Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
BARU kali ini dalam sejarah perfilman Indonesia, ada trailer film yang dihujat sedemikian hebatnya oleh para netizen sebelum ditayangkan. Buat beberapa orang kehebohan ini hanya akan dipandang sebagai bentuk ‘keceriwisan’ dan ‘kejulidan’ netizen Indonesia yang memang terbukti dalam riset Microsoft tahun 2021 memang cukup galak di dunia Maya (Indonesia News Center Microsoft, 2021).
Akan tetapi cukup beralasan kenapa trailer film ini diributkan, alasan pertama adalah karena mengangkat tema nasionalisme. Alasan kedua adalah karena sebagian pihak menduga film ini merupakan bagian proyek pemerintah yang bagaimanapun pendanaannya bersumber dari pajak rakyat dan juga mendapat perlakukan khusus dengan mendapatkan jam tayang awal di bioskop di tengah antrian tayang.
Secara akademis, ada penjelasan lain mengapa audiens Indonesia sangat ‘galak’ dan ‘kritis’ kalau sudah bicara soal film dan isu nasionalisme. Felani et al (2020) dalam artikel yang berjudul Nationalism in Popular Culture: Critical Discourse Studies on American and Indonesian Films yang terbit di Asian Journal of Media and Communication, Volume 4 Nomor 1 menunjukkan bahwa nasionalisme merupakan DNA dari film-film populer di Indonesia dan Amerika.
Sebagian besar film populer yang menjadi box office di Indonesia maupun Amerika merupakan film-film dengan tema nasionalisme, patriotisme, atau istilah-istilah lain yang merujuk pada identitas kebangsaan yang bersifat membanggakan kelompoknya. Film pertama yang menjadi box office di Amerika adalah The Birth of a Nation dari DW Griffith (Brook, 2015) yang bernuansa rasis karena menjadikan Klu Klux Klan sebagai tokoh hero dan mendemonifikasi orang-orang kulit hitam.
Sedangkan di Indonesia film pertama yang diakui sebagai film nasional adalah Film Darah dan Doa (1950) dari Bapak Perfilman Indonesia, Usmar Ismail di tahun 19150 meskipun film pertama yang dibuat di Hindia Belanda tercatat tahun 1926 berjudul Lutung Kasarung (1926) (Abdullah et al., 1993). Beberapa film terlaris di bioskop yang menembus jutaan penonton di bioskop adalah film-film bertema nasionalisme seperti Naga Bonar Jadi Dua (2007) Laskar Pelangi (2008), Garuda Di Dadaku (2009), Habibie dan Ainun (2012), Rudy Habibie (2016), Bumi Manusia (2012) dan Buya Hamka (2023).
Khusus film animasi, Jumbo (2025) meraih penonton terbanyak sepanjang sejarah perfilman Indonesia hingga mencapai 10 juta lebih penonton. Fenomena ini terjadi juga di Hollywood, di mana film Gone with the Wind (1939) yang rasis dan merayakan budaya perbudakan di Selatan Amerika memegang rekor film terlaris selama dua puluh lima tahun dan telah meraup keuntungan lebih banyak daripada film lainnya jika disesuaikan dengan inflasi (Guinness World Records, 2014).
Franchise film-film Marvel Cinematic Universe yang mendengungkan patriotisme Amerika dan superioritas teknologi militer Amerika lewat tokoh-tokoh Superheronya juga mendominasi layar penonton di berbagai platform di seluruh dunia. Temuan-temuan penelitian saya, menunjukkan memang nasionalisme sudah menjadi DNA dan genetika dari film-film Indonesia.
Sehingga film apapun yang dimunculkan ke publik yang mengangkat isu nasionalisme, termasuk film animasi viral yang akan tayang di bioskop pada 17 Agustus ini, pasti akan disoroti masyarakat Indonesia. Dengan demikian, tidak perlu heran jika warga +62 kita ‘julid’, ‘berisik’, dan ‘ceriwis’ dengan apapun produk budaya populer yang akan tayang di ‘layar kaca’, ‘layar putih’, maupun ‘layar gawai’ kita, karena itu merupakan ekspresi nasionalisme rakyat Indonesia yang cinta bangsanya. (P-3)
Ia juga menyampaikan apresiasinya kepada Gubernur Bali Wayan Koster yang dalam beberapa program pembangunan telah menempatkan nasionalisme sekaligus mencintai produk lokal Bali.
Media sosial dapat menjadi sarana efektif untuk menumbuhkan semangat nasionalisme di kalangan generasi muda.
Pemutaran film Believe yang mengangkat kisah hidup Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dimanfaatkan sebagai sarana membangun kebangsaan dan nasionalisme.
"Menurut saya dalam logika kita berpikir berbangsa dan bernegara tidak etis, banyak kritik dan saran dituangkan dalam sesuatu yang lebih baik,"
Menag Nasaruddin Umar mengungkapkan bahaya nasionalisme eksklusif yang bisa melahirkan perpecahan. Sebaliknya nasionalisme inklusif menjadi fondasi utama
Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri dikonfirmasi tak menghadiri upacara peringatan hari kemerdekaan ke-80 Indonesia di Istana Merdeka.
Menteri Kebudayaan, Fadli Zon hadir untuk membuka Tapak Tilas Proklamasi sebagai rangkaian dari perayaan Bulan Proklamasi untuk memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia.
Renungan Suci merupakan salah satu agenda utama sebelum upacara tanggal 17. Pembaca naskah adalah Kepala Otorita IKN.
Sejumlah stasiun KRL di Jabodetabek dipadati pengunjung yang menuju Monas mengikuti perayaan HUT RI.
momentum kemerdekaan menjadi pengingat bahwa semua warga memiliki peran yang setara dalam membangun kota.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved