Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan.
Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.
ITU ialah penggalan dari bait terakhir puisi berjudul Sajak Sebatang Lisong yang dikarang WS Rendra pada 1977 . Puisi itu sangat mungkin tidak masuk daftar bacaan James Gunn, sineas asal Amerika Serikat yang merupakan sutradara film Superman. Film tersebut belum lama ini mulai tayang di bioskop-bioskop global, termasuk Indonesia.
Namun, dari segi prinsip berkesenian sepertinya James Gunn sependapat dengan Rendra bahwa kesenian semestinya tidak hidup di ruang hampa. Seni dan produk seni bukan semata dihasilkan untuk melayani ego dan hasrat si seniman itu sendiri atau sekadar ditujukan menjadi media hiburan. Seperti kata Rendra, kesenian seharusnya tidak terpisah dari derita lingkungan dan masalah kehidupan.
Gunn lewat film Superman kiranya mencoba melakukan itu. Bukan saja melalui penciptaan karakter sang superhero yang lebih manusiawi, melainkan juga melalui bangunan plot cerita yang mengandung kesan kuat sebagai perlawanan atas tragedi kehidupan yang terus terjadi di era global saat ini. Perlawanan terhadap kesewenang-wenangan satu pihak yang sangat kuat terhadap pihak lain yang lebih lemah.
Sisi itulah yang kemudian menimbulkan kehebohan karena banyak orang menganggap jalan cerita dan penggambaran suasana dari film teranyar DC Universe itu punya kesamaan dengan konflik di Timur Tengah antara Israel dan Palestina. Sebuah konflik yang sesungguhnya amat tidak seimbang dan lebih tepat disebut genosida mengingat pembantaian yang terus dilakukan militer Zionis terhadap penduduk Palestina, khususnya Gaza.
Diceritakan di film itu Superman berusaha menggagalkan invasi yang dilakukan negara bernama Boravia terhadap Jarhanpur. Meski kedua negara itu tentu saja fiktif, orang langsung mengait-ngaitkan Boravia dengan Israel karena di situ digambarkan sebagai negara kuat, berteknologi tinggi, dan sekutu Amerika Serikat. Di sisi lain, Jarhanpur ialah negara miskin dan berpenduduk nonkulit putih yang dengan mudah bisa langsung diasosiasikan dengan Palestina.
Tidak cuma itu, pemimpin Boravia, Vasil Glarkos, secara fisik juga disebut mirip Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Musuh bebuyutan Superman dari zaman komik awalnya dulu, Lex Luthor, dikesankan seperti sosok Presiden AS Donald Trump. Kebetulan pula, aktor David Corenswet yang memerankan Superman beberapa waktu lalu juga secara terbuka menyuarakan dukungan terhadap rakyat Palestina.
Meskipun sang sutradara sudah membantah film tersebut berlatar Timur Tengah dan mengatakan konflik tersebut sebenarnya mengambil latar belakang di Eropa, opini penonton sudah telanjur terbentuk dan tetap menganggap cerita dalam film Superman ialah gambaran fiksi dari kejadian nyata genosida Israel di Palestina.
Warga Israel dan komunitas Yahudi (Jewish) langsung meresponsnya dengan menyebut film itu sebagai propaganda anti-Israel. Sebagian dari mereka bahkan menyerukan pemboikotan. Sebaliknya, bagi masyarakat dunia yang selama ini sudah muak dan mengutuki tindakan biadab Israel di Gaza, film Superman diapresiasi dan dinilai tinggi.
Bagi mereka, film yang proses pembuatannya menghabiskan anggaran sekitar US$225 juta itu menjadi semacam pemantik semangat bahwa perlawanan terhadap kesewenang-wenangan suatu negara, apalagi dilakukan dengan cara-cara yang mengangkangi nilai kemanusiaan, harus terus dilakukan. Harapan akan kemenangan kemanusiaan itu, meski disampaikan lewat karya fiksi, kiranya masih ada.
Sejujurnya, banyak orang, termasuk saya, mungkin sudah mulai kehilangan harapan itu. Invasi militer Israel ke Palestina pada periode perang yang terbaru ini saja sudah berlangsung 1 tahun 9 bulan tanpa ada tanda-tanda bakal berakhir. Sudah lebih dari 56 ribu warga Palestina meninggal dunia akibat perang genosida Israel di Jalur Gaza sejak Oktober 2023.
Selama itu, apa yang sudah diperbuat dunia? Bukannya tidak ada, tapi sangat minimal. Gelombang kecaman dan kutukan terhadap Zionis memang terus dilontarkan, bantuan kemanusiaan juga terus dicoba dialirkan, tetapi lebih dari itu tidak banyak yang bisa dilakukan. Israel dengan dukungan penuh AS terus saja membabi buta menggempur Palestina tanpa ada yang mampu menghalangi. Kesepakatan gencata senjata seperti guyon buat mereka. PBB dan Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) malah jadi kartu mati.
Bukan militer, bukan pejuang Hamas semata yang jadi sasaran serangan Israel. Mereka membunuh warga sipil, termasuk anak-anak, bahkan ketika mereka sedang mengantre bantuan makanan. Sepekan lalu, Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) melaporkan sejak akhir Mei 2025, sedikitnya 798 warga Palestina tewas oleh pasukan militer Israel saat mereka sedang mengakses bantuan kemanusiaan di Gaza.
Kekejaman yang sudah kelewat batas itu boleh jadi akan terus berlangsung bila tidak ada sosok kuat untuk melawannya. Kalau di dunia fiksi ada tokoh rekaan bernama Superman yang bisa membuat Boravia gagal memenuhi ambisi mereka membantai dan menggusur warga sipil Jarhanpur, bagaimana di dunia nyata?
Ketika seluruh sistem di dunia ini tak mampu mencegah nafsu Zionis yang tak berkesudahan, ketika para pemimpin dunia lebih banyak tunduk ketimbang melawan kemauan Israel dan AS, barangkali kita memang membutuhkan sosok pahlawan super serupa Superman, tapi yang sungguhan, bukan fiksi.
Namun, apakah itu mungkin? Di cerita fiksi saja Superman sejatinya bukan warga asli bumi, melainkan 'imigran' dari Planet Krypton. Lantas apakah bumi kita juga mesti mengimpor makhluk dari planet lain? Ah, sudahlah. Di saat kita semakin ngelantur memikirkan solusi khayalan itu, Israel malah semakin leluasa membumihanguskan Palestina. Miris.
VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.
BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima
IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.
ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.
MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka?
PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.
SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).
Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.
TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.
KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.
DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.
PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.
ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.
Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved