Headline
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
'MENJADI raja (pemimpin/pejabat) yang ideal, dalam konsepsi Jawa, berarti seorang raja (pemimpin/pejabat) itu mesti terus-menerus mencari tuntunan Tuhan di dalam batin saat memerintah atau berkuasa. Dengan demikian, seorang raja (pejabat/pemimpin) hendaklah memiliki sifat wicaksana (wisdom), sehingga bisa bersikap adil dalam menyelesaikan suatu masalah'.
Kalimat di atas saya nukil dari salah satu tulisan indonesianis yang kuat dan berpengaruh, Benedict Anderson. Karyanya yang berjudul The Idea of Power in Javanese Culture itu hingga kini masih berpengaruh dan banyak jadi rujukan berbagai kalangan (kendati tulisan itu dikritik amat tajam oleh antropolog terkemuka Indonesia, Koentjoroningrat).
Apa yang dinarasikan Ben Anderson berpijak pada filosofi Jawa tentang kekuasaan yang menekankan konsep keselarasan, keseimbangan, dan tanggung jawab pemimpin terhadap rakyatnya. Dalam keyakinan orang Jawa, kekuasaan bukan sekadar soal otoritas, melainkan juga kebijaksanaan, kerendahan hati, dan kemampuan untuk melayani kepentingan bersama.
Dalam filosofi Jawa, kekuasaan itu sebagai amanah. Seorang pemimpin dianggap sebagai wakil Tuhan di dunia yang diberi amanah untuk mengayomi dan menyejahterakan rakyatnya. Selain itu, kekuasaan harus digunakan untuk menjaga keseimbangan alam dan sosial, menciptakan harmoni dalam kehidupan bermasyarakat.
Apa yang terjadi di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, tentu bukan harmoni antara rakyat dan pemimpin. Yang terjadi justru kegaduhan. Yang muncul ialah 'perlombaan' tarik urat leher. Yang ada ialah adu dada: ini dadaku, mana dadamu. Tak ada keseimbangan.
Pemimpin harus peka terhadap kebutuhan rakyat, mengutamakan kepentingan bersama, dan bertindak adil dalam setiap keputusan. Di Pati, kita menyaksikan 'adu kuat' antara pemimpin yang menaikkan pajak bumi dan bangunan perdesaan-perkotaan (PBB P-2) setinggi langit, hingga 250%, dan sebagian besar rakyat yang 'kelojotan' dipanggang keputusan yang serbatiba-tiba, mak bedunduk.
Pemimpin sejati ialah mereka yang memiliki kerendahan hati, mau mendengarkan suara rakyat, dan mampu mengambil keputusan bijaksana untuk kemaslahatan bersama. Di Pati, yang ada ialah protes keras dan rencana demonstrasi yang dibalas dengan gestur 'menantang': 'silakan datang dengan 5.000 orang, bahkan kalau perlu 50 ribu orang, saya tidak akan mengubah keputusan ini'.
Hingga akhirnya, publik punya cara sendiri untuk menjawab tantangan itu. Mereka membuka donasi. Dalam hitungan hari, bertumpuk air mineal mengelilingi kantor bupati, membentuk tembok. Lalu, dijawab dengan perampasan dengan dalih 'mengganggu ketertiban umum'.
Orang Jawa mengenal istilah jumbuhing kawula Gusti untuk para pemimpin mereka. Istilah itu merujuk pada konsep penyatuan antara pemimpin dan rakyat. Dalam konsep itu, antara pemimpin dan yang dipimpin mesti saling terkait dan melengkapi. Keduanya juga harus menciptakan hubungan yang harmonis.
Akan tetapi, di Pati, rakyat dan pemimpin mereka terpisah. Keduanya, alih-alih jumbuh, justru ambyar terpecah-pecah. Hubungan keduanya, kini, jauh dari kata harmonis. Bupati memang sudah meminta maaf dan siap meninjau ulang putusan penaikan tarif PBB P-2 itu. Namun, bara masih menyala. Luka telanjur menganga. Kepercayaan seperti telah sirna.
Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat. Jadi, pemimpin itu bertugas melayani dan memenuhi kebutuhan rakyatnya, bukan sebaliknya. Mereka, para pemimpin, yang menolak menjadi pelayan rakyat akan disebut sebagai orang yang adigang, adigung, adiguna.
Istilah itu memiliki makna menyombongkan diri dengan kekuatan, kedudukan, atau kepintaran. Karena itu, setiap pemimpin di level mana pun di Jawa kerap dinasihati agar aja adigang, adigung, lan adiguna. Itu disebabkan kesombongan hanya akan membawa kejatuhan.
Ajaran lainnya terkait dengan kekuasaan di Jawa ialah istilah becik ketitik, ala ketara. Kalimat itu artinya perbuatan baik dan buruk pada akhirnya akan terlihat jelas, memberikan pelajaran tentang pentingnya kejujuran dan integritas dalam menjalankan kekuasaan. Semuanya bermuara pada ajaran agar pemimpin itu rendah hati, tidak mentang-mentang, serta mau mendengar dan menjalankan kehendak rakyat.
Dengan memahami filosofi itu, para pemimpin, setidaknya yang menjadi pemimpin di wilayah Jawa, diharapkan dapat menjalankan kekuasaan dengan arif, bijaksana, dan bertanggung jawab. Selain itu, mereka mampu menciptakan kehidupan yang adil, sejahtera, dan harmonis bagi seluruh rakyat.
Namun, di Pati, 'angin' tantangan bupati itu berembus teramat kencang. Tantangan itu dirasakan rakyat Pati jauh dari sikap lembah manah alias rendah hati. Gayung bersambut. Tantangan itu dibalas dengan murka. Bupati sudah mencabut 'api' tantangan dan menggantinya dengan 'air' dari samudra maaf. Semoga saja bara bisa segera redup, kesegaran pulih kembali.
Kiranya, suka tidak suka, Ben Anderson benar adanya. Harmoni antara pemimpin dan rakyat itu dibutuhkan, bukan sekadar mitos. Jadi, bila pemimpin tak ingin gaduh, lalu jatuh, segeralah minta maaf. Cepatlah menabur air, jangan menyiram minyak. Agar harmoni tertata kembali. Semoga.
FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.
KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.
PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future
USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.
BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.
PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.
KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,
ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.
TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.
FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.
JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.
SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.
'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.
VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.
BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima
IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved