Headline

Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.

Fokus

Masalah kesehatan mental dan obesitas berpengaruh terhadap kerja pelayanan.

Gurita Serakahnomics

29/7/2025 05:00
Gurita Serakahnomics
Ade Alawi Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak se­benarnya bukan perkara baru di Tanah Air. Republik yang masih mengeja sebagai negara hukum (rechtsstaat).

Presiden Prabowo Subianto belakangan kerap menguman­dangkan fenomena keserakahan atau serakahnomics yang dilaku­kan sejumlah pengusaha yang mendulang keuntungan secara haram, seperti mengoplos beras.

Akibatnya, katanya, rakyat mengalami kerugian setiap ta­hunnya sekitar Rp100 triliun. “Rp100 triliun tiap tahun berarti lima tahun Rp1.000 triliun. Ini kejahatan ekonomi yang luar biasa,” ujar Prabowo dalam pidatonya saat penutupan Kongres PSI di Solo, Jawa Tengah, Minggu (20/7).

Fenomena keserakahan ekonomi sudah mencuat sejak Orde Baru. Aktornya ada yang berganti sesuai dengan patronase politik, ada pula yang tetap kukuh membangun kerajaan ekonomi. Tak tergoyahkan meski rezim berganti, bahkan makin menggurita karena sejumlah privilese diberikan ke­pada mereka.

Ungkapan klasik no free lunch alias tak ada makan siang gratis tentu berlaku bagi para pengusaha tersebut. Mereka diberikan segala keistimewaan dalam melebarkan sayap asal­kan mereka mendukung kebutuhan finansial atau program-program mercusuar penguasa.

Ada dua model penguasaan ekonomi di Tanah Air. Pertama, penguasaan ekonomi secara sah melalui regulasi. Peraturan dibuat untuk menguntungkan kelompok pengusaha dengan menegasikan aspek sosial dan lingkungan. Kedua, pengusaha hitam yang menguasai sumber daya ekonomi secara ilegal (black economy).

Namun, dari dua pola penguasaan itu, ada benang merah yang sama: mereka bukan pemain tunggal, bukan one man show. Aktor-aktor yang menguasai sumber daya ekonomi ti­dak bisa bekerja sendirian, tapi mereka berkelindan dengan para pemain kunci dalam bidang politik, baik eksekutif mau­pun legislatif.

Mereka pun bisa menerobos pagar yudikatif, cabang kekua­saan yang bertugas menegakkan hukum dan keadilan. Aparat penegakan hukum dan keamanan yang berada di garis depan pun, di lapangan, mampu mereka lumpuhkan baik secara halus dengan penyuapan maupun mencopot komandan me­lalui ‘tangan kekuasaan’.

Alhasil, paripurnalah para aktor itu mencengkeram kuku mereka untuk menjarah sumber daya ekonomi. Padahal, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan men­guasai hajat hidup orang sejatinya dikuasai negara sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945.

Penguasaan ekonomi yang hanya memperkaya pundi-pundi keuangan kelompok tertentu seharusnya tidak terjadi ketika rezim yang berkuasa menegakkan ayat (4) dalam Pasal 33 UUD 1945 bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berda­sarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Sejarah mencatat Indonesia terpuruk dengan krisis yang bersifat multidimensional pada 1998 karena tata kelola pe­nyelenggaraan negara yang buruk, praktik lancung berbangsa dan bernegara yang berlumur dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Tata kelola yang menyimpang dari semangat Pembukaan UUD 1945 bahwa negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa, membuat Indonesia terjun bebas dalam jurang krisis.

Trilogi pembangunan yang diusung Soeharto selama 32 tahun berkuasa, yakni stabilitas nasional, pertumbuhan eko­nomi, dan pemerataan pembangunan yang disokong ‘Mafia Berkeley’, geng ekonom Indonesia yang dididik di Universitas California, Berkeley, AS, gagal membawa negeri ini kepada pemerataan dan kesejahteraan rakyat.

Sebaliknya, rezim Soeharto malah menyuburkan KKN, memperkaya keluarga dan kroninya. Dengan prinsip gebuk bagi siapa pun yang menentang kebijakannya pada era Orba, the smiling general itu menghalalkan segala cara untuk ‘me­lenyapkan’ para penentangnya.

Jurus Soeharto dengan dukung militer (dwifungsi ABRI) menghadapi kelompok kritis dilakukan dengan segala cara. Pertama, menjerat dengan delik subversif sesuai dengan Un­dang-Undang Nomor 5 Tahun 1969 tentang Pemberantasan Ke­giatan Subversi. Kedua, mengintimidasi, meneror, penculikan, hingga penghilangan secara paksa.

Rakyat mendukung upaya Presiden Prabowo memberan­tas serakahnomics. Rakyat pun sepakat dengan apa yang dikatakan mantan Danjen Kopassus itu bahwa serakahnomics ialah vampir ekonomi yang menghisap ekonomi rakyat.

Walakin, pemberantasan serakahnomics tidak efektif apabila Prabowo hanya bekerja di hilir dengan mengerahkan aparat penegak hukum (Polri dan Kejaksaan Agung).

Pasalnya, hal itu memerlukan upaya terstruktur, sistematis, dan masif dari hulu sampai hilir dengan menguatkan aspek pengawasan dan pencegahan.

Terpenting, Prabowo harus membangun watak politik yang menolak keserakahan dalam berbagai bentuk. Semua kebi­jakan publik jangan dilakukan dengan gaya komando, top down, atau coba-coba, tetapi berbasiskan kajian akademis, akuntabilitas, tranparansi dan partisipasi publik yang ber­makna (meaningful partisipation).

Sikap Prabowo menolak keserakahan mestinya dimulai dari lingkungan terdekat. Pola hidup Prabowo dan para pembantu­nya yang sederhana dan merakyat harus ditunjukkan dalam perilaku sehari-hari.

Program efisiensi anggaran harus dilanjutkan. Jangan omon-omon sehingga tidak ada kesenjangan antara das sollen dan das sein. Terlebih akhir-akhir sejumlah kementerian/lembaga ramai-ramai merengek meminta penambahan anggaran ke DPR RI.

Begitu pun pengangkatan 30 wakil menteri menjadi komisa­ris BUMN seyogianya ditinjau kembali meskipun larangan Mahkamah Konstitusi untuk wakil menteri merangkap jabatan dalam Putusan MK Nomor 21/PUU-XXIII/2025 masih debatable karena bersifat pertimbangan hukum, bukan amar putusan.

Di tengah berbagai permasalahan domestik dan global yang memukul ekonomi Indonesia, rakyat membutuhkan kepemimpinan yang autentik, memiliki sense of crisis. Juga kepemimpinan yang berintegriras, yakni satunya kata dan perbuatan. Tabik!



Berita Lainnya
  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.

  • Macan Kertas Pertimbangan MK

    21/7/2025 05:00

    ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.  

  • Debat Tarif Trump

    19/7/2025 05:00

    MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka? 

  • Jokowi dan Agenda Besar

    18/7/2025 05:00

    PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.

  • Obral Komisaris

    17/7/2025 05:00

    SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).

  • Uni Eropa, Kami Datang...

    16/7/2025 05:00

    Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.

  • Aura Dika

    15/7/2025 05:00

    TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.

  • Gibran Tuju Papua Damai

    14/7/2025 05:00

    KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.  

  • Negosiasi Vietnam

    12/7/2025 05:00

    DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.

  • Akhirnya Komisaris

    11/7/2025 05:00

    PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.

  • Tiga Musuh Bansos

    10/7/2025 05:00

    BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.