Headline
Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.
Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.
MENTERI Agama Republik Indonesia secara resmi meluncurkan Kurikulum Berbasis Cinta (24/7/2025). Sebuah terobosan monumental dalam peta pendidikan nasional. Peluncuran itu dapat dimaknai sebagai deklarasi komitmen negara untuk membangun masa depan pendidikan yang lebih inklusif, lembut, manusiawi, dan berakar pada cinta.
Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) merupakan respons atas pelbagai krisis zaman yang semakin akut dan kompleks. Dunia saat ini tidak hanya dihantui disrupsi teknologi, tapi juga diseret dalam gelombang dehumanisasi yang menggerus nilai-nilai luhur.
Di tengah derasnya arus kebencian, intoleransi, dan kekerasan yang bahkan merambah ke ruang-ruang pendidikan, KBC hadir membawa pesan peradaban bahwa cinta ialah pusat segalanya.
PERADABAN CINTA
Sejarah telah membuktikan bahwa setiap peradaban besar dibangun tidak hanya dengan senjata dan strategi, tapi juga oleh nilai-nilai luhur yang hidup dalam jiwa manusianya.
Pendidikan ialah rahim dari nilai-nilai itu. Di sinilah KBC mengambil posisi strategis, yakni menanamkan cinta sejak dini, mulai raudhatul athfal hingga madrasah aliah.
KBC tidak menafikan pentingnya ilmu, teknologi, dan logika, tapi justru memberi penekanan bahwa semua itu harus berpijak pada fondasi nilai kasih sayang, welas asih, dan penghormatan terhadap sesama dan alam.
Dalam pelbagai pernyataannya, Menteri Agama menegaskan humanity is only one maka KBC ialah manifestasi kurikuler dari doktrin kemanusiaan universal itu.
Agama tidak lagi diposisikan sebagai alat justifikasi kekuasaan atau pemisah identitas, tetapi sebagai energi spiritual untuk menyatukan dan memanusiakan. Di tengah dunia yang kian terfragmentasi, KBC hadir sebagai penawar, bukan pemicu konflik.
Di sisi lain, kurikulum konvensional cenderung normatif dan legalistik. Ia mengukur keberhasilan murid dari angka-angka kognitif, bukan pada keseimbangan mental, emosi, dan jiwa.
Di sinilah KBC mengambil langkah besar, yakni menggeser paradigma dari nomos-oriented ke eros-oriented. Ibadah bukan lagi ketakutan atas dosa atau ketertarikan terhadap pahala, melainkan ekspresi cinta kepada Tuhan dan seluruh ciptaan-Nya.
Hal itu tecermin pula dalam pergeseran orientasi teologis dari wajah Tuhan yang murka dan menghukum (jalaliyah), menuju Tuhan yang penyayang dan pengasih (jamaliyah).
Dari sana, lahirlah praktik pendidikan yang humanistis. Madrasah menjadi ruang yang ramah anak, guru menjadi figur empatik, dan proses pembelajaran menjadi pengalaman yang membahagiakan.
KBC memiliki struktur yang kukuh dan operasional. Lima tema pokok yang dirumuskan sebagai Pancacinta menjadi kompas nilai, yakni cinta kepada Allah dan rasul-Nya, cinta ilmu, cinta lingkungan, cinta diri dan sesama, serta cinta tanah air.
Dalam KBC, setiap nilai diterjemahkan ke dalam pembelajaran nyata. Misalnya, cinta kepada lingkungan tidak hanya diajarkan melalui ceramah tentang ekologi, tapi juga melalui praktik menanam, memilah sampah, hemat energi, dan sebagainya.
Pendidikan tidak lagi diukur dari jumlah hafalan, tapi dari seberapa jauh nilai-nilai cinta itu hidup dalam laku sehari-hari.
Dengan struktur yang transformatif itu, KBC memancarkan harapan besar. Ia bukan sekadar kurikulum alternatif, melainkan juga bisa menjadi mainstream baru dalam pendidikan nasional.
Dalam jangka panjang, KBC diharapkan melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga berjiwa welas asih, resilien, dan toleran. Murid tidak sekadar menjadi pemilik ijazah, tapi pengamal spiritual yang menebar manfaat.
Lebih jauh, madrasah sebagai pelaksana KBC akan bertransformasi menjadi madrasah ramah anak, ramah lingkungan, dan ramah spiritualitas.
Di era masyarakat 5.0, dengan kecanggihan digital justru sering menggerus empati, KBC bisa menjadi penyeimbang yang menyelamatkan kualitas kemanusiaan generasi masa depan.
TANTANGAN
Namun, tak ada perubahan besar tanpa tantangan. Penerapan KBC tentu menghadapi sejumlah hambatan. Pertama, resistensi kultural dari sebagian pendidik dan birokrat yang terbiasa dengan pola pikir instruksional dan legalistik. Paradigma cinta sering kali dianggap 'terlalu lembut', 'kurang tegas', bahkan 'tidak realistis'.
Kedua, ancaman reduksi implementatif. Ada kemungkinan KBC disimplifikasi sekadar menjadi program tambahan, bukan menjadi roh dari seluruh pembelajaran. Jika KBC hanya diterjemahkan sebagai 'tema mingguan' tanpa menyentuh desain pembelajaran dan evaluasi, ia berisiko kehilangan rohnya.
Ketiga, tantangan sumber daya manusia. Mengajar dengan cinta bukan perkara teknis, melainkan sesuatu yang menyangkut kedewasaan emosional dan spiritual guru. Karena itu, program pelatihan dan pendampingan intensif menjadi keniscayaan agar guru tak hanya memahami substansi KBC, tapi juga mampu menghidupkannya dalam laku.
Di tengah dunia yang kian riuh oleh kebencian dan polarisasi, KBC menjadi langkah radikal untuk mengembalikan manusia pada fitrahnya sebagai makhluk cinta. Ia bukan kurikulum biasa, melainkan narasi besar untuk masa depan.
Kini tugas kita, para pendidik dan pemangku kebijakan, ialah menjaga bara cinta itu tetap menyala di dalam kelas, di hati para murid, dan di relung-relung bangsa ini.
WAKIL Menteri Agama, Romo Muhammad Syafii, mengatakan bahwa pihaknya menargetkan 629.000 guru agama di seluruh Indonesia mendapatkan sertifikasi guru pada 2027.
KEMENTERIAN Agama menggelar uji publik penyusunan dokumen Standar Mutu Pendidikan Pesantren untuk menjawab tantangan regenerasi ulama.
TERKAIT pembangunan Gereja GKJW di Kediri yang ramai diberitakan karena pengentian pembangunan, ini kata Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB), M Adib Abdushomad.
DIREKTUR Eksekutif Setara Institute, Halili Hasan, mengomentari Sistem Deteksi Dini Konflik Keagamaan yang diluncurkan Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB).
PUSAT Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Sekretariat Jenderal Kementerian Agama terus mematangkan Early Warning System (EWS) atau Sistem Deteksi Dini Konflik Keagamaan.
Menag Nasaruddin Umar menyampaikan proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 bukan hanya momen politik, tetapi juga peristiwa spiritual.
Menag melihat banyak guru agama, secara sadar ataupun tidak, justru mengajarkan kebencian.
Penilaian ini, lanjut menag, menjadi kesempatan strategis untuk menelaah kebijakan pendidikan di lingkungan Kemenag.
KEMENTERIAN Agama (Kemenag) meluncurkan program Family Orientation at the Mosque’s Site (Foremost) sebagai strategi baru pembinaan keluarga berbasis masjid.
PEMERINTAH Indonesia tengah menjajaki kemungkinan dibukanya jalur laut sebagai alternatif pelaksanaan ibadah umrah dan haji.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved