Headline
Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.
Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.
DANY Rodrick, seorang guru besar dan ekonom terkenal dari International Political Economy at Harvard Kennedy School, dalam tulisannya di Project Syndicate, 7 Mei 2025, berjudul "Mercantilism isn’t All Bad, but Trump’s Version is the Worst”. Rodrick barangkali sedang menumpahkan kekesalannya terhadap Trump, dengan lugas ia mengupas buruknya kebijakan perdagangan yang sedang dijalankan Presiden Donald Trump. Merkantilisme yang dijalankannya mengandung semua kelemahan terburuknya.
Merkantilisme adalah sebuah paham ekonomi yang muncul di Benua Eropa pada abad ke-16 hingga abad ke-18, sebelum lahirnya teori ekonomi dan perdagangan modern yang dipelopori Adam Smith (1790) dan David Ricardo (1823). Kata merkantilisme sendiri berasal dari kata merchant yang mempunyai makna penjual atau pedagang. Gagasan awal merkantilisme dikenalkan seorang filsuf Prancis Jean Bodin (1596). Bertambahnya uang dari perdagangan luar negeri dapat menyebabkan terjadinya kenaikan harga barang.
Dalam perkembangannya, para pemikir merkantilisme mengharuskan setiap negara yang ingin maju melakukan kegiatan perdagangan internasional dengan negara lain. Mereka berkeyakinan, sumber kekayaan suatu negara ialah hasil dari perdagangan luar negeri. Menjadikan uang sebagai surplus perdagangan sekaligus untuk mempertahankan kekuasaan. Pada akhirnya, merkantilisme melahirkan kebijakan proteksionisme untuk mempertahankan neraca perdagangan luar negeri yang menguntungkan.
Senada dengan itu, Trump dalam setiap pidatonya selalu menyatakan bahwa defisit perdagangan telah mendera perekonomian Amerika Serikat selama bertahun-tahun, menyebabkan kerugian besar bagi perekonomian Amerika, dan harus segera diakhiri. Trump berkeyakinan bahwa kebijakan tarif ialah jalan keluar untuk membantu Amerika keluar dari permasalahan mereka, menggunakan tarif sebagai landasan untuk menciptakan lebih banyak lapangan kerja, mengurangi defisit anggaran negara, menurunkan harga makanan.
Pandangan Trump terhadap defisit perdagangan dalam konteks perekonomian modern bisa dikatakan tidak lagi sesuai dengan perkembangan ekonomi global. Defisit perdagangan yang menunjukkan kerugian ekonomi mencerminkan pemikiran merkantilisme. Walau begitu, kebijakan tarif Trump tetaplah berjalan sesuai dengan keinginannya.
Dimulai pada 1 Februari 2025, Trump menyatakan national emergency terhadap narkoba dan menggunakan alasan tersebut untuk mengimplementasikan 25% tarif ke Kanada dan Meksiko dan 10% tarif ke Tiongkok.
Tarif trump terus berlanjut, mulai menyasar banyak negara. Pada 2 April 2025, atau yang disebut sebagai Liberation Day, Trump mengeluarkan dua tarif utamanya, universal dan reciprocal tariff. Tarif pertama akan memberlakukan bea masuk sebesar 10% untuk seluruh barang impor dari semua negara di dunia. Sementara itu, untuk reciprocal tariff, AS akan mengenakan bea masuk kepada 60 negara yang selama ini telah membuat Amerika mengalami defisit perdagangan.
Kebijakan tersebut telah menimbulkan kegaduhan bagi negara yang terkena oleh dampak tarif yang tinggi. Tiongkok melakukan retaliasi, yaitu melakukan pembalasan dengan mengenakan tarif impor tambahan pada barang-barang dari AS sebagai respons terhadap tarif impor yang dikenakan AS pada barang-barang Tiongkok. Banyak negara, termasuk Indonesia, memilih jalan untuk melakukan negosiasi dengan pemerintah Amerika Serikat.
MELAWAN MERKANTILISME ALA DONALD TRUMP
Pilihan untuk melakukan negosiasi yang diambil pemerintah Indonesia terhadap kebijakan tarif Trump tentunya bisa dipahami sebagai kebutuhan jangka pendek, untuk menyelamatkan ekspor Indonesia ke Amerika Serikat serta surplus neraca perdagangan. Ekspor Indonesia ke Amerika Serikat mencapai angka 8% dari total ekspor Indonesia, tapi kontribusinya mencapai 45% terhadap total surplus neraca perdagangan. Kebijakan negosiasi menjadi kebijakan paling aman yang bisa ditempuh.
Setelah negosiasi selama sekitar tiga bulan penuh yang ujungnya melibatkan langsung Presiden Prabowo, akhirnya Presiden Donald Trump sepakat menurunkan besaran tarif impor resiprokal atas produk-produk Indonesia yang masuk ke AS. Tarif dipangkas dari 32% menjadi 19%. Sebagai bagian dari kesepakatan, Indonesia juga diharuskan membeli produk energi dari AS senilai US$15 miliar, produk pertanian senilai US$4,5 miliar, dan 50 pesawat produk Boeing 777.
Kebijakan merkantilisme ala Trump yang diterapkan Amerika mengubah tata kelola perdagangan global dari yang bersifat multilateral menjadi unilateral, mengabaikan peran WTO sebagai regulator utama perdagangan internasional. Kondisi itu memunculkan kembali gagasan paham autarki ekonomi, sebuah negara harus mampu berkembangan secara mandiri, memenuhi kebutuhan hidup sendiri tanpa bergantung pada negara lain. Indonesia memiliki modal yang kuat untuk bisa mengantisipasi kebijakan 'koboi' merkantilisme yang sedang dijalankan Trump.
Pertama, sebagai negara yang memiliki sumber daya alam melimpah sudah sepatutnya memiliki kemampuan untuk menghasilkan kebutuhan hidupnya secara mandiri, tanpa harus bergantung pada negara lain. Dengan kata lain, kebijakan swasembada pangan selalu menjadi target pembangunan yang hendak dicapai, semenjak pemerintahan Orde Baru. Bahkan Presiden Prabowo menargetkan tidak hanya swasembada pangan, tapi juga energi sehingga kita bisa mencukupi kebutuhan pangan dan energi dalam negeri secara mandiri.
Kedua, pilihan kebijakan hilirisasi di Indonesia sudah tepat. Hal itu sebagai upaya untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi dari sumber daya alam dengan mengolahnya menjadi produk yang lebih bernilai sebelum diekspor. Hilirisasi diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah, mendorong pertumbuhan industri manufaktur, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan pendapatan negara. Tumbuhnya industri dalam negari akan memperkuat kebijakan subsitusi impor. memberikan kontribusi yang signifikan terhadap produk domestik bruto (PDB).
Ketiga, pentingnya langkah diversifikasi hubungan perdagangan Indonesia dengan berbagai negara mitra penting untuk dilanjutkan. Starategi itu sebagai upaya untuk memperluas cakupan perdagangan dan investasi internasional jangka panjang di tengah lanskap global yang penuh ketidakpastian. Pemerintah perlu terus mengoptimalkan kerja sama internasional melalui berbagai forum ekonomi besar seperti Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU CEPA). Selain itu, mengoptimalkan peran BRICS sebagai aliansi strategis negara-negara di luar blok ekonomi tradisional, untuk mendorong reformasi tata kelola global yang lebih inklusif.
Di akhir tulisannya, Rodick menulis kebijakan tarif Trump yang kacau dan tidak terorganisasi tidak banyak membantu meningkatkan investasi penting dan strategis di Amerika Serikat. Merkantilismenya tidak akan bermanfaat karena justru merupakan kelemahan terburuk yang dimilikinya. Jadi, sesungguhnya Indonesia memiliki modal yang kuat dan kesempatan untuk mengantisipasi buruknya praktik merkantilisme yang sedang dijalankan Trump.
Kebijakan tarif terbaru ini dijadwalkan mulai berlaku pada 7 Agustus 2025.
Kebijakan Donald Trump ini akan berlaku mulai 7 Agustus dan bertujuan mengubah sistem perdagangan internasional demi kepentingan ekonomi nasional Amerika Serikat.
Kebijakan tarif tersebut mulai berlaku pada 1 Agustus 2025 dan menjadi salah satu tarif terendah yang diberikan AS untuk negara di kawasan Asia Tenggara.
Kebijakan tarif sebesar 32% yang diterapkan secara resiprokal oleh pemerintah AS tentu akan berdampak terhadap daya saing produk Indonesia, khususnya komoditas ekspor unggulan.
Pemerintah memastikan bakal memakai sisa waktu yang ada untuk bernegosiasi dengan Amerika Serikat perihal tarif. Negosiasi akan dipimpin oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto
Steve Witkoff, utusan kepercayaan Presiden Donald Trump, bertolak ke Moskow untuk bertemu pejabat
LEBIH dari 10 anggota Partai Demokrat di Dewan Perwakilan Rakyat AS mendesak pemerintahan Presiden AS Donald Trump untuk mengakui negara Palestina. Demikian laporan portal Axios.
India mengecam keras langkah Amerika Serikat dan Uni Eropa yang dianggap sengaja menargetkan negara tersebut karena membeli minyak dari Rusia.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengancam akan menaikkan tarif impor atas barang-barang dari India menyusul pembelian minyak dari Rusia.
Presiden Donald Trump kembali mengancam India akan menaikan tarif impor, sebagai respon pembelian minyak dari Rusia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved