago. Lebih dari satu juta orang turun ke jalan. Aksi demo bahkan berlangsung sangat keras dan menewaskan 18 orang. Sebagian besar korban meninggal akibat terjebak saat menjarah toko yang kemudian dibakar. Presiden Cile saat itu, Sebastian Pinnera, sampai mengumumkan reshuffle besar-besaran pada kabinet.
Pemerintah Indonesia harus belajar dari peristiwa di Cile empat tahun lalu itu. Apalagi dalam beberapa tahun ke depan, kelas menengah akan mendominasi penduduk Indonesia. Kalangan ini tidak membutuhkan bantuan sosial atau uang tunai, tetapi lebih kepada fasilitas umum yang baik. Mereka butuh kualitas pendidikan yang baik, sarana transportasi yang lebih baik, daya dukung lingkungan yang baik.
Mereka, kaum kelas menengah itu, sangat peduli pada isu pengelolaan sampah, kesehatan, ruang publik yang memadai, fasilitas umum yang berkualitas, juga kebebasan dalam berekspresi. Percakapan di media sosial hari ini menunjukkan seperti apa potret kelas menengah kita saat ini.
Saat mereka gagal memenuhi impian mereka karena tabungan yang terus-menerus dipakai kian menipis, keresahan terus berkecamuk. Mereka bisa saja tidak percaya bahwa ekonomi yang tumbuh di rata-rata 5% ialah capaian terbaik di tengah ketidakpastian global.
Para 'penghuni' kelas menengah itu akan terus mempertanyakan, bila memang ekonomi membaik, mengapa kehidupan yang mereka rasakan justru sebaliknya? Kalau ekonomi kuat, mengapa banyak dari mereka justru susah meraih kenaikan pendapatan? Justru yang mereka alami, kian hari kian 'mantab' saja.
LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.
"TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''
BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan
PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.
PRESIDEN Prabowo Subianto bertekad kuat, sangat kuat, untuk memberantas korupsi. Tekad itu tersurat tegas dalam pidato, tetapi tertatih-tatih merampas aset maling-maling uang rakyat.
ADA beberapa hal menarik dari peringatan Hari Raya Idul Adha, selain kebagian daging kurban tentunya.
PRESIDEN Prabowo Subianto kembali melontarkan ancaman, ultimatum, kepada para pembantunya, buat jajarannya, untuk tidak macam-macam
SAYA termasuk orang yang suka mendengar berita baik. Setiap datang good news di tengah belantara bad news, saya merasakannya seperti oase di tengah padang gersang.
NEGARA mana pun patut iri dengan Indonesia. Negaranya luas, penduduknya banyak, keragaman warganya luar biasa dari segi agama, keyakinan, budaya, adat istiadat, ras, dan bahasa.
APALAH arti sebuah nama, kata William Shakespeare. Andai mawar disebut dengan nama lain, wanginya akan tetap harum.
MENGAPA pameran bursa kerja atau job fair di negeri ini selalu diserbu ribuan, bahkan belasan ribu, orang? Tidak membutuhkan kecerdasan unggul untuk menjawab pertanyaan itu.
"LIBUR telah tiba. Hore!" Pasti akan seperti itu reaksi orang, terutama anak sekolah, ketika mendengar kata libur. Yang muncul ialah rasa lega, sukacita, dan gembira.
SAYA lega membaca berita bahwa pemerintah tidak pernah dan tidak akan mempermasalahkan penyampaian opini publik dalam bentuk apa pun, termasuk kritik terhadap kebijakan.
HARAP-HARAP cemas masih dirasakan masyarakat saat melihat kondisi birokrasi pemerintahan di Indonesia, baik di pusat ataupun di daerah.
ADA benarnya pernyataan Sukarno, “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Namun, perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri.”
KOPERASI itu gerakan. Ibarat klub sepak bola, gerakan koperasi itu mirip klub Barcelona. Klub dari Catalan, Spanyol, itu dari rakyat dan milik rakyat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved