Headline
Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.
Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.
LEBIH dari tiga dekade lalu, globalisasi digaungkan amat kencang. Bak mantra, warga dunia menyerunya dengan keras. Seolah tidak mau ketinggalan kereta, sebagian besar warga di kolong langit menyambut globalisasi dengan amat bergegas.
Semua negara menolak berleha-leha atas seruan globalisasi. Para penghuni benua ogah digulung oleh sejarah. Para teoretikus menyebutnya sebagai revolusi yang mustahil ditolak. John Naisbitt menyebutnya sebagai Megatrends. Ia sampai menulis berkali-kali tentang globalisasi dalam berbagai buku, termasuk paradoksnya.
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, keterhubungan ekonomi dan kebudayaan dunia tumbuh sangat cepat. Terlebih lagi sejak kebijakan neoliberal dirintis pada 1980-an dan perestroika serta reformasi ekonomi Tiongkok Deng Xiaoping membawa paham kapitalisme Barat ke Blok Timur lama.
Tapi kini, muncul pembalikan arus. Bahkan sangat dahsyat. Banyak kalangan mulai mengeluhkan arus besar deglobalisasi. Begitu kepentingan ekonomi domestik mulai terusik oleh gelombang globalisasi, banyak negara justru memasang kuda-kuda proteksi. Lalu, muncul fakta deglobalisasi.
Arus besar itu bahkan kini mengempaskan Indonesia di berbagai sisi. Kasus mutakhir dilakukan oleh Amerika Serikat yang kian ngos-ngosan 'berlomba lari' melawan Tiongkok. Larinya melawan Tiongkok, tapi Indonesia ikut terkena imbasnya.
'Negeri Paman Sam' tengah merancang untuk mengusulkan kebijakan yang disebut Inflation Reduction Act (IRA). Ini adalah undang-undang yang akan fokus menurunkan inflasi.
Namun, konten regulasi itu jelas untuk melakukan deglobalisasi, dengan cara mengembalikan semua investasi ke AS.
Melalui IRA, rezim di bawah pimpinan Joe Bidden itu bakal memberikan kredit pajak atas pembelian mobil listrik. Undang-undang itu mencakup dana senilai US$370 miliar dalam bentuk subsidi untuk energi bersih.
Namun, insentif tersebut dikhawatirkan tidak berlaku atas mobil listrik dengan baterai yang mengandung komponen nikel dari Indonesia. Alasannya, Indonesia belum memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan AS dan juga dominasi perusahaan Tiongkok dalam industri nikel RI. Nikel Indonesia pun bisa terkucil dari AS setelah sebelumnya telah di-banned Uni Eropa.
Begitulah kini. Mantra globalisasi terdesak oleh kepentingan geopolitik. Dunia gagal mengelola apa yang pernah dinubuatkan oleh Naisbitt dalam Global Paradox. Paradoks globalisasi, yang salah satu 'buahnya' ialah tumbuhnya kekuatan baru Asia yang ditopang oleh Tiongkok, sudah pada tahap sangat mengganggu zona nyaman sejumlah negara, terutama AS.
Mimpi Indonesia menjadi raja dan ratu baterai kendaraan listrik dunia, kini menghadapi jalan amat terjal. Besarnya cadangan nikel kita tak pelak mendorong pemerintah untuk menggencarkan hilirisasi nikel hingga ke produk bernilai tambah tinggi, salah satunya baterai kendaraan listrik.
Indonesia merupakan pemilik cadangan nikel terbesar nomor wahid di dunia. Berdasarkan data USGS pada Januari 2020 dan Badan Geologi 2019, mengutip dari Booklet Nikel yang dirilis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2020, jumlah cadangan nikel RI tercatat mencapai 72 juta ton nikel (termasuk nikel limonite/kadar rendah). Jumlah ini mencapai 52% dari total cadangan nikel dunia sebesar 139,4 juta ton.
Tantangan dan ancaman ketidakpastian ekonomi global kian mengerikan. Di saat bara di Rusia dan Ukraina belum menunjukkan tanda-tanda kapan akan padam, kini bara hubungan AS dan Tiongkok yang sempat mendingin, disulut kembali. Inilah masalah geopolitik dan geoekonomi. AS ingin menarik kembali dolarnya dan investasinya pulang kampung.
Sama seperti saat seruan globalisasi bermula, kini AS mulai 'menyerukan' deglobalisasi melalui aturan-aturan yang memproteksi kepentingan domestiknya. Seperti penggalan lirik lagu karya Rhoma Irama: 'Kau yang mulai, kau yang mengakhiri'.
Kuatkah kita menghadapi badai baru ini? Mampukah kita mewujudkan mimpi menjadi ratu dan raja baterai listrik dunia? Kata Bung Karno, kita bukan bangsa Utara Kuru yang lembek. Kita bangsa yang digembleng dengan kisah jatuh bangun lalu bangkit.
USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.
BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.
PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.
KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,
ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.
TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.
FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.
JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.
SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.
'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.
VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.
BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima
IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.
ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.
MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka?
PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved