Headline
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat. Mereka bertanya mengapa fenomena 'rombongan jarang beli', atau rojali, dan 'rombongan hanya nanya-nanya' (rohana) makin sering terlihat di pusat-pusat perbelanjaan di Jakarta dan beberapa kota besar? Fenomena apa ini? Semata kian lemahnya daya beli, atau malah sudah dalam bentuk makin maraknya dan dalamnya kemiskinan?
Para 'rojalian' dan 'rohanaan' (belakangan ada yang menambahkan 'tetangga dekat' keduanya, yakni 'roceha' alias rombongan cek harga) itu datang berkelompok, lalu berkeliling toko tanpa membeli. Mereka mendekat, kadang nanya-nanya produk, kadang sekadar mengecek harga, tapi ujung-ujungnya pergi tanpa membungkus produk barang sebiji pun.
Perilaku seperti itu mulai dirasakan pekerja ritel di mal. Fenomena itu kian masif sepanjang 2025. Meski lalu lintas pengunjung mal masih tinggi, pola belanja mereka telah berubah. Banyak anak muda ke mal cuma jalan-jalan atau makan sekadarnya. Membeli barang ke tempat retail jarang banget. Bahkan, sebagian pengunjung memanfaatkan 'kunjungan' itu untuk membuat konten media sosial.
Dampaknya terasa nyata pada penjualan ritel. Data Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyebut omzet toko turun signifikan dalam dua tahun terakhir. Dari awalnya yang 80%, turun menjadi 60%. Pada Ramadan dan Lebaran tahun ini, omzet ritel turun sekitar 9%.
Lalu, kalau begitu, mengapa mal tetap dikunjungi? Kenapa keramaian mal tak juga surut? Bila dalam tulisan sebelumnya saya menukil pendapat teman yang ahli di bidang psikologi dan hasil analisisnya menyebutkan 'rojali', 'rohana', atau 'roceha' terjadi karena masih banyak yang ingin mempertahankan gengsi, kali ini ditambah teori baru lagi.
Apa itu? Hasil riset menunjukkan sejumlah pengunjung datang ke mal hanya untuk melepas penat, bukan untuk berbelanja. Di antara mereka bahkan rutin mengunjungi mal, khususnya saat akhir pekan. Mereka ingin refreshing. Meskipun cuma lihat-lihat doang, mereka sudah senang, sudah fun banget.
Lalu, benarkah bahwa fenomena 'rojali, rohana, roceha' ialah cermin tingkat kedalaman kemiskinan? Tunggu dulu. Jawabnya bergantung kepada siapa yang kita tanya. Kata kritikus, boleh jadi itu tingkat kemiskinan kian dalam.
Namun, bila pertanyaan itu ditujukan kepada Badan Pusat Statistik (BPS), tentu jawabnya: bukan. Rojali dan rohana bukan kemiskinan, apalagi kemiskinan yang mendalam. Kendati begitu, Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Ateng Hartono menyebut fenomena rojali harus menjadi 'sinyal sosial penting yang patut dicermati'.
Ateng mengutip hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2025 yang menunjukkan kelompok pengeluaran atas cenderung menahan konsumsi. Namun, perubahan itu belum berdampak langsung terhadap angka kemiskinan. Mengapa begitu? Karena yang menahan belanja ialah kelompok kelas atas.
BPS mencatat jumlah penduduk miskin nasional pada Maret 2025 mencapai 23,85 juta orang, atau 8,47% dari total jumlah penduduk. Angka itu menurun 0,2 juta orang jika dibandingkan dengan posisi pada September 2024.
Namun, di kawasan perkotaan, terjadi tren sebaliknya. Persentase penduduk miskin di kota naik 0,07 poin menjadi 6,73%. Namun, di desa, angka jumlah kemiskinan justru turun menjadi 11,03%.
Pada saat yang sama, jumlah setengah penganggur di kota juga meningkat sebanyak 460 ribu orang dari Agustus 2024 ke Februari 2025. Kenaikan harga bahan pokok mempersempit ruang konsumsi rumah tangga bawah dan kelompok rentan. Kalau tidak diantisipasi, mereka bisa turun ke bawah garis kemiskinan.
Kiranya, rojali, rohana, dan roceha dapat menjadi alarm sosial bagi pemerintah agar tidak hanya fokus menurunkan angka kemiskinan, tetapi juga menjaga daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah.
Saya lalu teringat dengan lirik lagu Jawa karya A Riyanto, Is Hariyanto, dan Favourite's Group yang berjudul Rek Ayo Rek, lagu yang menggambarkan 'rojalian' dan 'rohanaan' tempo doeloe:
'Rek ayo rek, mlaku-mlaku nang Tunjungan
Rek ayo rek, rame-rame bebarengan
Cak ayo cak, sopo gelem melu aku
Cak ayo cak, golek kenalan cah ayu
Ngalor ngidul lewat toko ngumbah mata
Masio mung nyenggal-nyenggol ati lego'.
(Teman yuk teman, jalan-jalan ke Tunjungan. Teman yuk teman, ramai-ramai bareng. Kak ayo kak, siapa mau ikut aku. Kak ayo kak, cari kenalan gadis ayu. Mondar-mandir lewat toko cuci mata. Meski sekadar menyenggol, hati lega).
ADA persoalan serius, sangat serius, yang melilit sebagian kepala daerah. Persoalan yang dimaksud ialah topeng arogansi kekuasaan dipakai untuk menutupi buruknya akal sehat.
KATA maaf jadi jualan dalam beberapa waktu belakangan. Ia diucapkan banyak pejabat dan bekas pejabat dengan beragam alasan dan tujuan.
ADA pejabat yang meremehkan komunikasi. Karena itu, tindakan komunikasinya pun sembarangan, bahkan ada yang menganggap asal niatnya baik, hasilnya akan baik.
BERBICARA penuh semangat, menggebu-gebu, Presiden Prabowo Subianto menegaskan akan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
KEGUNDAHAN Ustaz Das’ad Latif bisa dipahami. Ia gundah karena rekeningnya diblokir.
Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.
FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.
KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.
PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future
USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.
BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.
PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.
KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,
ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved