Headline
Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.
KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Selasa (29/7) lalu, seolah mengingatkan kita betapa dominasi Vietnam terhadap Indonesia kian membuat keder. Hasil pertandingan sepak bola itu menguak fakta pahit tentang superioritas Vietnam yang makin kuat, bukan saja dalam urusan sepak bola, melainkan juga di bidang ekonomi.
Untuk urusan sepak bola, setidaknya dalam satu dekade terakhir, Vietnam harus diakui lebih maju beberapa langkah ketimbang Indonesia. Soal gegap gempitanya, sepak bola Indonesia memang lebih heboh. Antusiasme masyarakat Indonesia terhadap sepak bola seng ada lawan. Namun, dari sisi prestasi tim nasionalnya, Vietnam jauh lebih mentereng.
Di tingkat Asia Tenggara saja, misalnya, Vietnam sudah tiga kali menjuarai Piala AFF level senior sepanjang gelaran turnamen dua tahunan itu, dari 1996 hingga 2024. Mereka hanya kalah dari Thailand yang tujuh kali menjadi kampiun dan Singapura yang mengoleksi empat gelar. Kondisi itu berbanding terbalik dengan Indonesia yang belum sekali pun berhasil mengangkat Piala AFF.
Di level junior Vietnam bahkan lebih ganas. Pada lima ajang Piala AFF U-23 yang sudah digelar, termasuk edisi 2025 yang dilangsungkan di Indonesia, tempo hari, Vietnam mendominasi dengan tiga gelar juara. Hebatnya lagi, koleksi tiga gelar itu mereka raih secara beruntun (2022, 2023, dan 2025). Indonesia, lumayan, sekali juara pada 2019.
Betul bahwa belakangan ini timnas Indonesia mencatat progres membaik. Skuad 'Garuda' bahkan menjadi satu-satunya tim Asia Tenggara yang masih punya peluang lolos ke putaran final Piala Dunia 2026. Pada Oktober mendatang, anak asuhan Patrick Kluivert akan menjalani ronde keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia di Arab Saudi.
Namun, progres bagus yang dicatat timmas dalam setahun terakhir itu tetap belum mampu melewati Vietnam dari sisi peringkat FIFA. Indonesia kini menempati rangking ke-118 dunia, sedangkan Vietnam lima peringkat di atasnya, yaitu ke-113.
Gambaran itu menunjukkan Vietnam lebih maju dan serius membangun sepak bola mereka ketimbang Indonesia. Dahulu, mereka 'bukan siapa-siapa', tapi keseriusan dan ketekunan pengelola sepak bola mereka membuat negara itu kini menjelma menjadi salah satu kekuatan sepak bola Asia Tenggara. Bahkan mereka mulai merangsek pula ke level Asia.
Salah satu langkah penting Federasi Sepak Bola Vietnam (VFF) yang banyak mendapat pujian ialah fokus mereka pada pengembangan berjenjang dari usia muda. Vietnam sadar bahwa liga domestik mereka tidak sebagus liga-liga lain di Asia Tenggara, termasuk Liga Indonesia. Karena itu, tidak ada jalan lain, mereka harus mengembangkan bakat-bakat muda sebagai fondasi membentuk tim nasional sepak bola yang kuat.
Bagaimana dengan 'jalan pintas' menaturalisasi pemain? Mereka tidak mengharamkan, tapi juga tidak jorjoran. Vietnam tak segetol Indonesia dan Malaysia yang begitu bernafsu membangun timnas mereka dengan sebanyak-banyaknya menaturalisasi pemain. Artinya, memang bukan itu fokus mereka. Fokus utama sepak bola Vietnam ialah membangun dari dasarnya, yaitu melalui pengembangan berjenjang sejak usia dini.
Prinsip seperti itu pula kiranya yang dilakukan pemerintah Vietnam di sektor ekonomi. Bangun dulu fondasinya, baru yang lain-lain. Setelah melewati fase pembangunan fondasi ekonomi dengan susah payah, kini siapa yang bisa membantah perekonomian Vietnam paling moncer di antara negara Asia Tenggara? Lihat saja indikator-indikatornya, pemerintah Indonesia bisa ngiler membayangkannya.
Pertumbuhan ekonomi mereka jempolan. Menurut Kantor Statistik Umum Vietnam (GSO), ekonomi Vietnam pada 2024 tumbuh sebesar 7,09%, tertinggi di Asia Tenggara. Kini mereka tengah menatap target pertumbuhan 8% pada akhir tahun ini. Investasi asing yang masuk ke Vietnam sepanjang 2024 juga naik 9,4% menjadi US$25,35 miliar. Jumlah itu melesat 171% dalam 10 tahun.
Sama seperti sektor sepak bola mereka, perekonomian Vietnam juga berangkat dari 'bukan siapa-siapa'. Indonesia sudah duluan mencapai kondisi stabil ketika Vietnam masih berjuang jatuh bangun menata dan membangun ekonomi mereka. Namun, kini beberapa dekade setelah itu, perekonomian mereka justru melesat. Pada saat yang sama Indonesia masih saja 'stabil' alias masih di situ-situ saja, tak kunjung naik kelas.
Mesin utama penggerak pertumbuhan ialah manufaktur. Mesin yang dipakai Vietnam saat ini ibarat mesin turbo, sedangkan Indonesia masih pakai mesin lama yang barangkali juga sudah saatnya turun mesin. Itulah perbedaan utamanya. Analogi itu pula yang bisa menjelaskan kenapa pada saat Vietnam merangsek menjadi 'juara manufaktur Asia' dengan mampu menggeret perusahaan-perusahaan raksasa global membangun pabrik di sana, Indonesia malah masuk ke jurang deindustrialisasi prematur.
Dalam pencarian mitra dagang, Vietnam juga tampak lebih cerdas dan agresif. Itu bisa dilihat dari negosiasi Vietnam kepada Amerika Serikat yang berhasil menurunkan tarif sebesar 46% menjadi 20%. Perlu dicatat, Indonesia memang juga bisa memangkas kesepakatan tarif dari 32% menjadi 19%, tapi itu baru disepakati belakangan setelah Indonesia menjanjikan siap 'memberikan segalanya' kepada AS. Vietnam tak seobral itu.
Ada pepatah bijak mengatakan, "Belajarlah sampai ke Negeri China." Sebelum ke Tiongkok, sudilah kiranya Indonesia mampir belajar dulu ke Vietnam. Belajar bagaimana mereka memberikan kemudahan izin usaha dan investasi, bagaimana mereka beradaptasi dengan perubahan kondisi ekonomi global, dan bagaimana mereka mengelola insentif bagi investor. Pelajari juga bagaimana mereka membasmi korupsi dan menyingkirkan ormas nakal atau preman yang kerap menjadi penghambat investasi.
Saat ini, dalam urusan baik sepak bola maupun ekonomi, kita mesti akui Indonesia kalah segalanya dari Vietnam. Jadi, tak perlu merasa terlalu hebat. Luangkan waktu, lapangkan dada, segeralah belajar ke Vietnam.
UTANG sepertinya masih akan menjadi salah satu tulang punggung anggaran negara tahun depan.
ADA persoalan serius, sangat serius, yang melilit sebagian kepala daerah. Persoalan yang dimaksud ialah topeng arogansi kekuasaan dipakai untuk menutupi buruknya akal sehat.
KATA maaf jadi jualan dalam beberapa waktu belakangan. Ia diucapkan banyak pejabat dan bekas pejabat dengan beragam alasan dan tujuan.
ADA pejabat yang meremehkan komunikasi. Karena itu, tindakan komunikasinya pun sembarangan, bahkan ada yang menganggap asal niatnya baik, hasilnya akan baik.
BERBICARA penuh semangat, menggebu-gebu, Presiden Prabowo Subianto menegaskan akan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
KEGUNDAHAN Ustaz Das’ad Latif bisa dipahami. Ia gundah karena rekeningnya diblokir.
Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.
FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.
KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.
PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future
USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.
BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.
PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved