Headline

Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.

Fokus

Isu parkir berkaitan dengan lalu lintas dan ketertiban kota.

Ampun Dah

05/8/2025 05:00
Ampun Dah
Ade Alawi Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

Gegap gempita sudah terlihat di sejumlah daerah. Pemasangan umbul-umbul, bendera Merah Putih, penyiapan lapangan untuk aneka lomba, jalan sehat, karnaval, tumpengan, panggung gembira, dan pernak-pernik lainnya disiapkan layaknya menyambut sebuah pesta.

Masyarakat melupakan sejenak berbagai kesulitan hidup yang membelit seperti ekonomi sulit, badai PHK, pendidikan mahal, kemiskinan, akrobatik hukum dan politik, pertengaran elite, korupsi yang merajalela, dan absurditas kebijakan publik.

Selain itu, masyarakat melupakan sejenak masa depan mereka sebagai anak bangsa yang masih gelap akibat pengelolaan negara yang masih jauh dari harapan.

Di sisi lain, ada fenomena menarik menjelang pesta kemerdekaan 17 Agustus. Sebagian warga, khususnya anak-anak muda, mengibarkan bendera bajak laut fiksi One Piece di sejumlah tempat dan kendaraan.

Semangat 'pengibaran' membuncah di media sosial, sejumlah akun mengganti foto profil mereka dengan logo bendera One Piece.

Dalam konteks Indonesia, bendera yang dikibarkan di mana-mana itu sebagai simbol perlawanan atas ketidakadilan yang terjadi di negeri ini. Namun, pemerintah meresponsnya secara keras bahwa pengibaran bendera tersebut sebagai bentuk provokasi, makar, dan menodai simbol negara.

Pemerintah mengimbau warga untuk tidak mengibarkan bendera One Piece, bahkan pelaku pengibarannya diancam sanksi pidana sesuai dengan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.

Pemerintah pun menggelar razia bendera One Piece melalui aparatur desa, Polri dan TNI, seperti di Tuban, Jawa Timur.

Warga tampaknya tidak gentar dengan ancaman dari pemerintah, lebih-lebih setelah mereka kecewa dengan langkah Presiden Prabowo Subianto memberikan abolisi dan amnesti untuk terpidana korupsi.

Menjelang Hari Kemerdekaan ke-80 RI, Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti kepada 1.116 narapidana, termasuk Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) Hasto Kristiyanto, dan memberikan abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan Republik Indonesia 2015-2016, Tom Trikasih Lembong.

Keduanya dinyatakan bersalah oleh pengadilan tindak pidana korupsi dalam perkara yang berbeda. Hasto dihukum 3,5 tahun penjara dan Tom divonis empat tahun enam bulan penjara dan denda sebesar Rp750 juta.

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan pemberian amnesti dan abolisi dari Presiden Prabowo Subianto itu untuk menyatukan seluruh kekuatan politik demi bersama-sama membangun Indonesia. Apalagi, kata dia, Indonesia akan merayakan hari kemerdekaan yang ke-80. Dia menepis tudingan bahwa Prabowo cawe-cawe dalam masalah hukum.

Pemberian amnesti dan abolisi itu hak prerogatif, kewenangan mutlak presiden, sesuai dengan Pasal 14 ayat (2 UUD 1945 yang berbunyi presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.

Amnesti berasal dari bahasa Yunani, amnestia, yang berarti 'kelupaan' atau 'tidak mengingat'. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), amnesti adalah pengampunan atau penghapusan hukuman yang diberikan kepala negara kepada seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana tertentu.

Sementara itu, abolisi berasal dari bahasa Latin, 'abolitio', yang berarti 'penghapusan' atau 'peniadaan'. Abolisi adalah meniadakan atau menghapus penuntutan sekaligus menghentikan prosesnya sekalipun putusan telah dijalankan.

Selain amnesti dan abolisi, bentuk pengampunan kepala negara kepada terpidana ialah grasi. Pasal 14 (1) menyebutakan bahwa presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.

Grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh presiden. Grasi diatur dalam UU No 22 Tahun 2002 jo UU No 5 Tahun 2010 tentang Grasi dan Putusan MK No.107/PUU-XII/2015.

Kalangan akademisi dan pegiat antikorupsi meradang karena baru kali ini pemberian amnesti dan abolisi diberikan kepada terpidana korupsi meskipun mereka mengakui bahwa peradilan terhadap Tom Lembong ialah peradilan sesat.

Mereka menilai pemberian amnesti dan abolisi terlalu prematur karena masih ada mekanisme koreksi terhadap putusan Pengadilan Tipikor pada tahap selanjutnya, banding, dan kasasi.

Pemberian dua hak istimewa presiden itu dinilai melemahkan perang melawan korupsi yang notabene kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Terlebih aksi pelaku korupsi belakangan semakin ugal-ugalan. Nilai korupsinya pun fantastis hingga mencapai ratusan triliun.

Berdasarkan pemantauan Indonesia Corruption Watch (ICW), terjadi peningkatan korupsi yang cukup masif pada 2023. Lembaga itu menyebutkan pada periode kedua Presiden Joko Widodo jumlah kasus korupsi melonjak.

Tengok saja kasus korupsi pada 2023 sebanyak 791 kasus. Sementara itu, pada 2022 (579 kasus), 2021 (533 kasus), 2020 (444 kasus), dan 2019 (271 kasus).

Pengampunan kepada koruptor bisa menjadi preseden buruk. Apa pun motivasinya, apalagi jika bersandarkan pada transaksional politik jangka pendek. Bagaimanapun, meski langit runtuh, hukum harus menjadi panglima di Republik ini, bukan politik yang menjadi panglima. Program kerja pemerintah, sebaik apa pun, semulia apa pun, seperti tertuang dalam Astacita, tidak akan berhasil, hanya buang-buang anggaran, jika pemerintah gagal membendung arus praktik rasuah dari hulu sampai hilir.

Menurut naskah akademik Rancangan Undang-Undang tentang Grasi, Amnesti, Abolisi, dan Rehabilitasi (RGAAR) yang dibuat Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI pada 2022, pemberian grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi harus memenuhi asas kepastian hukum, kemanfaatan, ketidakberpihakan, kecermatan, tidak menyalahgunakan wewenang, keterbukaan, dan pelayanan yang baik.

John Locke dalam buku Two Treatises of Government (1689) mengatakan prerogatif sebagai kekuasaan yang positif meski tidak ada hukum/aturan. "Asalkan untuk kebaikan publik," ujarnya. Tabik!

 



Berita Lainnya
  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.

  • Macan Kertas Pertimbangan MK

    21/7/2025 05:00

    ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.  

  • Debat Tarif Trump

    19/7/2025 05:00

    MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka? 

  • Jokowi dan Agenda Besar

    18/7/2025 05:00

    PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.

  • Obral Komisaris

    17/7/2025 05:00

    SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).