Headline
Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.
FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air. Republik yang masih mengeja sebagai negara hukum (rechtsstaat).
Presiden Prabowo Subianto belakangan kerap mengumandangkan fenomena keserakahan atau serakahnomics yang dilakukan sejumlah pengusaha untuk mendulang keuntungan secara haram, seperti mengoplos beras.
Akibatnya, katanya, rakyat mengalami kerugian setiap tahunnya sekitar Rp100 triliun. “Rp100 triliun tiap tahun berarti lima tahun Rp1.000 triliun. Ini kejahatan ekonomi yang luar biasa,” ujar Prabowo dalam pidatonya saat penutupan Kongres PSI di Solo, Jawa Tengah, Minggu (20/7).
Fenomena keserakahan ekonomi sudah mencuat sejak Orde Baru. Aktornya ada yang berganti sesuai dengan patronase politik, ada pula yang tetap kukuh membangun kerajaan ekonomi. Tak tergoyahkan meski rezim berganti, bahkan makin menggurita karena sejumlah privilese diberikan kepada mereka.
Ungkapan klasik no free lunch alias tak ada makan siang gratis tentu berlaku bagi para pengusaha tersebut. Mereka diberikan segala keistimewaan dalam melebarkan sayap asalkan mereka mendukung kebutuhan finansial atau program-program mercusuar penguasa.
Ada dua model penguasaan ekonomi di Tanah Air. Pertama, penguasaan ekonomi secara sah melalui regulasi. Peraturan dibuat untuk menguntungkan kelompok pengusaha dengan menegasikan aspek sosial dan lingkungan. Kedua, pengusaha hitam yang menguasai sumber daya ekonomi secara ilegal (black economy).
Namun, dari dua pola penguasaan itu, ada benang merah yang sama: mereka bukan pemain tunggal, bukan one man show. Aktor-aktor yang menguasai sumber daya ekonomi tidak bisa bekerja sendirian, tapi mereka berkelindan dengan para pemain kunci dalam bidang politik, baik eksekutif maupun legislatif.
Mereka pun bisa menerobos pagar yudikatif, cabang kekuasaan yang bertugas menegakkan hukum dan keadilan. Aparat penegakan hukum dan keamanan yang berada di garis depan pun, di lapangan, mampu mereka lumpuhkan baik secara halus dengan penyuapan maupun mencopot komandan melalui ‘tangan kekuasaan’.
Alhasil, paripurnalah para aktor itu mencengkeram kuku mereka untuk menjarah sumber daya ekonomi. Padahal, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang sejatinya dikuasai negara sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945.
Penguasaan ekonomi yang hanya memperkaya pundi-pundi keuangan kelompok tertentu seharusnya tidak terjadi ketika rezim yang berkuasa menegakkan ayat (4) dalam Pasal 33 UUD 1945 bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Sejarah mencatat Indonesia terpuruk dengan krisis yang bersifat multidimensional pada 1998 karena tata kelola penyelenggaraan negara yang buruk, praktik lancung berbangsa dan bernegara yang berlumur dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Tata kelola yang menyimpang dari semangat Pembukaan UUD 1945 bahwa negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa, membuat Indonesia terjun bebas dalam jurang krisis.
Trilogi pembangunan yang diusung Soeharto selama 32 tahun berkuasa, yakni stabilitas nasional, pertumbuhan ekonomi, dan pemerataan pembangunan yang disokong ‘Mafia Berkeley’, geng ekonom Indonesia yang dididik di Universitas California, Berkeley, AS, gagal membawa negeri ini kepada pemerataan dan kesejahteraan rakyat.
Sebaliknya, rezim Soeharto malah menyuburkan KKN, memperkaya keluarga dan kroninya. Dengan prinsip gebuk bagi siapa pun yang menentang kebijakannya pada era Orba, the smiling general itu menghalalkan segala cara untuk ‘melenyapkan’ para penentangnya.
Jurus Soeharto dengan dukungan militer (dwifungsi ABRI) menghadapi kelompok kritis dilakukan dengan segala cara. Pertama, menjerat dengan delik subversif sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi. Kedua, mengintimidasi, meneror, penculikan, hingga penghilangan secara paksa.
Rakyat mendukung upaya Presiden Prabowo memberantas serakahnomics. Rakyat pun sepakat dengan apa yang dikatakan mantan Danjen Kopassus itu bahwa serakahnomics ialah vampir ekonomi yang menghisap ekonomi rakyat.
Walakin, pemberantasan serakahnomics tidak efektif apabila Prabowo hanya bekerja di hilir dengan mengerahkan aparat penegak hukum (Polri dan Kejaksaan Agung).
Pasalnya, hal itu memerlukan upaya terstruktur, sistematis, dan masif dari hulu sampai hilir dengan menguatkan aspek pengawasan dan pencegahan.
Terpenting, Prabowo harus membangun watak politik yang menolak keserakahan dalam berbagai bentuk. Semua kebijakan publik jangan dilakukan dengan gaya komando, top down, atau coba-coba, tetapi berbasiskan kajian akademis, akuntabilitas, tranparansi dan partisipasi publik yang bermakna (meaningful partisipation).
Sikap Prabowo menolak keserakahan mestinya dimulai dari lingkungan terdekat. Pola hidup Prabowo dan para pembantunya yang sederhana dan merakyat harus ditunjukkan dalam perilaku sehari-hari.
Program efisiensi anggaran harus dilanjutkan. Jangan omon-omon sehingga tidak ada kesenjangan antara das sollen dan das sein. Terlebih akhir-akhir sejumlah kementerian/lembaga ramai-ramai merengek meminta penambahan anggaran ke DPR RI.
Begitu pun pengangkatan 30 wakil menteri menjadi komisaris BUMN seyogianya ditinjau kembali meskipun larangan Mahkamah Konstitusi untuk wakil menteri merangkap jabatan dalam Putusan MK Nomor 21/PUU-XXIII/2025 masih debatable karena bersifat pertimbangan hukum, bukan amar putusan.
Di tengah berbagai permasalahan domestik dan global yang memukul ekonomi Indonesia, rakyat membutuhkan kepemimpinan yang autentik, memiliki sense of crisis. Juga kepemimpinan yang berintegriras, yakni satunya kata dan perbuatan. Tabik!
KATA maaf jadi jualan dalam beberapa waktu belakangan. Ia diucapkan banyak pejabat dan bekas pejabat dengan beragam alasan dan tujuan.
ADA pejabat yang meremehkan komunikasi. Karena itu, tindakan komunikasinya pun sembarangan, bahkan ada yang menganggap asal niatnya baik, hasilnya akan baik.
BERBICARA penuh semangat, menggebu-gebu, Presiden Prabowo Subianto menegaskan akan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
KEGUNDAHAN Ustaz Das’ad Latif bisa dipahami. Ia gundah karena rekeningnya diblokir.
Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.
FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.
KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.
PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future
USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.
BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.
PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.
KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,
ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.
TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved