Headline

Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.

Siapa Sebenarnya Provinsi Berkinerja Terbaik?

Hamim Pou, Pengamat Kebijakan dan Inovasi Daerah
26/8/2025 16:58
Siapa Sebenarnya Provinsi Berkinerja Terbaik?
Hamim Pou, Pengamat Kebijakan dan Inovasi Daerah(Pribadi)

SEPULUH tahun lalu, kita menancapkan tanya sederhana: mana provinsi terbaik? Saat itu saya merangkai indikator utama—kemiskinan, pendapatan riil per kapita, IPM, layanan publik digital, integritas birokrasi—dan menemukan jawabannya: Jawa Tengah unggul menyeluruh. 

Dua paragraf pertama artikel ini menjadi pengantar yang sangat efektif bagi pembaca lama, seolah berkata: “Kita mulai dari situ.” Tetapi pekerjaan belum selesai. Sebab sebagai pemerhati kebijakan yang pernah merancang inovasi daerah, saya tahu: Indikator makro tidak cukup membentuk narasi pembangunan yang manusiawi. Oleh karena itu, saya menyodorkan enam lensa tambahan: tata kelola lingkungan, SAKIP (akuntabilitas kinerja), kebersihan dan infrastruktur dasar, kebahagiaan warga, orientasi anggaran pada publik, serta ketertiban dan inovasi daerah. Kefokusan itu bukan hiasan, melainkan cara membedakan opini ini dari pemberitaan “pemenang lomba otonomi” yang sinyalnya sebentar lalu padam.

Kita mulai dengar data kebahagiaan: BPS 2021 merekam Maluku Utara sebagai provinsi paling bahagia (skor ~76,3), disusul Kalimantan Utara, Maluku, dan sebaran wilayah timur. Kontras dengan Jawa Tengah yang mencatat kebahagiaan di atas rata-rata nasional (71,5) namun tak memimpin, ini menampilkan suatu paradoks—bahwa tingkat kesejahteraan materi tidak selalu berbanding lurus dengan kebahagiaan batin. Sebagai narasumber yang memaknai pembangunan sebagai seni manusiawi, saya menemukan ini mengagetkan sekaligus penting: kebahagiaan bukan sekadar hasil angka, tetapi resep ranah publik yang bisa mencerminkan nilai-nilai sosial dan psikologis dalam masyarakat.

Tumbuh Terukur

Beranjak ke SAKIP, indikator yang jarang disinggung media umum: data Kementerian PANRB menunjukkan bahwa DKI Jakarta, Jawa Barat, dan DIY rutin menyandang predikat “AA” atau “BB” selama dekade terakhir—sesuatu yang mencerminkan efisiensi anggaran dan output terukur. Jawa Tengah yang dulu hanya “BB” berkembang naik ke “BB Plus.” Ini bukan sekadar label; ini sinyal bahwa kestabilan tata kelola menjadi jembatan antara kebijakan dan hasil nyata. Ketika provinsi mempertahankan integritas sekaligus meningkatkan output, kita menemukan formula pembangunan yang bukan hanya tumbuh tetapi terukur dan akuntabel.

Lalu soal kebersihan dan infrastruktur dasar—meski data per provinsi kurang dipublikasikan, laporan BPS, lembaga donor, dan survei lokal menyorot bahwa Papua Barat dan Maluku Utara sukses memperluas akses air bersih dan sanitasi di desa-desa. Jawa Tengah menyeimbangkan: akses listrik dan internet meluas, sementara pelayanan desa tetap konsisten. Ini penting karena akses dasar menggerakkan kualitas hidup—yang kemudian masuk ke angka IPM dan kebahagiaan. Sayangnya, perdebatan soal pembangunan sering melompat ke angka PDRB tanpa membicarakan seberapa banyak warga bisa mandi pagi dengan air bersih.

Lanjut ke anggaran publik versus birokrasi: APBD provinsi saya telaah, dan ternyata Papua, NTT, dan NTB menempatkan porsi belanja modal dan sosial—pendidikan, kesehatan—lebih dominan dibanding DKI, yang justru menghabiskan lebih banyak untuk gaji. Jawa Tengah berada di posisi tengah atas, konsisten memprioritaskan kesejahteraan rakyat melalui alokasi fiskal. Ini menunjukkan komitmen politik pembangunan yang berwawasan—yang akhirnya berujung pada penurunan kemiskinan yang signifikan.

Paling Inovatif

Indikator ketertiban dan inovasi turut menjadi lensa penting. Indeks Inovasi Daerah Kemendagri mencatat DIY, Bali, dan Jawa Barat sebagai provinsi paling inovatif. Jawa Tengah tak selalu di podium, tapi trennya menaik: inovasi desa tumbuh, terutama sistem informasi dan layanan publik digital desa. Ditambah angka kriminalitas per seratus ribu penduduk relatif rendah, ini memperlihatkan bahwa modernisasi tidak menumbalkan keamanan dan kemanusiaan. Inovasi yang stabil jauh lebih sulit dicapai dibanding skoring puncak sementara.

Tata kelola lingkungan juga menjadi indikator direction setter. Meskipun belum semua provinsi memiliki skor, penghargaan KLHK menyorot Bali atas upaya pengelolaan sampah dan pembatasan plastik sekali pakai. Bandung dan beberapa kota Jawa Barat mendapat pujian atas revitalisasi Ciliwung. Jawa Tengah merespons dengan reboisasi bertahap dan penambahan ruang terbuka hijau—sebuah pendekatan konservatif namun sistematis yang menyiratkan kesadaran bahwa pembangunan ekonomi harus sejalan dengan kelestarian ekologis.

Berpikir Ulang

Kini kita hadirkan skor komposit 11 indikator: kemiskinan, pendapatan riil per kapita, IPM, layanan publik (SPBE & Ombudsman), integritas (SPI), kebahagiaan, inovasi, SAKIP, anggaran publik oriented, kebersihan/infrastruktur, dan tata kelola lingkungan. Jawa Tengah tetap unggul paling tinggi secara keseluruhan. DKI Jakarta unggul di dimensi pendapatan, IPM, layanan spasial, namun tertinggal dramatis di penurunan kemiskinan dan kebahagiaan. Bali unggul dalam inovasi dan lingkungan, tapi tidak seimbang di kemenangan ekonomi riil dan penurunan kemiskinan. DIY menonjol SAKIP dan inovasi, tetapi masih memiliki tantangan pendapatan dan integritas dalam nominal dan skala besar.

Jika saya boleh simpulkan secara manusiawi: Jawa Tengah adalah provinsi yang tidak mengatakan dia terbaik, tetapi membuktikannya lewat kebijakan nyata, keteladanan, dan kontinuitas. Paradoksnya, provinsi seperti Maluku Utara ‘membahagiakan’ warganya, tetapi itu terjadi meski IPM rendah. Di sisi lain, provinsi kaya seperti DKI secara material menonjol tapi warganya mungkin tak sebahagia; di tengah itu, Jawa Tengah menawarkan keseimbangan: kesejahteraan ekonomi, integritas, layanan, serta inovasi dalam kerangka manusiawi. Itulah bentuk keunggulan yang menurut saya paling valid.

Artikel ini bukan sekadar rangkuman data; ini narasi reflektif yang mengajak pembaca berpikir ulang: apakah kita menilai provinsi terbaik dari jumlah medali penghargaan, atau dari narasi multidimensi yang melibatkan manusia, lingkungan, dan sistem? Bagi saya, pemenangnya: Jawa Tengah, bukan karena paling banyak di podium—tetapi karena paling konsisten di antara 11 lensa berbeda selama satu dekade. 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya